Senin, 07 Juli 2014

AKU MENJADI (EDISI BANTARGEBANG) WITH PK13 LPDP


Bantargebang. Sebuah daerah yang jika mendengar namanya maka yang terbayang adalah kotor, penyakit, pemulung, dan semua yang berhubungan dengan sampah. Memang, tak ada yang dapat menyalahkan persepsi itu, masing-masing punya pendapat, meski kita juga tidak adil jika hanya melihat satu sisi saja. Ada hal lain yang mesti kaji dari sana. Ada sisi berbeda yang harus kita ketahui dari sekadar pemahaman dangkal. Bersyukur. Ya, sebuah kata yang jarang diingat. Bersyukur karena Bantargebang menjadi tempat pembuangan sampah akhir bagi warga sekitarnya, bersyukur karena ada pemulung menjadikannya mata pencaharian, bersyukur karena kita masih diberi kesempatan untuk hidup berkecukupan, tanpa harus mengalami hal itu.
Bantargebang. Sebuah daerah yang menjadi destinasi kegiatan sosial LPDP di hari ke-7 Pelatihan Kepemimpinan Angkatan 13 (PK13). Jadilah, hari Jumat tanggal 20 Juni 2014 menjadi hari bersejarah bagi kami peserta PK13. Dengan 3 bus besar, 7 kelompok beriringan menuju Bantargebang. Sesampainya di sana, kami dibagi dalam 58 kelompok kecil, masing-masing beranggotakan 2 orang yang didampingi 1 pemulung. Tugas kami adalah terjun langsung menemani mereka bekerja selama 2 jam. Saya sendiri sekelompok dengan Mas Haris dan bapak Syarki. Bapak yang sederhana, murah senyum, dan sangat baik dalam kata dan tingkah.
Kami berdua diajak oleh Pak Syarki ke salah satu tempat pembuangan akhir sampah tersebut. Hal yang pertama kali saya rasakan adalah bau, jijik, dan ngeri (belatung di mana-mana). Tetapi, melalui percakapan akrab dan hangat di antara kami, pekerjaan pun lama-kelamaan menjadi lebih ringan dan terbiasa. Pak Syarki menginstruksikan bahwa kami harus mencari sampah plastik, karena semua pemulung ada jatah masing-masing. Tidak boleh mengambil barang yang bukan menjadi hak pembagian kita. Sebuah pelajaran berharga untuk calon pemimpin masa depan bangsa.
Sambil bekerja, kami bertanya mengenai kehidupan Pak Syarki. Beliau mengatakan bahwa pekerjaan ini sudah 7 tahun dilakoninya, pindah dari daerah asalnya Karawang bersama anak dan istrinya. Sebelumnya, beliau bekerja sebagai petani ikan bandeng. Tetapi karena penghasilannya yang kurang, beliau memutuskan pindah ke tempat ini. Anaknya 3, yang paling sulung adalah perempuan, sementara kuliah semester 2 dan sangat membanggakan orang tua. Dari SMP, anak itu mendapatkan beasiswa dari salah satu yayasan.  Dan itu berlaku hingga sekarang. Pak Syarki mengatakan bahwa tidak mungkin anaknya bisa kuliah jika mengharapkan biaya dari beliau. Penghasilannya hanya cukup untuk makan sehari-hari. Sampah plastik yang dikumpulkan oleh Pak Syarki disimpan kurang lebih 2 minggu agar padat. Setelah itu baru ditimbang dan dijual, harganya Rp. 40.000 per kwintal. Meski begitu, tak pernah sekalipun terdengar keluhan darinya. Saya memang sering mendengar dan melihat dari media, tapi dengan merasakan dan terjun langsung ke daerahnya serta melakoni kegiatan Pak Syarki, semakin menambah rasa syukur dan rendah hati.
Saya sempat menanyakan apakah ada puskesmas di daerah ini. Beliau mengatakan bahwa puskesmas jaraknya beberapa kilometer dari sini dan untuk sekali periksa, mereka harus merogoh kocek yang lumayan dalam. Kebetulan, selain tugas individu, ada pula tugas kelompok yaitu Social Creative Contribution dengan pilihan tema (untuk kelompokku) “Penyuluhan Dan Pemeriksaan Kesehatan Gratis”. Pak Syarki sangat antusias mendengar hal tersebut. Satu lagi yang membuat saya kagum kepada bapak ini, beliau mengarahkan kami untuk mencuci tangan dan kaki yang kotor di rumahnya, meski air juga terbatas, bahkan merelakan sabunnya digunakan bersama. Dalam keadaan hidup susah, betapa banyak ladang amal yang ditanaminya. Pelajaran berharga lainnya untuk kami.
Beberapa gunungan sampah yang semakin lama semakin bertambah di Bantargebang, telah ditimbun tanah sehingga menciptakan bukit hijau. Masih banyak hal yang perlu dibenahi di sini, dan sebagai calon pemimpin bangsa, kami harus turut berkontribusi untuk membuat kehidupan warga Bantargebang menjadi lebih baik sesuai dengan bidang ilmu masing-masing dan tentu saja kerjasama berkelanjutan di antara kami, khususnya peserta PK13. Saya sendiri memiliki cita-cita untuk membuat pembangkit listrik tenaga sampah, semoga dapat terlaksana dengan bantuan moril dan materiil dari berbagai pihak. Untuk sekarang, fokus menuntut ilmu sebanyak-banyaknya dan menyelesaikan S2 dahulu.



JURNAL 11 BULAN CAWA

Bismillahirrahmanirrahim Sabtu, 31 Agustus 24: Sekitar pukul setengah 9 malam, Cawa tidur setelah meminum susu dari botol susunya. Tapi, sek...