Kamis, 29 Mei 2014

GWS Kakak Cantikku

Aku selalu iri padanya, dalam hal positif tentu saja. Dia pintar, baik, dan cantik. Sifat sombong juga jauh darinya. Dia memberikan inspirasi tersendiri buatku. Dia sepupu jauhku, sebut saja namanya Kak I. Aku kenal dia dari kecil, tapi karena lama nda ketemu, aku sempat melupakannya. Suatu hari, saat aku kelas 6 SD Kak A (sekampungku), menanyakan sesuatu yang mengingatkanku lagi padanya. Ternyata, Kak A dan Kak I sekelas (waktu itu mereka sudah 3 SMP). Ternyata mereka berdua bertemu dengan bapakku di salah satu tempat fotokopian dan sempat ngobrol sama Kak I. Kak A pun bertanya, kenapa Kak I bisa mengenal bapakku. Dan dia jawab kalo bapakku itu omnya. Hal itu pun diceritakan Kak A kepadaku, and I tried to reminder her, then ahhaaa I got the answer, Kak I itu sepupu jauhku tadi. And I made up my mind, i was going to send mail for her by Kak A.

Ternyata surat itu dibalas oleh Kak I. Sempat malu juga saat itu, kertas surat dan tulisanku jelek dan dia membalasnya dengan kertas dan tulisan yang cantik. Kebetulan saat itu aku mendaftar di SMP (ditemani Kak A) yang sama dengannya, jadi saat pengambilan formulir, aku bertemu. Sempat ditraktir malah. Dan ada satu prinsipnya yang baru kutahu saat itu, dia belum mau pacaran, padahal cowok-cowok keren nan tajir pada antri. Tambah kagum dah. Tapi sayang, ini tahun terakhirnya di SMP tersebut. Aku tak pernah lagi berhubungan sampai tamat SMA.

Kami kontekan kembali ketika aku mendaftar di universitas yang sama dengannya. Aku juga lupa dapat nomor HP nya darimana. Akhirnya, aku beranikan diri menghubungi untuk minta tolong ditemani saat pengisian formulir. Tapi sayang, saat itu dia ada kuliah. Kabar baiknya, aku lulus di universitas tersebut. Kebetulan, fakultas kami tetanggaan, jadi frekuensi ketemunya akan sering. Di hari pertama kami bertemu (di mushola), aku kaget. Ternyata Kak I sudah menutup aurat dalam artian sebenarnya (bukan membungkus).

Waktu terus berlalu dan mengantarkanku pada gelar sarjana. Dari kabar yang kudengar, Kak I kerja di apotek dekat rumahnya di Makassar. Kami jarang berhubungan, hingga suatu hari ada kabar mengejutkan dari bapakku. Kak I sakit, dan sakitnya bukan medis. Dia sempat kehilangan kesadaran, mengamuk, dan membuka jilbabnya. Astagirullah. Saat aku menjenguknya, airmataku hampir jatuh. Lihatlah, sosok yang kukagumi sejak dulu, cantik, berprestasi, sekarang berjuang menghadapi takdirnya. Kecantikannya masih sama, hanya saja ingatan, perilaku, dan cara bicaranya sudah sangat berbeda. Tapi, ada setitik kebahagiaan yang muncul ketika ibunya mengatakan Kak I sudah berangsur sembuh, buktinya dia mengenalku. Meskipun kepalanya masih sering sakit.

Sembuhkan dia ya Allah, kakakku yang baik hati, sabar, pintar, dan cantik itu. Semoga melalui cobaan ini, dosa-dosanya berguguran, menjadi manusia yang lebih baik insya Allah. Memberi hikmah baginya dan orang-orang di sekitarnya. Satu peristiwa lagi yang menyadarkanku, tak pernah ada yang abadi.

AYO MEMILIH (terkhusus untuk yang "masih" idealis)

Saya sengaja memilih jargon Pemilu 2014 sebagai judul agar menarik perhatian, tema pembicaraan yang lagi trending topic tahun ini. Sebagai warga negara yang baik, hak dan kewajiban memilih pemimpin harus dilakukan. Seburuk apapun sistem yang ada sekarang, tetap tak ada alasan untuk golput. Jangan sampai kita hanya menjadi penonton dengan teriakan protes sana sini tanpa ada kontribusi. Itu hanya menunjukkan jiwa kepengecutan yang awalnya bermaksud "baik". Dan memilih wakil rakyat adalah salah satu titik awal kontribusi untuk negara ini.

Jika ditanya masalah setuju atau tidaknya saya dengan pemerintahan saat ini, jawaban saya adalah fifty-fifty. Fifty yang pertama, setuju. Karena saya selalu yakin, dalam sebuah perkumpulan, pasti ada kaum mayoritas. Dan meski kecil, selalu pula ada kaum minoritas. Namanya juga minoritas, tertutupi oleh suara besar kaum mayoritas. Teringat kutipan dari salah seorang teman "kuantitas menentukan kualitas". Dalam situasi ini, saya setuju. Image yang terpampang pasti dikuasai kaum mayor, mau tidak mau image itu (baik/buruk) akan menempel pula pada kaum minor. Selalu seperti itu dalam sebuah tim, kesalingterkaitan gelombang emosi masing-masing pihak. Termasuk dalam hal pemerintahan, di tengah image yang terlanjut tercoreng di mata masyarakat, terdapat suara-suara kecil yang masih menggunakan nurani dan kebaikan. Bukankah Allah sendiri yang berfirman takkan diazab suatu wilayah jika masih ada yang beristigfar?

Fifty kedua, saya tidak setuju. Alasan masuk akalnya sudah saya paparkan di fifty pertama. Kerusakan sistem yang entah dimulai darimana, sudah menyebar ke berbagai sisi. Mirisnya, penyebaran hal buruk selalu lebih cepat dibandingkan hal baik. Menyalahkan satu sama lain bukanlah sikap yang tepat. Kerusakan ini bak lingkaran, entah di mana titik awalnya.

Kita kembali ke Pesta Rakyat yang sebentar lagi akan diadakan. Saya tidak terbiasa memaksakan pendapat kepada orang lain, tapi setelah pengungkapan secara retorika, biasanya banyak yang ikut. Dan pendapat saya adalah jika kita berada dalam suatu lingkaran, maka kewajiban kita mengikuti segala aturan dalam sistem itu, termasuk memilih tadi. sebagai bangsa yang berlandaskan hukum, ada UUD yang salah satu pasalnya mewajibkan kita memilih. Kalaupun kita belum bisa memperbaiki sistem, paling tidak kita sudah memberi kontribusi sebagai warga negara yang baik. Sabar saja, cepat atau lambat tanggung jawab negara akan jatuh di tangan kita, generasi muda. Dan saat itulah, siapa kita sebenarnya akan terkuak, mampu tidak menjadikan realitas yang dulunya sebatas idealitas.

Oke, kita masuk ke pembahasan kekurangan jika golput. Pertama, pelanggaran terhadap hukum yang jelas-jelas mengatur kita sebagai warga negara. Kedua, timbulnya dilema jika pemerintahannya berhasil dan dilema juga ketika pemerintahannya kurang berhasil. Jika berhasil, malu dong menikmati hasilnya. Jika kurang berhasil, kita tidak punya amunisi apa-apa untuk memprotes kebijakan pemerintah, kan gak dipake waktu Pemilu. Kecuali, kalo kita termasuk orang munafik. Intinya, setiap pilihan akan dipertanggungjawabkan, termasuk juga tidak memilih. Gunakan hak kita pada tempatnya, ini kan pestanya kita, jadi mari sama-sama dirayakan...

Rabu, 28 Mei 2014

Mama



Ada satu masa
Ketika saya mengatakan “tidak bisaka”
Kau berucap “nda akan pernah bisa orang kalo nda dicoba”
Ketika saya mengatakan “tidak mungkin”
Kau berucap “nda ada yang tidak mungkin”
Ketika saya mengatakan “bagaimana menurutta?”
Kau berucap “apapun keputusanmu, itulah yang terbaik”
Ketika saya mengatakan “mauka begini”
Kau berucap “silakan, selalu ada resiko di setiap perbuatan”
Tapi, di masa yang lain
Ketika saya menangis karena gagal
Ketika saya sakit karena jatuh
Ketika saya salah dalam melangkah
Ketika saya terpuruk akibat keras kepala
Kau jadi orang pertama yang memelukku
Kau jadi orang pertama yang mendoakanku
Kau jadi orang pertama yang menarikku bangkit kembali
Dan kau pula yang terakhir menyerah untukku
Sumber kekuatan sekaligus kelemahlembutan
Terima kasih telah menjadi madrasah pertamaku
Atas bekal ilmu terbaik
Saling mengingat di kala jauh
Saling mengingatkan di kala dekat

JURNAL 11 BULAN CAWA

Bismillahirrahmanirrahim Sabtu, 31 Agustus 24: Sekitar pukul setengah 9 malam, Cawa tidur setelah meminum susu dari botol susunya. Tapi, sek...