Aku selalu iri padanya, dalam hal positif tentu saja. Dia pintar, baik, dan cantik. Sifat sombong juga jauh darinya. Dia memberikan inspirasi tersendiri buatku. Dia sepupu jauhku, sebut saja namanya Kak I. Aku kenal dia dari kecil, tapi karena lama nda ketemu, aku sempat melupakannya. Suatu hari, saat aku kelas 6 SD Kak A (sekampungku), menanyakan sesuatu yang mengingatkanku lagi padanya. Ternyata, Kak A dan Kak I sekelas (waktu itu mereka sudah 3 SMP). Ternyata mereka berdua bertemu dengan bapakku di salah satu tempat fotokopian dan sempat ngobrol sama Kak I. Kak A pun bertanya, kenapa Kak I bisa mengenal bapakku. Dan dia jawab kalo bapakku itu omnya. Hal itu pun diceritakan Kak A kepadaku, and I tried to reminder her, then ahhaaa I got the answer, Kak I itu sepupu jauhku tadi. And I made up my mind, i was going to send mail for her by Kak A.
Ternyata surat itu dibalas oleh Kak I. Sempat malu juga saat itu, kertas surat dan tulisanku jelek dan dia membalasnya dengan kertas dan tulisan yang cantik. Kebetulan saat itu aku mendaftar di SMP (ditemani Kak A) yang sama dengannya, jadi saat pengambilan formulir, aku bertemu. Sempat ditraktir malah. Dan ada satu prinsipnya yang baru kutahu saat itu, dia belum mau pacaran, padahal cowok-cowok keren nan tajir pada antri. Tambah kagum dah. Tapi sayang, ini tahun terakhirnya di SMP tersebut. Aku tak pernah lagi berhubungan sampai tamat SMA.
Kami kontekan kembali ketika aku mendaftar di universitas yang sama dengannya. Aku juga lupa dapat nomor HP nya darimana. Akhirnya, aku beranikan diri menghubungi untuk minta tolong ditemani saat pengisian formulir. Tapi sayang, saat itu dia ada kuliah. Kabar baiknya, aku lulus di universitas tersebut. Kebetulan, fakultas kami tetanggaan, jadi frekuensi ketemunya akan sering. Di hari pertama kami bertemu (di mushola), aku kaget. Ternyata Kak I sudah menutup aurat dalam artian sebenarnya (bukan membungkus).
Waktu terus berlalu dan mengantarkanku pada gelar sarjana. Dari kabar yang kudengar, Kak I kerja di apotek dekat rumahnya di Makassar. Kami jarang berhubungan, hingga suatu hari ada kabar mengejutkan dari bapakku. Kak I sakit, dan sakitnya bukan medis. Dia sempat kehilangan kesadaran, mengamuk, dan membuka jilbabnya. Astagirullah. Saat aku menjenguknya, airmataku hampir jatuh. Lihatlah, sosok yang kukagumi sejak dulu, cantik, berprestasi, sekarang berjuang menghadapi takdirnya. Kecantikannya masih sama, hanya saja ingatan, perilaku, dan cara bicaranya sudah sangat berbeda. Tapi, ada setitik kebahagiaan yang muncul ketika ibunya mengatakan Kak I sudah berangsur sembuh, buktinya dia mengenalku. Meskipun kepalanya masih sering sakit.
Sembuhkan dia ya Allah, kakakku yang baik hati, sabar, pintar, dan cantik itu. Semoga melalui cobaan ini, dosa-dosanya berguguran, menjadi manusia yang lebih baik insya Allah. Memberi hikmah baginya dan orang-orang di sekitarnya. Satu peristiwa lagi yang menyadarkanku, tak pernah ada yang abadi.