Saya sengaja memilih jargon Pemilu 2014 sebagai judul agar menarik perhatian, tema pembicaraan yang lagi trending topic tahun ini. Sebagai warga negara yang baik, hak dan kewajiban memilih pemimpin harus dilakukan. Seburuk apapun sistem yang ada sekarang, tetap tak ada alasan untuk golput. Jangan sampai kita hanya menjadi penonton dengan teriakan protes sana sini tanpa ada kontribusi. Itu hanya menunjukkan jiwa kepengecutan yang awalnya bermaksud "baik". Dan memilih wakil rakyat adalah salah satu titik awal kontribusi untuk negara ini.
Jika ditanya masalah setuju atau tidaknya saya dengan pemerintahan saat ini, jawaban saya adalah fifty-fifty. Fifty yang pertama, setuju. Karena saya selalu yakin, dalam sebuah perkumpulan, pasti ada kaum mayoritas. Dan meski kecil, selalu pula ada kaum minoritas. Namanya juga minoritas, tertutupi oleh suara besar kaum mayoritas. Teringat kutipan dari salah seorang teman "kuantitas menentukan kualitas". Dalam situasi ini, saya setuju. Image yang terpampang pasti dikuasai kaum mayor, mau tidak mau image itu (baik/buruk) akan menempel pula pada kaum minor. Selalu seperti itu dalam sebuah tim, kesalingterkaitan gelombang emosi masing-masing pihak. Termasuk dalam hal pemerintahan, di tengah image yang terlanjut tercoreng di mata masyarakat, terdapat suara-suara kecil yang masih menggunakan nurani dan kebaikan. Bukankah Allah sendiri yang berfirman takkan diazab suatu wilayah jika masih ada yang beristigfar?
Fifty kedua, saya tidak setuju. Alasan masuk akalnya sudah saya paparkan di fifty pertama. Kerusakan sistem yang entah dimulai darimana, sudah menyebar ke berbagai sisi. Mirisnya, penyebaran hal buruk selalu lebih cepat dibandingkan hal baik. Menyalahkan satu sama lain bukanlah sikap yang tepat. Kerusakan ini bak lingkaran, entah di mana titik awalnya.
Kita kembali ke Pesta Rakyat yang sebentar lagi akan diadakan. Saya tidak terbiasa memaksakan pendapat kepada orang lain, tapi setelah pengungkapan secara retorika, biasanya banyak yang ikut. Dan pendapat saya adalah jika kita berada dalam suatu lingkaran, maka kewajiban kita mengikuti segala aturan dalam sistem itu, termasuk memilih tadi. sebagai bangsa yang berlandaskan hukum, ada UUD yang salah satu pasalnya mewajibkan kita memilih. Kalaupun kita belum bisa memperbaiki sistem, paling tidak kita sudah memberi kontribusi sebagai warga negara yang baik. Sabar saja, cepat atau lambat tanggung jawab negara akan jatuh di tangan kita, generasi muda. Dan saat itulah, siapa kita sebenarnya akan terkuak, mampu tidak menjadikan realitas yang dulunya sebatas idealitas.
Oke, kita masuk ke pembahasan kekurangan jika golput. Pertama, pelanggaran terhadap hukum yang jelas-jelas mengatur kita sebagai warga negara. Kedua, timbulnya dilema jika pemerintahannya berhasil dan dilema juga ketika pemerintahannya kurang berhasil. Jika berhasil, malu dong menikmati hasilnya. Jika kurang berhasil, kita tidak punya amunisi apa-apa untuk memprotes kebijakan pemerintah, kan gak dipake waktu Pemilu. Kecuali, kalo kita termasuk orang munafik. Intinya, setiap pilihan akan dipertanggungjawabkan, termasuk juga tidak memilih. Gunakan hak kita pada tempatnya, ini kan pestanya kita, jadi mari sama-sama dirayakan...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar