Minggu, 09 Juni 2013

Edisi Bromo, Surga yang Bocor


Sabtu, 9 Maret 2013. Ini jalan-jalan edisi kedua sekaligus terakhirku selama di Pare, soalnya bentar lagi ke Bandung. Awalnya sih nda mau ikut, tapi karena berbagai pertimbangan dan motivasi nda langsung dari teman, akhirnya goresan takdirku sudah ditentukan untuk ikut. Seperti liburan minggu lalu, yang urus keberangkatan juga adalah Mr. Faiz. Jadilah Sabtu malam yang lumayan dingin itu kami satu rombongan, satu mobil, satu tujuan, dan satu suara berangkat ke Bromo, salah satu tempat wisata yang sering jadi pilihan ketika ke Pare. Setelah semua peserta hadir, transaksi ini itu, maka mobil yang kami tumpangi pun siap melaju membelah malam menuju Bromo sekitar pukul 22.30 WIB. Tapi, ada satu hal yang membuat saya dan teman-teman kecewa, yaitu Mr. Faiz tidak turut serta bersama kami. Beliau ada acara keluarga keesokan harinya dan mewakilkan kami kepada seorang guide. Wiissssshhh, bagaimana di sana nanti, padahal kami belum terlalu kenal guide yang ini, siapa tahu nda semaksimal Mr. Faiz. Selain sang guide, turut pula teman-temannya yang merupakan kenalan baru bagi kami. Awalnya saya berpikir perjalanan ini akan menyenangkan dengan hadirnya teman baru, ternyata, , , Tapi sudahlah, yang mau saya ceritakan di sini adalah keindahan tempat-tempat yang kami kunjungi, masalah perasaan belakangan dah. Ok, here we go.

Sunrise di Gunung Pananjakan
Perjalanan ke Bromo begitu menakjubkan di malam hari. Jalanannya yang ekstrim menanjak memberikan pemandangan indah kota Malang dengan lampu-lampunya. Tapi sayang, mungkin karena masuk angin, perutku nda bisa diajak kompromi, sakit banget. Jadinya, saya cuma baring saja, sementara teman-teman sudah pada heboh ngajakin menyaksikan keindahan ciptaan-Nya tersebut. Tapi, sayang sekali perutku tetap saja masih sakit meski sudah dikasi minyak angin. Sesekali, saya tetap mencoba bangun dan ikut bersorak bersama mereka, tapi nda berlangsung lama. Sekitar pukul 3 lewat dikit, kami pun sampai di halte tempat mobil diparkir dan perjalanan ke atas digantikan oleh mobil pick up yang sudah disediakan. Terlihat masyarakat suku Tengger sudah mulai melakukan aktivitas kesehariannya. Setelah siap-siap, pake jaket 2 lapis, syal, kaos tangan, kacamata, kaos kaki, kupluk, dan membawa serta makanan ringan di tas, kami pun berangkat. Tempat pertama yang dikunjungi adalah Gunung Penanjakan untuk menyaksikan sunrise. Rencananya mau sholat Subuh di sana. Jalanan yang semakin menanjak dan udara khas pegunungan, memberikan kesejukan tersendiri. Tapi itu nda berlangsung lama, setelah mobil hampir sampai di tempat parkirnya, asap kendaraan bermotor di sekitar kami pun mau tidak mau terhirup hidung. Akhirnya kami turun dan ternyata harus jalan kaki atau naik ojek untuk sampai. Kami pun memilih naik ojek karena akan sangat capek kalo memilih jalan kaki di tempat menanjak waktu Subuh seperti ini. Di puncak ternyata sudah banyak orang, dan untuk sampai di tempat strategis menyaksikan sunrise, kami pun berdesak-desakan. Indah banget, menyaksikannya di tempat tinggi seperti ini. Setelah puas foto-foto, kami pun ke mushola untuk sholat, kemudian dilanjutkan dengan foto-foto lagi, serasa di mana gitu, apalagi banyak bule bertebaran, kayak liburan di luar negeri gettooohhhhh. Haha

Kaldera atau Lautan Pasir
Bukit Teletubbies
Akhirnya, kami pun turun untuk menuju tempat berikutnya, yaitu bukit Teletubbies di selatan gunung Bromo. Dinamakan demikian karena di tempat itu ada beberapa bukit berjejer yang mirip dengan bukitnya Teletubbies. Sepanjang perjalanan ke sana kami disuguhi savana Bromo yang merupakan lautan pasir atau kaldera dan pasirnya seolah-olah berbisik. Pernah jadi salah satu film layar lebar dengan judul yang sama, Pasir Berbisik. Tau kan, yang dibintangi sama Dian Sastro. Keindahannya nda bisa diungkapkan deh, nanti yah galeri fotonya nyusul. Secara nda sengaja, saya ketemu sama seniorku di Unhas, kakak Geofisika. Ternyata dia juga liburan weekend di sini, dan baru sampai di Pare beberapa hari yang lalu. Kami juga memutuskan sarapan di sini, dan pilihan kami adalah mie instant yang harganya 2 kali lipat dari yang sebenarnya. Tapi nda papalah, namanya juga kelaparan. Setelah misi wajib dilaksanakan (foto-foto.red), kami pun melaju membelah padang pasir menuju tempat tujuan inti kami, yaitu Gunung Bromo, go go go. Awalnya sih saya nda mau ikut ke puncak, tapi karena ketularan semangat teman-teman, akhirnya saya menguatkan diri untuk mendaki di hari yang mataharinya sudah mulai naik ini. Benar-benar maksimal kalo di gunung, cuacanya ekstrim gila. Dinginnya nda ketulungan, panasnya juga nda tanggung-tanggung. Perjalanan mendaki puncak Bromo benar-benar pengalaman yang nda akan saya lupakan. Bagaimana tidak, jalur pendakiannya tidak seperti jalur pendakian gunung pada umumnya. Karena selain jalan kaki, ada kuda sebagai alternatif lain yang akan membawa ke tangga menuju puncak Bromo. Jadilah, manusia dan kuda jalan saling berdampingan. Untuk menuju ke atas pun jalurnya tidak mudah karena terdiri dari beberapa bukit kecil yang harus didaki, ditambah panas yang luar biasa. Ada sekitar 1,5 km jarak yang harus ditempuh untuk sampai di anak tangga pertama menuju puncak. Tapi, kami tetap teguh untuk naik puncak menggunakan kaki sendiri, tanpa bantuan kuda-kuda itu. Setelah beberapa kali rehat sejenak, kami akhirnya sampai di satu-satunya penghalang antara kami dan puncak yang akan menyuguhkan indahnya kawah Bromo, anak tangga yang jumlahnya 250 an. Kami sangat terharu atas pencapaian yang indah ini, wiiiissshhhh. Dada juga rasanya berdebar, seolah-olah mau ketemu pertama kali dengan calon mertua, hehe. Bercanda ding.
Tangga menuju kawah Bromo

Setelah melalui satu-satunya penghalang itu, kami pun sampai di puncak Bromo yang wahhhh, nda bisa diungkapkan dengan kata-kata, cukup surga yang bocor saja dah, istilahnya orang sini. Gunung Bromo sendiri terbentuk dari letusan Gunung Tengger. Gunung Bromo terakhir meletus tahun 2011. Kawahnya yang masih aktif tersebut memiliki diameter 800 m utara-selatan dan 600 timur-barat. Banyak banget turis baik asing maupun domestik yang kami temui. Semuanya memiliki tujuan yang sama, menyaksikan keindahan Bromo, kawah, dan sekitarnya. Ada juga loh, backpacker yang tergabung dalam komunitas muslim, cewek lagi, hebat kan.




Kawah Bromo


Setelah puas menikmati panorama alam yang begitu menakjubkan ini, kami pun turun menuju pick up yang terparkir di bawah. Tapi sebelumnya, saya dan 2 teman ke pura suci suku Tengger yang terletak di tengah-tengah padang pasir. Pura ini digunakan sebagai tempat dilaksanakannya Upacara Yatya Kasada atau Upacara Kasodo. Next, kami akan melaju mencari tempat makan siang, setelah itu ke Batu Malang. Meski tidak seluas Bromo, tempat ini tidak kalah cantiknya. Jika di Bromo disuguhi pemandangan alam yang masih alami, Batu Malang malah sebuah taman buatan yang keren abis.

Pura Suci Suku Tengger

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

JURNAL 18 BULAN CAWA

Bismillahirrahmanirrahim Masya Allah, Tabarakallah akhirnya sampai di usia anakku yang ke-18 bulan dan bisa menulis kembali jurnalnya di sin...