Sabtu, 9 Maret 2013. Ini jalan-jalan edisi kedua sekaligus terakhirku
selama di Pare, soalnya bentar lagi ke Bandung. Awalnya sih nda mau ikut, tapi
karena berbagai pertimbangan dan motivasi nda langsung dari teman, akhirnya
goresan takdirku sudah ditentukan untuk ikut. Seperti liburan minggu lalu, yang
urus keberangkatan juga adalah Mr. Faiz. Jadilah Sabtu malam yang lumayan
dingin itu kami satu rombongan, satu mobil, satu tujuan, dan satu suara
berangkat ke Bromo, salah satu tempat wisata yang sering jadi pilihan ketika ke
Pare. Setelah semua peserta hadir, transaksi ini itu, maka mobil yang kami
tumpangi pun siap melaju membelah malam menuju Bromo sekitar pukul 22.30 WIB.
Tapi, ada satu hal yang membuat saya dan teman-teman kecewa, yaitu Mr. Faiz
tidak turut serta bersama kami. Beliau ada acara keluarga keesokan harinya dan
mewakilkan kami kepada seorang guide. Wiissssshhh, bagaimana di sana nanti,
padahal kami belum terlalu kenal guide yang
ini, siapa tahu nda semaksimal Mr. Faiz. Selain sang guide, turut pula teman-temannya yang merupakan kenalan baru bagi
kami. Awalnya saya berpikir perjalanan ini akan menyenangkan dengan hadirnya
teman baru, ternyata, , , Tapi sudahlah, yang mau saya ceritakan di sini adalah
keindahan tempat-tempat yang kami kunjungi, masalah perasaan belakangan dah. Ok, here we go.
 |
Sunrise di Gunung Pananjakan |
Perjalanan ke Bromo begitu menakjubkan di malam hari. Jalanannya yang
ekstrim menanjak memberikan pemandangan indah kota Malang dengan
lampu-lampunya. Tapi sayang, mungkin karena masuk angin, perutku nda bisa
diajak kompromi, sakit banget. Jadinya, saya cuma baring saja, sementara teman-teman
sudah pada heboh ngajakin menyaksikan keindahan ciptaan-Nya tersebut. Tapi,
sayang sekali perutku tetap saja masih sakit meski sudah dikasi minyak angin.
Sesekali, saya tetap mencoba bangun dan ikut bersorak bersama mereka, tapi nda
berlangsung lama. Sekitar pukul 3 lewat dikit, kami pun sampai di halte tempat
mobil diparkir dan perjalanan ke atas digantikan oleh mobil pick
up yang sudah disediakan. Terlihat masyarakat suku
Tengger sudah mulai
melakukan aktivitas kesehariannya. Setelah siap-siap, pake jaket 2 lapis, syal,
kaos tangan, kacamata, kaos kaki, kupluk, dan membawa serta makanan ringan di
tas, kami pun berangkat. Tempat pertama yang dikunjungi adalah Gunung
Penanjakan untuk menyaksikan sunrise. Rencananya mau sholat Subuh di sana. Jalanan yang semakin menanjak dan udara khas
pegunungan, memberikan kesejukan tersendiri. Tapi itu nda berlangsung lama,
setelah mobil hampir sampai di tempat parkirnya, asap kendaraan bermotor di
sekitar kami pun mau tidak mau terhirup hidung. Akhirnya kami turun dan
ternyata harus jalan kaki atau naik ojek untuk sampai. Kami pun memilih naik
ojek karena akan sangat capek kalo memilih jalan kaki di tempat menanjak waktu
Subuh seperti ini. Di puncak ternyata sudah banyak orang, dan untuk sampai di
tempat strategis menyaksikan sunrise,
kami pun berdesak-desakan. Indah banget, menyaksikannya di tempat tinggi
seperti ini. Setelah puas foto-foto, kami pun ke mushola untuk sholat, kemudian
dilanjutkan dengan foto-foto lagi, serasa di mana gitu, apalagi banyak bule
bertebaran, kayak liburan di luar negeri gettooohhhhh. Haha
 |
Kaldera atau Lautan Pasir |
 |
Bukit Teletubbies | |
Akhirnya, kami pun turun untuk menuju tempat berikutnya, yaitu bukit Teletubbies di selatan gunung Bromo. Dinamakan demikian karena di tempat itu ada beberapa
bukit berjejer yang mirip dengan bukitnya Teletubbies.
Sepanjang perjalanan ke sana kami disuguhi savana Bromo yang merupakan
lautan pasir atau kaldera dan pasirnya seolah-olah berbisik. Pernah jadi salah
satu film layar lebar dengan judul yang sama, Pasir Berbisik. Tau kan, yang dibintangi
sama Dian Sastro. Keindahannya
nda bisa diungkapkan deh, nanti yah galeri fotonya nyusul. Secara nda sengaja,
saya ketemu sama seniorku di Unhas, kakak Geofisika. Ternyata dia juga liburan weekend di sini, dan baru sampai di Pare
beberapa hari yang lalu. Kami juga memutuskan sarapan di sini, dan pilihan kami
adalah mie instant yang harganya 2
kali lipat dari yang sebenarnya. Tapi nda papalah, namanya juga kelaparan.
Setelah misi wajib dilaksanakan (foto-foto.red), kami pun melaju membelah
padang pasir menuju tempat tujuan inti kami, yaitu Gunung Bromo, go go go.
Awalnya sih saya nda mau ikut ke puncak, tapi karena ketularan semangat
teman-teman, akhirnya saya menguatkan diri untuk mendaki di hari yang
mataharinya sudah mulai naik ini. Benar-benar maksimal kalo di gunung, cuacanya
ekstrim gila. Dinginnya nda ketulungan, panasnya juga nda tanggung-tanggung.
Perjalanan mendaki puncak Bromo benar-benar pengalaman yang nda akan saya
lupakan. Bagaimana tidak, jalur pendakiannya tidak seperti jalur pendakian
gunung pada umumnya. Karena selain jalan kaki, ada kuda sebagai alternatif lain
yang akan membawa ke tangga menuju puncak Bromo. Jadilah, manusia dan kuda
jalan saling berdampingan. Untuk menuju ke atas pun jalurnya tidak mudah karena
terdiri dari beberapa bukit kecil yang harus didaki, ditambah panas yang luar
biasa. Ada
sekitar 1,5 km jarak yang harus ditempuh untuk sampai di anak tangga pertama
menuju puncak. Tapi, kami tetap
teguh untuk naik puncak menggunakan kaki sendiri, tanpa bantuan kuda-kuda itu.
Setelah beberapa kali rehat sejenak, kami akhirnya sampai di satu-satunya
penghalang antara kami dan puncak
yang akan menyuguhkan indahnya kawah Bromo, anak tangga yang
jumlahnya 250 an. Kami sangat terharu atas pencapaian yang indah ini,
wiiiissshhhh. Dada juga rasanya berdebar, seolah-olah mau ketemu pertama kali
dengan calon mertua, hehe. Bercanda ding.
 |
Tangga menuju kawah Bromo |
Setelah melalui
satu-satunya penghalang itu, kami pun sampai di puncak Bromo yang wahhhh, nda
bisa diungkapkan dengan kata-kata, cukup surga yang bocor saja dah, istilahnya
orang sini. Gunung Bromo sendiri terbentuk dari letusan Gunung Tengger. Gunung
Bromo terakhir meletus tahun 2011. Kawahnya yang masih aktif tersebut memiliki
diameter 800 m utara-selatan dan 600 timur-barat. Banyak banget turis baik
asing maupun domestik yang kami temui. Semuanya memiliki tujuan yang sama,
menyaksikan keindahan Bromo, kawah, dan sekitarnya. Ada juga loh, backpacker yang tergabung dalam
komunitas muslim, cewek lagi, hebat kan.
 |
Kawah Bromo |
Setelah puas
menikmati panorama alam yang begitu menakjubkan ini, kami pun turun menuju pick up yang terparkir di bawah. Tapi
sebelumnya, saya dan 2 teman ke pura suci suku Tengger yang terletak di
tengah-tengah padang pasir. Pura ini digunakan sebagai tempat dilaksanakannya
Upacara Yatya Kasada atau Upacara Kasodo. Next,
kami akan melaju mencari tempat makan siang, setelah itu ke Batu Malang. Meski
tidak seluas Bromo, tempat ini tidak kalah cantiknya. Jika di Bromo disuguhi
pemandangan alam yang masih alami, Batu Malang malah sebuah taman buatan yang
keren abis.
 |
Pura Suci Suku Tengger |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar