Niat
untuk mendaftar beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) sebenarnya
sudah ada sejak tahun lalu, tahun 2013. Tetapi, berbagai kendala baik dari hal
internal sampai pengaruh eksternal sukses membuatku melupakan cita-cita besar
itu. Dari kekurang-PD-an sampai tercekik sendiri melihat nilai TOEFL yang
dibutuhkan dan syarat lainnya. Ditambah lagi belum dapat LoA dari universitas
tujuan. Dengan terpaksa, mimpi itu dikubur. Memasuki tahun 2014, niat dan semangat
untuk melanjutkan pendidikan semakin menggebu. Dan aku sadar, harus ada pendukung
baik dari segi moril maupun materiil. Tidak mungkin merepotkan orang tua
kembali dengan biaya pascasarjana yang lumayan tinggi. Itu sudah menjadi
janjiku dari dulu. Artinya, aku harus mengusahakan sendiri biayanya, salah satu
solusinya adalah mengurus beasiswa. Dan kembali, LPDP menjadi pilihan.
Alhamdulillah nilai TOEFL sudah 513, tinggal memacu semangat diri untuk menulis
esai dan rencana studi plus mencari orang yang tepat untuk memberi surat
rekomendasi. Pilihanku adalah Bu Nurlaela Rauf, dosen sekaligus pembimbing
skripsiku. Karena belum mendapat LoA dari universitas tujuanku yaitu Institut
Teknologi Bandung, maka pengurusan administrasi beasiswa LPDP kulakukan bersamaan
dengan pengurusan kelengkapan berkas pascasarjanaku.
Dengan bekal berkas yang dibutuhkan dan
semangat meraih kehidupan serta masa depan yang lebih baik, kuberanikan diri
mendaftar online di situs LPDP.
Merupakan suatu keberuntungan karena tanpa sepengetahuanku, hari itu merupakan
H-2 pendaftaran untuk batch Maret. Artinya,
hampir saja proses seleksi berkasku dialihkan ke batch selanjutnya. Selama menanti pengumuman hasil seleksi
administrasi, aku menjadi stalker
grup facebook “Beasiswa LPDP”. Sore
tepat tanggal 10 April 2014, penantian itu berakhir. Bagai menemukan oase, aku melihat namaku terpampang
jelas di urutan ke-4 dari bawah (menurut abjad) untuk Program Magister Dalam
Negeri. Jadilah sore itu merupakan salah satu momen terindah dalam hidupku,
menjadi calon awardee LPDP. Tinggal
menunggu undangan resmi jadwal wawancara dan Leaderless Group Discussion (LGD) dari LPDP via email.
Dua hari kemudian, aku kaget membaca
jadwal seleksi wawancara dan LGD untuk daerah Makassar dan Surabaya yaitu tanggal
15-16 April, dan belum ada email
apapun dari LPDP. Aku pun mengonfirmasinya di grup facebook dan ternyata banyak yang bernasib sama denganku. Salah
satu dari calon awardee memberikan
solusi untuk mengirimkan email ke
LPDP. Alhamdulillah, kurang dari 24
jam undangan untuk menghadiri seleksi wawancara dan LGD pun tiba. Pada hari
yang ditentukan, bertempat di Gedung Phinisi Universitas Negeri Makassar, aku
memaksimalkan seluruh kemampuan yang kumiliki di meja interviewer dan meja bundar LGD. Keluasan pengetahuan akademik dan ujian
mental merupakan hal yang ditekankan. Pertanyaan-pertanyaan interviewer kujawab dengan tenang,
hingga interviewer ke-3 menanyakan
sepak terjang organisasiku di kampus. Mulai dari proses hingga hasil
pengkaderan mahasiswa baru. Meski agak keras, apa yang dinyatakannya kuakui
benar adanya. Aku hanya tersenyum dan mengatakan bahwa segala sesuatu memiliki
kekurangan dan masih butuh penyempurnaan. Di ruang LGD, saya dan 3 teman
lainnya masing-masing diberi sebuah artikel dengan tema yang sama “Pro dan
Kontra Kurikulum 2013”. Kami diberi kesempatan 10 menit untuk membaca dan
menyimpulkan, 35 menit berikutnya digunakan untuk diskusi. Pengalaman tak kalah
mengharukan pun kualami. Artikel tersebut ternyata bolak-balik dan aku baru
menyadarinya di detik-detik terakhir. Alhasil, aku hanya membaca bagian
belakang artikel. Dengan modal
percaya diri, diskusi berlanjut. Aku pun berhak bernapas lega ketika kedua
seleksi itu berhasil kulewati.
Kurang lebih dua minggu kemudian,
penetapan hasil seleksi wawancara dan LGD pun keluar. Dan takdir lulus pun
berpihak kembali kepadaku. Artinya, tinggal satu tahap menuju awardee LPDP, Pelatihan Kepemimpinan
(PK). Menurut hipotesis awalku, bagian ini akan sangat berkesan. Setelah
dilakukan voting usulan tanggal dan
bulan PK, namaku masuk ke dalam jajaran peserta PK angkatan 13 (PK13) yang akan
diadakan di Wisma Hijau 15-21 Juni 2014. Dimulailah hari-hari sibuk menjelang
PK (pra-PK). Kami dibagi dalam beberapa kelompok dan harus berkoordinasi
melalui mailing list. Tugas I adalah
pemilihan ketua angkatan pra-PK. Melalui musyawarah dan voting, dari 3 kandidat, terpilihlah Amry Fitra tapi belum disahkan
oleh pihak LPDP. Sebelum Amry fix menjadi
ketua, pihak LPDP memanggil perwakilan dari PK13 untuk menghadap ke kantor LPDP
di Jakarta. Ada kekeliruan dalam tugas I kami. Karena Amry saat itu posisinya
di Malang dan dikhawatirkan tidak dapat menghadap tepat waktu, maka teman yang
berdomosili di Jakarta, Rendy Dalimunthe siap menggantikan Amry. Ternyata,
ketua kami ini sangat bertanggung jawab, dia berangkat ke Jakarta saat itu juga
dan mendapat apresiasi luar biasa dari Pak Kamil, PIC LPDP, yaitu dijemput di
bandara.
Setelah tugas I beres, menyusullah
tugas-tugas berikutnya yang meskipun tidak terlalu susah, tapi deadline yang sempit membuat kami
ketar-ketir. Bahkan, cobaan berikutnya adalah sebelum satu tugas selesai, tugas
lainnya menyusul bak aliran air. Disinilah koordinasi dan kekompakan kelompok
dibutuhkan. Kelompok awal dirombak dan terbentuklah 7 kelompok resmi dari LPDP
dengan nama-nama pahlawan. Saya sendiri tergabung dalam kelompok 7, Halim
Perdanakusuma. Kelompok yang kelak akan menjadi maskot PK 13, kelompok yang
muda, berani, dan tangguh, kelompok ter-PD yang pernah ada. Dan saya bangga
menjadi bagian mereka. Hari-hari baruku diisi oleh kumpulan tugas dan keceriaan
mereka. Meski belum pernah bertemu, tapi kami merasa sudah saling mengenal
sejak lama. Raga tak bertemu, tapi jiwa senantiasa terpaut. Setelah berkutat
dengan tugas selama 2 minggu, hari yang dinantikan pun tiba, hari keberangkatan
kami ke Wisma Hijau, hari yang merupakan start
point kami menjadi calon pemimpin masa depan Indonesia.
Pukul 17.32 di tanggal 14 Juni 2014,
aku bersama 2 orang lainnya sampai di Bandara Soekarno-Hatta setelah menempuh
perjalanan ±2 jam dari Makassar. Sempat bingung juga mau nginap di mana, meski
ada beberapa pilihan. Tapi, jarak dan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai
Wisma Hijau hari Ahad pukul 08.00 menjadi pertimbangan. Akhirnya, kami
memutuskan menuju hotel tempat menginap salah seorang peserta PK 13 juga.
Sebelumnya kami sudah saling kenal saat wawancara di Makassar. Esoknya, kami dijemput
oleh teman PK 13 menuju Wisma Hijau. Meski sempat nyasar, kami akhirnya sampai
juga di TKP. Dan perkenalan pun dimulai. Aku langsung bergabung dengan teman
kelompokku dan teman-teman yang lain. Aktivitas baru pun dimulai. Banyak
kejadian lucu dan mengharukan di sana, semuanya akan terangkum di ceritaku
selanjutnya.