Bandung,
1 April 2013, pagi-pagi. . .
Aku
tidak pernah berpikir aku akan “terdampar” di kota ini, yah Bandung. Kota yang
begitu asing bagiku. Tapi, namanya sebuah cita-cita, sesuatu harus dikorbankan.
Dan kali ini, yang harus kukorbankan adalah pisah sementara waktu dengan
keluarga dan sahabat-sahabatku untuk mengarungi mimpi yang sudah kususun, insya
Allah lanjut S2. Banyak yang mengatakan “you are so brave”, tapi menurutku ini
adalah sebuah kenekatan. Kita harus keluar dulu dari zona nyaman yang selama
ini kita yakini untuk mendapatkan zona yang lebih nyaman. Bukankah hidup terus
berlanjut dan dunia tempat kita berpijak terus berputar, itu berarti tidak ada
yang abadi di dunia ini, segalanya akan dan harus berubah. Maka untuk mengikuti
perubahan itu, kita juga harus melangkah. Setidaknya itulah pemahamanku
sekarang. Aku harus terus memperbaiki kualitas diri. Kata pepatah, segalanya
tidak ada yang abadi di dunia ini, maka ketika dia datang nikmatilah dan ketika
dia pergi lepaskanlah. Selalu ada celah untuk bersyukur atas kurnia-Nya. Allah
sang Pemegang Hidup, yang cinta-Nya tak pernah putus untuk kita
hamba-hamba-Nya. Aku yakin momen ini akan menjadi sebuah coretan kecil untuk “my unforgettable moment”.
Sebelum
ke Bandung, aku di Pare Kediri dulu 2 bulan, ikut kursus bahasa Inggris untuk
mempermantap TOEFL_syarat penting lanjut S2_. Di sana hidupku benar-benar
indah. Mau ke mana-mana pake kendaraan pribadi (sepeda), jadi gak ada yang
namanya BT. Teman-temanku juga sangat baik dan sepertinya kami sudah kenal
lama. Makanannya sehat dan murah. Pokoknya, jempol deh buat Pare, one packaging is the best. Tapi, seperti yang kubilang tadi, segala sesuatu
dinamis, gak statis. So, life must go on.
Saat tiba untuk dinikmati, maka nikmatilah tapi sesuatu itu harus ditinggalkan
suatu saat. Begitu pula dengan kenyamanan di Pare. Tujuan akhir harus tetap
jadi prioritas. Meskipun keadaannya beda banget dengan di Bandung, hidup
individual dan mahal, tapi aku yakin ada potongan yang juga akan memberi kisah
tersendiri. Setiap sesuatu memiliki sisi positif yang layak diabadikan dan sisi
negative yang harus diambil hikmahnya. Paling tidak kesendirianku ini aku
gunakan untuk belajar dalam diam dan sunyi, termasuk muhasabah diri. Tidak
boleh ada kata mengeluh di sini, karena ini adalah konsekuensi yang harus
kuterima dari keputusanku. Allahumma
yassir wa laa tu’assir, innallaha ma’ana, fainna ma’al usri yusra. . .
Bandung,
10 April 2013, Pukul 13.29. . .
Hari
ini adalah H-2 dari tanggal tes TOEFL ku dan H-3 dari tes TPA. Deg-degan nya
makin kerasa, apalagi kalo mengingat kemampuanku. Ya Allah, kenapa aku tambah
pesimis gini. Apalagi sekarang, mendekati hari H, aku makin gak bisa tidur
ngebayanginnya. Tapi tadi temanku mengatakan kalo rejeki itu gak akan ke mana,
sudah ada yang atur. Bener juga sih. Insya Allah semuanya akan baik-baik saja,
yang penting aku udah berusaha dan berdoa, “ Human proposes, God disposes”. Semangat karena Allah….