Beberapa
waktu yang lalu, saya berbagi cerita dengan seorang teman, sebut saja Fulanah.
Entah mengapa, pembicaraan kami terseret ke arah sensitif, lamaran. Jadi dia
cerita, seorang petinggi di kampusnya dulu, sebut Fulan, menyatakan akan
melakukan “silaturahmi kembali” dengannya setelah lama tidak bertemu, alias
bertamu ke rumah Fulanah itu. Secara tersurat memang belum ada kata lamaran,
hanya Fulan mengatakan bahwa dia mau mengenal Fulanah lebih dekat lagi,
langsung di depan orang tuanya. Qadarallah, di hari-H ternyata bertabrakan
dengan jadwal acara lain dari Fulanah, akhirnya dibuatlah kesepakatan mengenai
waktu bertamunya Fulan, agar tidak ada acara yang dikorbankan. Tepat di waktu
yang sudah disepakati, Fulan ternyata belum muncul. Hingga malam tiba, Fulan
tetap tak kelihatan plus tanpa kabar
apapun. Tentu saja ada pertanyaan besar dan kekecewaan dari Fulanah. Esoknya
(kalau nda salah ingat), Fulanah mengirim BBM ke Fulan, menanyakan mengapa dia
tidak datang, tapi jawaban apa yang didapatkan? Malah si Fulan menyalahkan
Fulanah dan mengaku kecewa kepadanya. Lah, Fulanah jelas bingung, yang kecewa
siapa, yang disalahkan siapa.
Dari
sini, saya jadi berpikir, ternyata pengalaman seabrek di sebuah organisasi,
bahkan memegang posisi tertinggi, tidak menjamin akhlaknya seperti apa.
Wallahu’alam yang terjadi sebenarnya, tapi paling tidak kita bisa mengambil
pelajaran berharga dari peristiwa ini. Bahwa memilih seseorang yang akan
menemani kita menghabiskan usia tak bisa dengan hanya melihat secara fisik,
misal prestasi dan pengalaman, meski bisa saja mendukung. Mungkin dia mampu
memimpin banyak manusia dengan berbagai karakter, tetapi belum tentu mampu
menangani seorang manusia yang berpredikat istri. Mungkin dia mampu mencetak
prestasi di luar dan di dalam negeri, tapi menjadi sandaran bagi seorang istri
dia tak mampu. Dan mungkin, dia bisa memberi banyak kalimat motivasi bagi yang
lain, tapi menenangkan hati seorang istri tak sanggup dia lakukan. Saya tidak
bermaksud menjudge perorang atau
pergolongan, hanya saja sebagai bahan pertimbangan saja, termasuk saya yang
masih silau dengan prestasi yang terlihat.
Di
lain sisi, banyak juga pemimpin yang sukses di negara, sukses di keluarga,
Rasulullah SAW. Sukses di prestasi, sukses memuliakan istri, BJ Habibie. Sukses
sebagai motivator, sukses sebagai pelopor dalam rumah tangga, Mario Teguh. Kita
hanya cukup meluruskan niat, memperbaiki diri, berdoa terutama, agar diberi
kesiapan dalam memilih dan dipilih, hingga tak salah pilih, insya Allah. Dan
Allah akan mempertemukan di perjalanan bagi orang-orang dengan tujuan yang
sama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar