Minggu, 24 April 2016

AKHWAT TRIP TO SOLO

Perjalanan ke Solo menggunakan kereta api memakan waktu sekitar 1 jam. Dari Stasiun Tugu, kami “menumpang” Prambanan Ekspres ke kota Solo, Sabtu 23 Januari kemarin. Sayangnya, perjalanan kami diawali oleh peristiwa yang kurang enak, salah seorang teman yang juga akan berangkat, terlambat tiba di stasiun, hingga kami pun meninggalkannya. Jumlah yang awalnya 10 orang, akhirnya menjadi 9 orang. Pukul 9 lebih, kami tiba di Stasiun Balapan Solo, dan menunggu Al, salah seorang ukhti HIMMPAS yang akan menjemput kami. Pukul 10 kurang, kami dapat kejutan dari Al, ternyata dia menjemput kami bersama dengan kedua orang tuanya, 2 mobil, salah satunya dikendarai ayahnya dan lainnya dikemudikan bundanya. Masya Allah, betapa baiknya mereka sekeluarga, ya Allah berkahi keluarga mereka. Destinasi pertama adalah rumah Al, di sana kami dijamu makanan berat dan snack. Setelah makan dan berbincang sedikit, kami diantarkan ayahnya ke Pasar Klewer, pasar terkenal di kota Solo, pusat grosir dan eceran, dan ternyata bundanya memiliki salah satu kios di pasar tersebut, khusus menjual jaket. Kami dengan riangnya memilih dan memilah barang dagangan bunda Al, apalagi harganya yang sangat miring. Setelah “merusuh”, kami pamit menuju keraton, tetapi sebelumnya kami mampir sholat dzuhur di Mesjid Ageng Solo. Mesjid yang arsitektur keratonnya masih asli, ukirannya, bagian/ruangan per mesjid, masih memberikan suasana kerajaan tempo dahulu kala, meski kata Al ada beberapa bagian yang sudah dipugar untuk mengokohkan bangunannya. Airnya pun sangat segar, serasa ingin mandi.

Perjalanan dilanjutkan ke keraton, dengan membeli tiket masuk terlebih dahulu. Seperti kaum wanita pada umumnya, setiap momen dipotret, termasuk saat kami baru memasuki pintu masuk keraton. Berfoto di pendopo, di depan museum, di depan menara, dan di tempat-tempat strategis untuk diabadikan. Ada peraturan unik ketika memasuki area keraton, yang menggunakan sendal harus dilepas. Untungnya, definisi sendal di sini adalah yang tidak memiliki tali belakang, jadi meski terbuka di bagian depan, alas kakiku dihitung sepatu. Saat memasuki area keraton, aura kerajaan makin kental terasa. Saya sempat membayangkan posisi prajurit-prajurit berdasarkan wilayah kerjanya masing-masing di dalam keraton. Bagaimana halaman luas digunakan mereka untuk berlatih fisik, wajah senang warga saat menyaksikan pertunjukan seni keraton, saat mereka duduk membicarakan kepentingan kerajaan dan menerima tamu utusan kerajaan lain di pendopo, dan semua peristiwa khas film kolosal yang sering saya ikuti di TV dulu.

Di wilayah ini, ada 2 museum. Satu museum untuk penyebar Islam ke Nusantara, yaitu Wali Songo, lainnya adalah museum alat-alat berperang, alat-alat masak, kendaraan dan semua perlengkapan kerajaan. Saya sempat terpesona dengan tulisan di salah satu dinding museum “WILUJENGAN MERUPAKAN SELAMATAN YANG SUDAH MENTRADISI DI MASYARAKAT JAWA, DOA-DOANYA MEMAKAI LAFAL ISLAM TETAPI KELENGKAPANNYA MENGGUNAKAN SESAJI CARA JAWA [AKULTURASI/PERCAMPURAN ISLAM DAN BUDAYA JAWA”. Dari tulisan tersebut tersirat bahwa saat pemerintahan Kasunanan Surakarta tersebut, Wali Songo menyebarkan agama Islam dengan mengadaptasi kebudayaan setempat , agar Islam mudah diterima, meski tradisi yang mengandung kesyirikan belum bisa dihapus maksimal. Di museum ini juga terdapat wayang, yang mungkin saja digunakan Wali Songo sebagai media syiar Islam. Di bagian lain, terdapat Al-Quran yang terjemahannya menggunakan bahasa Jawa. Karena keterbatasan waktu, kami belum sempat mengunjungi museum Wali Songo.

Kami kembali ke Pasar Klewer untuk belanja ole-ole pakaian, lalu melanjutkan perjalanan ke destinasi terakhir, Taman Balekambang. Di pintu masuk, tertulis sejarah taman ini dibangun. Konon, taman ini dibangun oleh Mangkunegoro VII pada 26 Oktober 1921, sebagai simbol cinta untuk kedua putri beliau. Itulah sebabnya, di awal pembangunannya, taman ini terbagi 2 wilayah, Partini Tuin (Taman Air Partini) dan Partinah Bosch (Hutan Kota Partinah). Kedua taman inilah yang dikenal dengan Taman Balekambang. Ada beberapa rusa dan angsa di sini. Terdapat pula danau buatan yang dilengkapi perahu dayung model bebek, naga dan rumah-rumahan. Setelah puas menjelajahi kota Solo dengan wisata dan belanjanya, kami kembali ke Jogja untuk melanjutkan aktivitas umum seorang mahasiswa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

JURNAL 11 BULAN CAWA

Bismillahirrahmanirrahim Sabtu, 31 Agustus 24: Sekitar pukul setengah 9 malam, Cawa tidur setelah meminum susu dari botol susunya. Tapi, sek...