Selasa, 28 Januari 2020

Antara Ambisi dan Berpasrah Diri

Kamu tau arti perjuangan?
Membuat sesuatu menjadi nyata milikmu
Merayakan keberhasilan atas pencapaianmu
Dahulu, definisi ini kuyakini
Sampai pada satu saat
Ketika takdir mengajarkan keikhlasan
Bahwa sebesar apapun usaha dan doa, Allah lebih tau yang tepat

Yah, dahulu kusebut ambisi
Harus lulus di kampus impian ITB
Melanjutkan pendidikan strata 2
Dua kali dalam dua tahun kucoba berjuang menaklukkannya
Dan dua kali pula saya gagal
Ya Allah apa maksud semuanya

Di tahun kedua, selain di ITB kucoba mencari kampus lain
UGM lah yang jatuh sebagai pilihan
Setelah berserah, berusaha dan berdoa, Allah bukakan jalan itu
Lulus beasiswa full LPDP
Melanjutkan kuliah di pilihan kedua
Tak apa, Allah pasti memiliki rencana terbaik

Kujalani dengan ikhlas
Kumaksimalkan perjuangan
Yang ternyata justru baru dimulai
Mempertahankan IPK
Mengejar ketertinggalan
Dan belajar mengenal diri
Dalam bingkai himpunan mahasiswa muslim pascasarjana
Belajar menjadi pemimpin
Membagi waktu dengan beban akademik seabreg
Tapi, justru pelajaran barunya di sini

Akhirnya kusimpulkan
Bahwa usaha dan doa tak cukup
Harus ada pasrah yang menyertai
Tawakal tepatnya
Karena sehebat apapun rencana
Ada Dia Yang Maha Pembuat Skenario Terbaik

Minggu, 26 Januari 2020

Memeluk Doa

Dahulu ketika saya kecil, setiap ada permintaan, selalu doa yang menjadi senjata utama. Dalam setiap sujud dan tengadah tangan, sesederhana itu. 
Mulai dari hal ringan seperti meminta jadi juara kelas, pindah ke kelas unggulan, mama menjadi sahabat, mau liburan ke Makassar, dibelikan sepatu baru, hingga yang berat seperti masuk surga dan kesembuhan bapak. 

Dahulu, doa menjadi suatu rutinitasku, tempat curhatku selain diary tentunya. Setelahnya, akan ada rasa lega yang tak bisa kuungkapkan. Yah itu dahulu, saat masalah belum serumit orang dewasa, saat keyakinanku menggunung bahwa Allah mendengarku dan saat aku masih kecil. 

Mengapa justru saat dewasa, keragu-raguan berdoa kadang kualami. Galau tidak jelas, lebih mendengarkan ucapan manusia lain, lebih berharap ke makhluk-Nya dan kadang prasangka buruk ke Allah tak bisa kuhindari. Maafkan Ya Allah, maafkan jika selama ini saya sudah merasa "dewasa", saya sudah jarang memeluk doa, menjadikannya kekuatan. Maafkan Ya Allah, jika saat berdoa pun saya kadang ragu, kadang tak yakin, padahal Yang Maha Mengabulkan hanya Engkau. Yang lebih besar dari doa-doaku sudah Engkau berikan tanpa kuminta.

Kali ini izinkan doa-doaku terpusat pada satu permintaan dunia akhiratku. Mudahkan perjuangannya menghalalkanku, memintaku pada orang tuaku, lemah lembutkan hati orang tuanya untuk menerimaku, dan berkahilah semuanya. Sesungguhnya Engkau Yang Maha Tahu yang terbaik untuk hamba-hamba-Mu.

Sesungguhnya hati ini telah ada pilihan. Semoga sesuai dengan pilihan-Mu. Aamiin

Minggu, 12 Januari 2020

Sang Guru Kehidupan

Bismillahirrahmanirrahim
Setiap tempat adalah sekolah, setiap orang adalah guru. Itu kalimat ngutip. Bagiku, guru kehidupan pertamaku adalah mama dan bapak. Selain karena mereka memang berprofesi sebagai guru. Sifat keduanya sangat berbeda. Mama yang dari kecil mandiri, terbiasa dominan dan memutuskan apapun sendiri, sangat berbeda dengan bapak yang selalu bergantung ke mama, yang selalu meminta pendapatnya bahkan kadang keputusan penting dibuat oleh mama. 

Hal tersebut memberi dampak positif dan negatif untukku. Dampak positifnya, jika mama setuju dengan pilihanku, maka bisa dipastikan 90% bapak ikut. Sebaliknya, jika apa yang kuputuskan mama kurang setuju, bapak kadang tidak bisa berbuat apa-apa. Itu dulu, ketika saya masih kecil. Sekarang, kadang malah bapak yang minta pendapatku. Jika saya bilang iya, bapak biasanya ikut, meski mama bilang tidak. 

Dominannya mama menurun padaku. Mulai jurusan saat kuliah sampai keputusan penting saat kerja, kadang kuputuskan sendiri, tapi tetap diskusi dahulu dengan Allah dan mama. Salah satunya, mendaftar CPNS tahun ini. Mama memberikan saran agar mendaftar, tapi saya berhasil meyakinkan bahwa dalam dunia kerja, selain gaji, lingkungan juga harus mendukung, kenyamanan itu yang utama. Nyaman dan aman. Dalam hal memilih suami pun, saya banyak berdiskusi dengan mama. Beliau hanya memberi saran, jangan yang kerjanya jauh yah nak. Mungkin beliau merasakan bagaimana dukanya ketika anaknya harus merantau ke Jogja waktu melanjutkan pendidikan. Saya hanya mengiyakan, Bismillah. Ridho orang tua adalah ridho-Nya. Mama hanya bilang, Insya Allah ada yang dekat akan menjadi jodohmu. Aamiin... 

Sekarang, bapak lebih sering curhat. Mulai dari masalah pagar sampai mobil. Dan semuanya minta pendapatku. Dalam hal ini, saya lebih tahu dan mengerti, suami seperti apa yang saya butuhkan, tentunya dengan tetap meminta petunjuk-Nya. Suami yang mengerti kedominanan istrinya, si pembuat keputusan tanpa mengabaikan saran istrinya, si lelaki yang tak otoriter, ikhwan yang siap menerima keras kepala istrinya untuk hal yang menurutnya benar. Allah Maha Tahu, mudahkan Ya Allah. Semoga dia yang sedang kunanti sementara memperjuangkanku, memintaku pada-Mu, pada orang tuanya dan kemudian orang tuaku
Aamiin... 

Biasa

Aku mengenalmu karena kebiasaan
Biasa bertemu
Biasa bercengkerama
Biasa membahas hal yang hanya berani kuutarakan padamu

Aku tak tahu pribadimu sedalamnya
Aku hanya mengenal sisimu kala kita bekerja bersama
Hingga aku tak sadar
Kebiasaan itu menimbulkan hal yang tak biasa

Tak ada yang istimewa denganmu
Kecuali tentang taatmu kepada-Nya
Tentang kegelisahanmu akan fitnah yang semakin merambah
Tapi bagiku itu lebih dari cukup
Cukup membuatku ingin mengenalmu lebih jauh

Kuyakin banyak yang lebih taat darimu
Banyak yang lebih memesona
Banyak yang lebih berada
Tapi nyatanya, aku terbiasa denganmu
Dengan kebiasaan yang tak kau sadari mengubah biasaku

Jika ini cinta
Jangan biarkan aku jatuh
Jika kau tak rasakan yang sama
Semoga aku kuat saat kau menjauh

Pengalaman Unik Selama Umroh

Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah bisa posting cerita lagi. Masih tentang pengalaman saat umroh. Kali ini, tidak ada hubungannya dengan ketentuan umroh yang kami jalani. Ini hanya beberapa pengalaman yang bisa jadi orang lain alami, bisa juga hanya saya sendiri yang mengalaminya. Harapan saya, semoga bisa menjadi pelajaran berharga untuk diambil ibrohnya:
1. Saat di Madinah, sempat kesal sama seorang bapak-bapak yang dengan seenaknya menerobos antrian saat akan mengambil makanan. Mukaku sudah kutekuk sedemikian rupa, dia gak peka. Malahan jidatku terantuk kaca. Temanku bertanya, kenapa kesal. Saya jawab dengan emosi mengenai bapak-bapak yang di depanku itu. Saya terantuk kaca lagi. Ya Allah, mungkin ini teguran dari-Mu agar tak merusak ibadahku dengan hal sepele seperti ini
2. Saat belanja bersama kedua nenekku, saya digoda oleh penjualnya yang kalau dilihat-lihat masih muda. Pas dia tanya saya sudah nikah atau belum, langsung saja saya jawab sudah, biar bisa terhindar dari kekurangajarannya. Ya Allah, maafkan saya terpaksa berbohong, tapi manjur. Dia lumayan menjaga jarak setelahnya. Hihi
Tentang kejadian ini, kemarin saya ditelepon bapakku yang curhat waktu saya umroh, dia deg-deg an terus, memikirkan apakah anak gadisnya saat belanja digoda oleh penjualnya. Sayapun terpaksa mengatakan kalau kami belanjanya rombongan, agar beliau tidak terlalu khawatir. Saya tahu bapak, ketika beliau khawatir, akan berpengaruh ke fisiknya. Memang beberapa kali belanjanya rombongan, tapi pernah juga belanjanya sendiri atau hanya bertiga sama nenekku. Firasat beliau luar biasa kuat. Mungkin karena doa-doanya, Alhamdulillah saya terlindungi. 
3. Saat antri akan mengambil air zam-zam dari keran di luar Masjidil Haram, dalam keadaan berdesakan, Alhamdulillah ada ibu-ibu yang stay di depan keran buat membantu mengambilkan air. Alhamdulillah dipermudah.
4. Saat akan mengambil air zam-zam dari keran di dalam Masjidil Haram, tanpa sengaja sepatu yang kumasukkan ke dalam plastik masuk ke tempat sampah. Saya bingung karena tempat sampahnya hanya bolong di atas, sedangkan di bawah digembok. Alhamdulillah dapat orang Timur Tengah yang dengan senang hati membantu. Setelah dia berusaha maksimal, ternyata sepatunya masih belum bisa diambil. Akhirnya, saya minta tolong ke perempuan bercadar, semacam panitia masjid. Dengan Bahasa Inggris yang belepotan, saya mengutarakan maksud. Dia seketika bilang "Orang Indonesia yah? Saya juga" Hahhahah. Kenapa tidak bilang dari tadi mbaaakkk. Alhamdulillah melalui mbaknya, sepatu saya akhirnya bisa diambil. 
4. Pengalaman ini menimpa teman satu rombongan. Uang dan perhiasan yang ada di tasnya dirampok oleh perempuan Pakistan di teras Masjidil Haram. Alhamdulillah polisi di sana gercep, hanya dengan kode-kodean antar sesamanya, si rampok bisa diringkus dengan mudah. Adapula teman satu rombongan yang dicopet, baru sadar ketika akan membayar belanjaan. Sarannya, tas yang berisi uang saat digunakan baiknya ditaruh di baguan depan agar mudah dikontrol. Dan kalau tidak terlalu penting, uang dan perhiasan mungkin ditinggal di hotel saja, pada koper yang digembok.
5. Beberapa teman satu rombongan juga sakit ketika di sana. Yang paling banyak adalah yang demam dan flu. Kedua nenekku pun. Jadi, selalulah sediakan obat ketika akan ke sana, karena obat di sana mahaaalll. 




Sabtu, 04 Januari 2020

Jejak Sejarah Rasulullah di Tanah Haram

Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah memasuki hari ketiga di Makkah, kami akan melaksanakan ihram kedua. Kali ini kami miqat di Ji'ranah. Setelah sarapan dan mandi untuk melaksanakan ihram kembali, kami pun menuju bus bersama rombongan. Setelah shalat sunah 2 rakaat di masjid Ji'ranah, kami pun bersiap menuju ke Masjidil Haram kembali untuk melaksanakan tawaf. Di perjalanan, kami disuguhkan oleh pemandangan yang tak lazim di Indonesia. Tidak ada macet kendaraan, toko-toko di sepanjang jalan sunyi pengunjung, tak ada seorang pun perempuan yang lalu lalang. Konon, mereka biasanya berbelanja pada malam hari, perempuan menggunakan cadar didampingi oleh suami dan pembantunya. Penghormatan terhadap istri sangat diutamakan. Selain itu, saya pun heran menyaksikan rumah penduduk di sini. Tak ada atap segitiga seperti di Indonesia, yang ada hanya atap flat layaknya gedung tinggi. Awalnya, saya mengira itu hotel, ternyata beberapa di antaranya rumah penduduk. Kaya yah mereka, hehhehe... 

Kami khusyuk mendengarkan ustadz pemandu menjelaskan tempat-tempat bersejarah di sepanjang perjalanan yang kami lalui. Salah satu yang menarik perhatian adalah Gua Tsur dan Gua Hira. Gua Tsur tempat persembunyian Rasulullah dan Abu Bakar ketika dikejar oleh pasukan kafir Quraisy, saat merek hijrah ke Madinah. Sedangkan Gua Hira adalah tempat Rasulullah menyendiri ketika khawatir dengan keadaan kaumnya yang semakin getol menyambah berhala. Di tempat ini pula Rasulullah untuk pertama kalinya menerima wahyu melalui Malaikat Jibril, yang ditandai dengan turunnya Surah Al-Alaq:1-5.
Gua Hira, tempat Rasulullah menerima wahyu pertama kali


Gua Tsur, tempat Rasulullah dan Abu Bakar bersembunyi dari kejaran kaum kafir Quraisy

Setelah itu, kami pun menuju ke Masjidil Haram untuk tawaf dan sa'i, lalu tahallul. Berbeda dengan umroh pertama, kali ini kami selesai pada jam 3 sore.

Umroh ketiga kami laksanakan di H-1 sebelum meninggalkan Makkah. Kami miqat di Masjid Hudaibiyah. Ingat Hudaibiyah? Selain sebagai tempat, ada pula sejarah Perjanjian Hudaibiyah antara Rasulullah dan Kafir Quraisy. Di tahun ke-6 H, kaum muslimin yang ada di Madinah akan melaksanakan ibadah haji dan umroh yang dipimpin oleh Rasulullah. Mereka sudah sangat rindu dengan tanah kelahirannya. Tetapi, rombongan dihadang oleh Kafir Quraisy di lembah Hudaibiyah, dilarang melaksanakan haji dan umroh pada tahun itu. Padahal, kaum muslimin sudah melaksanakan shalat dan berihram. Untuk menghindari gencatan senjata, dibuatlah Perjanjian Hudaibiyah. Salah satu isinya adalah kaum muslimin hanya boleh tinggal 3 hari di Makkah dan tidak boleh menunaikan haji pada tahun itu, melainkan kembali pada tahun berikutnya.

Perjanjian ini sangat tidak disetujui oleh kaum muslimin karena mereka merasa sangat dirugikan. Mereka bahkan kecewa dengan keputusan Rasulullah saat itu. Tetapi, setahun kemudian dampak positif dari perjanjian ini mereka rasakan. Andaikan pada tahun tersebut mereka tetap pada pendirian untuk melaksanakan haji dan umroh, maka akan membahayakan kerabat mereka di Makkah yang diam-diam sudah memeluk Islam.

Sebelum miqat di Hudaibiyah, kami terlebih dahulu menuju ke tempat peternakan unta, Jabal Rahmah dan melintasi Padang Arafah. Ustadz juga memperlihatkan bukit yang akan digunakan untuk menyembelih Nabi Ismail ketika perintah turun ke ayahnya, Nabi Ibrahim. Karena keyakinannya, Allah kemudian mengganti Nabi Ismail dengan seekor domba. Hal inilah yang menjadi asbabun nuzul dianjurkannya berkurban. Ada tempat melempar jumrah, ada pula kemah-kemah yang digunakan jama'ah haji pada saat akan wukuf di Arafah. Kemah ini digunakan setahun sekali ketika musim haji.
 Jabal Rahmah

Peternakan unta

Ada Jabal Rahmah si simbol cinta. Tempat pertemuan Nabi Adam dan Hawa, tulang rusuknya. Cinta karena Allah, apapun halangan dan rintangannya, Insya Allah akan dipertemukan jua. Nah, perjalanan kami di Makkah berakhir di tempat ini, setelahnya kami istirahat di hotel atau ibadah di Masjidil Haram.

Ada beberapa pengalaman berharga yang merupakan hal-hal yang tidak semua orang alami di Makkah dan Madinah. Insya Allah akan saya rangkum dalam episode tulisan selanjutnya... 

Jumat, 03 Januari 2020

Edisi di Makkah Al Mukarramah 1

Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah update lagi. Setelah shalat dzuhur dan makan siang di hotel Madinah, kami menuju ke Makkah untuk melaksanakan umroh secara lengkap. Sebelumnya, kami mandi wajib di hotel terlebih dahulu sebagai pertanda akan melaksanakan ihram. Sebelum ke Masjidil Haram, kami menuju ke Birr Ali untuk mengambil miqat atau berniat akan ihram. Setelah berniat, semua larangan ketika ihram mulai berlaku hingga tahallul nanti.
Adapun larangan-larangannya yaitu tidak boleh menutup muka dan telapak tangan, rambut dan bulu dijaga agar tidak rontok, tidak boleh menggunakan wewangian dalam bentuk apapun, tidak boleh dandan, tidak boleh menggunakan pakaian yang dijahit (bagi laki-laki) dan aurat tidak boleh terlihat. Kami pun menempuh perjalanan kurang lebih 5 jam untuk sampai ke Makkah.

Setelah sampai di Makkah, kami ke hotel untuk makan dan memperbaharui wudhu. Alhamdulillah makanan di Makkah Indonesia banget, jadi lidah lebih bersahabat. Kami pun menuju ke Masjidil Haram untuk melaksanakan tawaf, sa'i dan tahallul. Keharuan kembali menyelimuti ketika mata ini melihat Ka'bah untuk pertama kali. Berbagai ras manusia yang memiliki visi yang sama sedang melaksanakan ibadah di sana. Terbayang kembali ketika Fathu Makkah, Bilal si muazin Rasulullah,  naik ke atas Ka'bah dan mengumandangkan azan. Semua diliputi keharuan dan kegembiraan ketika Makkah dapat diduduki kembali oleh kaum muslimin. Tetapi Abu Bakar berbeda, beliau malah memiliki firasat lain. Jika Makkah sudah diduduki kaum muslimin, artinya tugas Rasulullah akan menemui usainya dan itu berarti...

Terbayang pula ketika 360an berhala dihancurkan oleh kaum muslimin. Tak ketinggalan perjuangan Ibrahim dan Ismail dalam membangun Ka'bah, meletakkan Hajar Aswad di salah satu sudutnya. Ya Allah, hati ini tiba-tiba penuh cinta, mata menahan genangan dan pikiran melaju ke masa lalu.

Setelah shalat jamak takhir Maghrib dan Isya di Masjidil Haram, kami pun menuju Ka'bah untuk melaksanakan tawaf. Sebelum memasuki wilayah tawaf, ustadz pemandu membagi kami dalam beberapa barisan dan saling berpegangan tangan (sesama jenis tentunya). Sambil melantunkan doa yang dituntun ustadznya, kami melaksanakan tawaf. Nenek kembarku menggunakan kursi roda karena lutut mereka tidak kuat untuk berjalan. Setelah genap 7 putaran, kami menuju ke Hijr Ismail untuk shalat sunah dan berdoa, lalu ke tempat air zamzam untuk minum. Kami pun menuju ke Bukit Shafa untuk melaksanakan sa'i.
Foto setelah sa'i

Saya kembali mengenang perjuangan Hajar, Bunda Nabi Ismail ketika dibawa oleh Nabi Ibrahim ke salah satu padang gersang di Makkah. Keadaannya dulu belum seindah, seteduh dan sedingin sekarang. Saat Hajar bertanya mengapa Ibrahim membawa mereka ke sana dan akan meninggalkannya, Ibrahim tak dapat berkata apa-apa. Lalu Hajar berujar "Jika ini perintah Allah, maka kami ikhlas karena Allah tidak mungkin menyia-nyiakan kami". Ya Allah, apa arti keluhan kami yang melaksanakan sa'i di tempat yang sudah dibuat sedemikian teduh ini... 
View dari Bukit Marwah ke arah Bukit Shafa

Selesai sa'i, kami melaksanakan tahallul atau bercukur sebagai bentuk ihram kami telah selesai. Kemudian kami siap-siap untuk kembali ke hotel agar bisa istirahat. Saat itu sudah menunjukkan jam 2 dinihari. Bersambung... 

JURNAL 11 BULAN CAWA

Bismillahirrahmanirrahim Sabtu, 31 Agustus 24: Sekitar pukul setengah 9 malam, Cawa tidur setelah meminum susu dari botol susunya. Tapi, sek...