Jumat, 14 Agustus 2015

HIJRAH

Ketika membaca siroh Nabawiyah, maka akan kita temukan betapa susahnya yang dinamakan hijrah. Hijrah dari tanah kelahiran kita, tanah saksi tumbuh kembang kita, tanah handai taulan kita. Tapi toh, dengan iman yang tak diragukan lagi, para sahabat berani melakukannya, pindah ke tempat yang sebelumnya tidak ada bayangan seperti apa kelak keadaannya di sana. Apakah mampu bertahan hidup di tengah kultur yang tentunya berbeda, meninggalkan harta benda, penghasilan, saudara yang masih tetap keukeh dengan keyakinan lamanya. Melewati gurun yang luar biasa panasnya, dengan kendaraan berupa unta seadanya, perbekalan secukupnya dan perjalanan yang sangat jauh tentunya. Ya Allah betapa berat perjuangan mereka, perjuangan menegakkan syariatmu, maka pantaslah kiranya jika surga yang tak pernah terbersit di pikiran akan keindahannya, Engkau hadiahkan kepada mereka.

Hidup adalah perpindahan. Dan yang namanya pindah tidak pernah mudah. Apalagi jika kita terbiasa di zona nyaman. Hidup yang sudah terbiasa seperti itu, harus dengan serta-merta diubah dengan tujuan tertentu. Masa transisi inilah yang menyeleksi orang-orang yang tetap bertahan atau menyerah. Maka beruntunglah jika perjuangan, kelelahan dan pengorbanan kita menuju suatu tujuan yang mulia, mulia di mata-Nya. Lalu, hijrah seperti apa yang sedang atau akan kita hadapi di zaman sekarang? Salah satunya jilbab atau kerudung atau penutup kepala, tergantung yang populer di sekitar kita apa.
Menutup aurat adalah kewajiban setiap muslimah. Dalam Al-Quran pun sudah diatur bagaimana pakaian yang dimaksud, siapa-siapa saja yang bisa melihat aurat kita. Dan hukumnya jelas, WAJIB. Tapi, mengapa masih banyak yang belum menyadari itu? Ada yang menjadikan jilbab yang seyogyanya penutup perhiasan, justru menjadi perhiasan. Mungkin mereka belum paham, atau tahu tapi belum mau dengan berbagai pertimbangan. Adapula orang yang sudah berniat menutup aurat secara sempurna, tapi ditentang di mana-mana, bahkan dari keluarga yang seharusnya mendukung, dari saudara sesama muslimah yang seharusnya membantu.

Jika sudah seperti ini, apa yang mesti kita lakukan? Orang yang paling dekat dengan kita pun menentang niat hijrah ini, padahal kita tahu dan paham jika hal ini wajib. Orang yang selalu demokratis, selalu mendukung kita, kini berbalik jika menyangkut jilbab. Sedih? Pasti. Tapi, dengan keyakinan bahwa jika kita melakukan semuanya karena Allah, menolong agama-Nya, meyakini ke-Maha Besar-an-Nya, maka tidak ada yang tidak mungkin. Sahabat saja yang tantangannya jauh lebih berat dari kita, sanggup menahan pedihnya siksaan fisik dan non-fisik, masih tetap teguh di atas keyakinan itu. Tak goyah sedikit pun, bahkan iman dalam dada mereka semakin bergemuruh.

Memang tak mudah, tak pernah mudah untuk hijrah. Tapi, ada Allah. Sebesar apapun masalah kita, Allah lebih besar. Kita hanya butuh sabar yang lebih, kuat yang lebih dan akhlak yang lebih, sambil terus memohon agar hati-hati yang masih menolak, dibolak-balikkan oleh Allah, disirami cahaya hidayah. Akhlak yang indah, akan jauh lebih meyakinkan dibandingkan penjelasan-penjelasan. Mereka masih awam, mereka mungkin belum memahami, maka disinilah ladang dakwah itu. Inilah kesempatan kita menunjukkan bahwa betapa indah-Nya ukhuwah berbalut aqidah.

Dan salah satu alasanku melakukan ini adalah untuk kalian, mama bapak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

RAWAT INAP

Bismillahirrahmanirrahim Di postingan sebelumnya, saya mencerikatan bagaimana Cawa muntaber dan asal mulanya lalu ke DSA dan diresepkan obat...