Ketika membaca siroh
Nabawiyah, maka akan kita temukan betapa susahnya yang dinamakan hijrah. Hijrah
dari tanah kelahiran kita, tanah saksi tumbuh kembang kita, tanah handai taulan
kita. Tapi toh, dengan iman yang tak diragukan lagi, para sahabat berani melakukannya,
pindah ke tempat yang sebelumnya tidak ada bayangan seperti apa kelak
keadaannya di sana. Apakah mampu bertahan hidup di tengah kultur yang tentunya
berbeda, meninggalkan harta benda, penghasilan, saudara yang masih tetap keukeh dengan keyakinan lamanya.
Melewati gurun yang luar biasa panasnya, dengan kendaraan berupa unta seadanya,
perbekalan secukupnya dan perjalanan yang sangat jauh tentunya. Ya Allah betapa
berat perjuangan mereka, perjuangan menegakkan syariatmu, maka pantaslah
kiranya jika surga yang tak pernah terbersit di pikiran akan keindahannya,
Engkau hadiahkan kepada mereka.
Hidup adalah
perpindahan. Dan yang namanya pindah tidak pernah mudah. Apalagi jika kita
terbiasa di zona nyaman. Hidup yang sudah terbiasa seperti itu, harus dengan
serta-merta diubah dengan tujuan tertentu. Masa transisi inilah yang menyeleksi
orang-orang yang tetap bertahan atau menyerah. Maka beruntunglah jika
perjuangan, kelelahan dan pengorbanan kita menuju suatu tujuan yang mulia,
mulia di mata-Nya. Lalu, hijrah seperti apa yang sedang atau akan kita hadapi
di zaman sekarang? Salah satunya jilbab atau kerudung atau penutup kepala,
tergantung yang populer di sekitar kita apa.
Menutup aurat adalah
kewajiban setiap muslimah. Dalam Al-Quran pun sudah diatur bagaimana pakaian
yang dimaksud, siapa-siapa saja yang bisa melihat aurat kita. Dan hukumnya
jelas, WAJIB. Tapi, mengapa masih banyak yang belum menyadari itu? Ada yang
menjadikan jilbab yang seyogyanya penutup perhiasan, justru menjadi perhiasan.
Mungkin mereka belum paham, atau tahu tapi belum mau dengan berbagai
pertimbangan. Adapula orang yang sudah berniat menutup aurat secara sempurna,
tapi ditentang di mana-mana, bahkan dari keluarga yang seharusnya mendukung,
dari saudara sesama muslimah yang seharusnya membantu.
Jika sudah seperti ini,
apa yang mesti kita lakukan? Orang yang paling dekat dengan kita pun menentang
niat hijrah ini, padahal kita tahu dan paham jika hal ini wajib. Orang yang
selalu demokratis, selalu mendukung kita, kini berbalik jika menyangkut jilbab.
Sedih? Pasti. Tapi, dengan keyakinan bahwa jika kita melakukan semuanya karena
Allah, menolong agama-Nya, meyakini ke-Maha Besar-an-Nya, maka tidak ada yang
tidak mungkin. Sahabat saja yang tantangannya jauh lebih berat dari kita, sanggup
menahan pedihnya siksaan fisik dan non-fisik, masih tetap teguh di atas
keyakinan itu. Tak goyah sedikit pun, bahkan iman dalam dada mereka semakin
bergemuruh.
Memang tak mudah, tak
pernah mudah untuk hijrah. Tapi, ada Allah. Sebesar apapun masalah kita, Allah
lebih besar. Kita hanya butuh sabar yang lebih, kuat yang lebih dan akhlak yang
lebih, sambil terus memohon agar hati-hati yang masih menolak, dibolak-balikkan
oleh Allah, disirami cahaya hidayah. Akhlak yang indah, akan jauh lebih
meyakinkan dibandingkan penjelasan-penjelasan. Mereka masih awam, mereka
mungkin belum memahami, maka disinilah ladang dakwah itu. Inilah kesempatan
kita menunjukkan bahwa betapa indah-Nya ukhuwah berbalut aqidah.
Dan salah satu alasanku
melakukan ini adalah untuk kalian, mama bapak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar