Jumat, 14 Agustus 2015

AGAR BERBUAH BAKTI PADAMU AYAH IBU

Setiap manusia punya keinginan, harapan, cita-cita yang hendak diwujudkannya, termasuk saya. Anak pertama perempuan di keluarga kecilku yang Alhamdulillah memiliki 1 adik lelaki. Sebagai anak pertama, saya sadar betul bahwa saya memiliki tanggung jawab lebih dibanding adikku, meski dia lelaki. Sayalah penentu berhasil tidaknya pendidikan orang tuaku kepada kami, termasuk dalam hal pencapaian cita-cita. Sekarang saya menempuh pendidikan S2 di UGM Jogja, masuk semester 3. Sebagai orang tua sekaligus guru, mereka bercita-cita agar kelak aku bisa melanjutkan perjuangan mereka mencerdaskan generasi bangsa di bangku kuliah alias menjadi dosen. Akupun sebenarnya bercita-cita seperti itu karena memang aku suka mengajar, aku suka berbagi ilmu. Tetapi, ada satu hal yang baru aku sadari dan pelajari mengenai perananku kelak, yaitu tanggung jawab dan kewajiban sebagai istri dan ibu. Mengenai bekerja? Itu mubah. Sebagai hamba yang ingin memperoleh ridho-Nya, tentu saja yang wajib harus didahulukan. Tidak masalah sebenarnya jika keduanya bisa dipenuhi sekaligus, yang menjadi persoalan jika kita harus memilih di antara keduanya karena alasan tertentu. Jika ingin ditelisik secara mendalam, sedikit sekali yang bisa memaksimalkan 24 jam waktunya untuk menyelesaikan kedua pekerjaan itu. Hal inilah yang melatarbelakangi berbagai kajian yang muncul dengan bahasan seputar “Wanita Karier atau Ibu Rumah Tangga?”
Memang sulit jika kita dihadapkan pada pertanyaan semacam itu. Apalagi jika keadaan ekonomi memang menuntut kita untuk membantu suami atau jika kita memiliki cita-cita sendiri yang seiring dengan harapan orang tua, seperti yang kualami. Meski belum menikah, hal itu harus kupikirkan dan kupertimbangkan dari sekarang, agar saat Allah mempertemukanku dengan suami kelak, saya sudah punya jawaban beserta alasannya. Meski terus terang saya ingin menjadi ibu rumah tangga yang mengurus suami dan menemani anak di masa tumbuh kembangnya, saya juga sadar bahwa harapan orang tua tidak boleh saya musnahkan begitu saja. Menjadi ibu dan istri, menjaga harta suami dan mendidik anak-anak sangatlah mulia, bahkan jika kita ikhlas karena Allah, Dia menjaminkan surga untuk kita karena bakti itu dihitung jihad. Begitupula dengan berbakti kepada kedua orang tua merupakan suatu kewajiban dan durhakanya kita merupakan dosa besar tingkat 2 setelah syirik. Lalu bagaimana?
Untuk hal ini, saya masih terus belajar. Lagian, hal ini nanti juga butuh dikomunikasikan dengan suami. Tetapi untuk saat ini, di tengah ilmu yang masih sedikit, saya bisa mengambil kesimpulan bahwa cita-cita untuk menjadi dosen bukan hanya harapan orang tua semata, saya pun menginginkannya dan berbagi ilmu yang bermanfaat adalah salah satu amal jariah, maka untuk mencapai hal ini saya harus fokus dengan tujuan dan apa yang saya kerjakan sekarang harus maksimal. Dan saya selalu yakin, doa orang tua yang mengiringi perjalananku, insya Allah melancarkan semuanya. Toh, jika Allah menakdirkan saya sebagai ibu rumah tangga, yang merupakan hal yang tak bisa ditawar, ilmu itu juga akan berguna untuk anak-anak kelak sekaligus terlatih dalam menemukan solusi jika ada masalah antara saya dan suami. Karena menjadi ibu rumah tangga juga memiliki kompleksitasnya sendiri sehingga ilmunya pun harus mencakup banyak dimensi. Intinya, belajar dan terus belajar.

Dan lagi, saya punya hutang kepada negara kita. Negara yang telah membiayai pendidikanku ini. Baktiku kepadanya tidak boleh kulupakan pula. Semoga Allah memberi kekuatan dan kemampuan untuk menunjukkan baktiku kepada kalian tanpa mengorbankan syariat-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

RAWAT INAP

Bismillahirrahmanirrahim Di postingan sebelumnya, saya mencerikatan bagaimana Cawa muntaber dan asal mulanya lalu ke DSA dan diresepkan obat...