Yogyakarta, 28 Oktober
2014
Assalamu alaikum, pagi
sobat muda. Selamat merayakan dan meresapi hari di mana 86 tahun yang lalu
pemuda seperti kita dengan berani berikrar untuk bangsa, ikrar yang kelak
menjadi pemersatu, SUMPAH PEMUDA. Baiklah mengawali postingan kali ini, aku
juga lagi berjuang ini, berjuang menaklukkan simbol, rumus, besaran, satuan,
vektor, skalar, dot, cross dan sejenisnya yang kelak akan menjadi salah satu
pendukung bangkitnya bangsa kita *halah. Itu tujuan jangka panjangnya, untuk
sekarang tujuannya agar lembaran kertas jawaban UTS nanti terisi dengan benar,
hehe. Ngomong-ngomong masalah UTS, pasti gak jauh-jauh dari instruksi dosen
apakah ujiannya open book atau close book. Sebagian besar dari kita
pasti memilih yang pertama, kenapa? Karena sebelum menyadari “mudharat” dari si
open book itu, aku juga termasuk
salah satu dari kalian huaaaaaa...
Kenapa? Bukankah open book justru membantu kita dalam
ujian, apalagi pas dapat soal yang sepupuan sama yang pernah dikerjakan, itu
mah bonus. Baiklah kita liat point by
point:
1.
Open
book membuat kita malas belajar, iya toh nanti saat ujian
ada buku yang siap membantu. Bawa aja sekitar 3 dan carilah jawabannya di situ,
salah satunya pasti ada yang nyangkut.
Tanggapan : iya kalo hapal halaman berapanya, kalo tidak,
mesti ngubek-ngubek seluruh isi ketiga buku tersebut, apalagi kalo gak pernah
dibuka sama sekali.
Kesimpulan
: tidak efektif.
2.
Rata-rata dosen membuat soal yang lebih
sulit jika pilihannya adalah open book,
mereka juga menganggap hal yang sama dengan kita. Open book akan membantu pemecahan soal susah itu, dengan asumsi
bahwa kita sudah tahu isi buku yang dimaksud. Padahal,,,
Tanggapan : dosen juga gak salah dalam hal ini, toh tujuan
mereka agar kita terbantu. Terbantu lo yah, selebihnya usaha kita
masing-masing. Sayangnya keidealan yang diharapkan mereka kadang tidak ada
dalam diri kita.
Kesimpulan
: di PHP sama soal, yang keliatannya akan mudah ternyata pemirsa, ekspektasi
tak sesuai kenyataan.
3.
Saking sibuknya meng-open, kita lupa menganalisa soal yang
ada. Meski misalnya ada tugas dahulu kala yang sama dengan soal ujian, tetap
saja analisa penting. Copy paste akan
berbahaya jika tidak hati-hati.
Tanggapan : percuma juga jawabannya ada, kalau soalnya
analisa. Soalnya melenceng dikit, kita bingung. Apalagi kalau melencengnya
banyak.
Kesimpulan
: mengajarkan menghapal, bukan menganalisa.
4.
Sibuk mencari catatan teman yang lengkap
dan memfotokopinya untuk bahan open book.
Tanggapan : baik sih, selama untuk dipelajari. Tapi kalau
untuk dikumpulin aja dan gak dibuka-buka, hmmm. Rata-rata manusia juga gak bisa
belajar dari catatan orang lain. Tambahan, pas ada catatan lain yang lebih
lengkap, difotokopi juga.
Kesimpulan :
boros di pengeluaran, mending nyatat sendiri kan.
Tapi, ada cara lain
yang mungkin lebih bermanfaat saat ujian, yaitu open A4. Apa itu? Jadi dosen memberikan kesempatan kita untuk
menuliskan beberapa hal entah rumus atau postulat dsb yang akan membantu saat
ujian di kertas A4 bolak-balik. Hanya di tempat itu. tidak boleh lebih, tapi
boleh kurang. Bagaimana kalau materinya banyak? Yah di situlah kemampuan
merangkum kita diuji. Selain itu, paling tidak apa yang kita tulis sebelumnya
sudah kita baca dan pelajari, insya Allah ada yang nyangkut. Si kertas tersebut
sifatnya benar-benar hanya membantu. Lain cerita lo yah kalo yang catatan
sekecil itu difotokopi juga dengan alasan malas nyatat. Waduh. Ini metode yang
paling kusuka, dosenku juga ada yang menggunakannya.
Yah, apapun cara yang
dilakukan saat ujian, itu tergantung dari pribadi, mau open book, open A4,
bahkan close book sekalipun, kalau
belajar dijadikan hobi dan aktivitas harian, semuanya insya Allah mudah (untuk
yang ini, mohon doanya supaya saya juga bisa, hehe). Practice makes perfect. Selamat menempuh ritual tengah semester
teman-teman, semoga dimudahkan dalam menjawab soal, dan hasilnya maksimal. Aamiin...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar