Pernah tidak berpikir,
apa yang kita nikmati sekarang merupakan simbol kemajuan atau justru
kemunduran? Oke, aku persempit bahasannya. Mengenai teknologi. Sebelum lebih
jauh, aku harus jujur bahwa aku bukanlah penentang teknologi. Bahkan kuliahku
ujung-ujungnya untuk memajukan peradaban bangsa melalui teknologi. Terlepas
dari itu semua, tulisan ini hanya menggambarkan opini yang tiba-tiba muncul
(mungkin sudah lama tersembunyi), tanpa bermaksud memberikan penilaian langsung
terhadap objek permasalahan. Aku selalu suka begitu, pertimbangan jauh lebih
penting menurutku.
Oke, kita mulai dengan
meninjau teknologi di masa lampau. Dulu, duluuuu banget, manusia hidup,
bertahan dan bersahabat dengan alam. Segala kebutuhan hidup disediakan oleh
alam. Mulai alat dari kulit kayu, batu yang dijadikan sumber api, kulit
binatang sebagai pakaian, makanan berasal dari cadangan makanan tumbuhan hutan,
dll. Sebenarnya tak ada bedanya dengan masa sekarang, segala kebutuhan kita
dipenuhi oleh alam. Bedanya, mereka yang kita sebut kaum primitif, mengambil
haknya secara tak berlebihan, tanpa merusak dan tetap “menyambung silaturahmi”
dengan alam. Sedangkan zaman sekarang, makhluk modern, di saat teknologi dan
peradaban menanjak popularitasnya, justru berbanding lurus dengan keserakahan
dan naluri merusak (salah satu sifat manusia yang telah disebutkan dalam
Al-Qur’an) manusia. Keseimbangan alam dan cadangan untuk anak cucu kelak tak
diperhatikan lagi. Padahal, peradaban modern hampir memenuhi semua kebutuhan
manusia. Kemajuan di berbagai bidang, termasuk substitusi tenaga manusia ke
mesin yang otomatis meringankan pekerjaan manusia, membuat benda yang
sebelumnya tidak mungkin, dan berbagai keuntungan lainnya.
Zaman dahulu, metamorfosis
penerangan yang awalnya menggunakan obor, berlanjut ke lampu minyak, petromaks,
hingga listrik ditemukan dan membuat terang seluruh dunia. Sumbernya pun
awalnya hanya generator listrik yang dibantu putaran kincir yang digerakkan
oleh air terjun, uap yang didapatkan dari hasil pemanasan, angin, sumber energi
dari matahari, tenaga nuklir, dll. Di bidang transportasi, awalnya perpindahan
dari satu tempat ke tempat lainnya ditempuh dengan jalan kaki, paling mewah
dengan berkuda dan bersepeda, hingga mesin ditemukan, yang menjadi cikal-bakal
hadirnya motor, mobil, pesawat, dll. Dalam hal kecantikan, bedak yang berasal
dari bubuk beras adalah kosmetik alami yang sangat bermanfaat untuk kulit. Tak
puas sampai di situ, berbagai racikan alami hingga menggunakan tambahan bahan
kimia diproses untuk memenuhi kebutuhan manusia akan kecantikan. Disadari
ataupun tidak, semua transformasi itu dipengaruhi oleh teknologi. Anugerah
kecerdasan dari-Nya. Jarak dan waktu semakin menyusut, mungkin mendekati
kecepatan cahaya, hehe.
Terlepas dari berbagai
fasilitas yang menguntungkan manusia, banyak hal yang menjadi pertanyaan. Salah
satunya, apakah benar zaman sekarang lebih maju dari zaman dahulu? Secara
fisik, mungkin. Lihat saja, pekerjaan manusia menjadi lebih mudah dan efisien
dengan adanya berbagai penemuan para ilmuwan. Tapi secara tersirat, alangkah
bijaknya jika kita tinjau dari berbagai sudut. Pemanasan global akibat emisi
gas rumah kaca, menipisnya ozon, polusi di mana-mana, daerah serapan air yang
semakin berkurang, akhir-akhir ini menjadi wacana serius bagi kelangsungan
kehidupan damai kita di bumi. Akibatnya, muncul jenis penyakit baru, bencana
alam di mana-mana, sampai merambah ke moral yang semakin merosot, di tengah
tingkat pendidikan yang semakin tinggi. Hal yang jarang bahkan hampir tidak
pernah dialami oleh manusia zaman dahulu. Itu disebabkan oleh apa? Ketamakan,
kurang bersyukur dan selalu ingin lebih dan lebih dibanding orang lain. Padahal
tingkat kebutuhan kita tak setinggi itu. Keinginanlah yang membuat kurvanya
meningkat. Prestise, egois dan rakus.
Tiga penyakit yang akhir-akhir ini menjangkiti sebagian kita, bahkan sampai
menular. Ujung-ujungnya, alam menjadi sasaran empuk. Eksploitasi besar-besaran
tak sebanding dengan tingkat pengamanan dan reboisasi. Dan akibatnya pun
kembali ke manusia.
Sekali lagi, aku tak
menyalahkan teknologi. Kitalah aktornya, kita yang mengarahkan ke mana
teknologi tersebut bermuara, untuk kepentingan bersamakah atau hanya sebagai
pemuas nafsu pribadi? Mengambil manfaat dari alam tak apa, tapi dampak ke
depannya juga harus diperhatikan. Alam tidak akan pernah rusak jika kita bijak.
Bagaimana mengelola semuanya di titik keseimbangannya. Itu semua untuk kita
sendiri, untuk warisan kelak kepada anak-cucu kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar