Senin, 08 September 2014

MODERNISASI

Pernah tidak berpikir, apa yang kita nikmati sekarang merupakan simbol kemajuan atau justru kemunduran? Oke, aku persempit bahasannya. Mengenai teknologi. Sebelum lebih jauh, aku harus jujur bahwa aku bukanlah penentang teknologi. Bahkan kuliahku ujung-ujungnya untuk memajukan peradaban bangsa melalui teknologi. Terlepas dari itu semua, tulisan ini hanya menggambarkan opini yang tiba-tiba muncul (mungkin sudah lama tersembunyi), tanpa bermaksud memberikan penilaian langsung terhadap objek permasalahan. Aku selalu suka begitu, pertimbangan jauh lebih penting menurutku.

Oke, kita mulai dengan meninjau teknologi di masa lampau. Dulu, duluuuu banget, manusia hidup, bertahan dan bersahabat dengan alam. Segala kebutuhan hidup disediakan oleh alam. Mulai alat dari kulit kayu, batu yang dijadikan sumber api, kulit binatang sebagai pakaian, makanan berasal dari cadangan makanan tumbuhan hutan, dll. Sebenarnya tak ada bedanya dengan masa sekarang, segala kebutuhan kita dipenuhi oleh alam. Bedanya, mereka yang kita sebut kaum primitif, mengambil haknya secara tak berlebihan, tanpa merusak dan tetap “menyambung silaturahmi” dengan alam. Sedangkan zaman sekarang, makhluk modern, di saat teknologi dan peradaban menanjak popularitasnya, justru berbanding lurus dengan keserakahan dan naluri merusak (salah satu sifat manusia yang telah disebutkan dalam Al-Qur’an) manusia. Keseimbangan alam dan cadangan untuk anak cucu kelak tak diperhatikan lagi. Padahal, peradaban modern hampir memenuhi semua kebutuhan manusia. Kemajuan di berbagai bidang, termasuk substitusi tenaga manusia ke mesin yang otomatis meringankan pekerjaan manusia, membuat benda yang sebelumnya tidak mungkin, dan berbagai keuntungan lainnya.

Zaman dahulu, metamorfosis penerangan yang awalnya menggunakan obor, berlanjut ke lampu minyak, petromaks, hingga listrik ditemukan dan membuat terang seluruh dunia. Sumbernya pun awalnya hanya generator listrik yang dibantu putaran kincir yang digerakkan oleh air terjun, uap yang didapatkan dari hasil pemanasan, angin, sumber energi dari matahari, tenaga nuklir, dll. Di bidang transportasi, awalnya perpindahan dari satu tempat ke tempat lainnya ditempuh dengan jalan kaki, paling mewah dengan berkuda dan bersepeda, hingga mesin ditemukan, yang menjadi cikal-bakal hadirnya motor, mobil, pesawat, dll. Dalam hal kecantikan, bedak yang berasal dari bubuk beras adalah kosmetik alami yang sangat bermanfaat untuk kulit. Tak puas sampai di situ, berbagai racikan alami hingga menggunakan tambahan bahan kimia diproses untuk memenuhi kebutuhan manusia akan kecantikan. Disadari ataupun tidak, semua transformasi itu dipengaruhi oleh teknologi. Anugerah kecerdasan dari-Nya. Jarak dan waktu semakin menyusut, mungkin mendekati kecepatan cahaya, hehe.

Terlepas dari berbagai fasilitas yang menguntungkan manusia, banyak hal yang menjadi pertanyaan. Salah satunya, apakah benar zaman sekarang lebih maju dari zaman dahulu? Secara fisik, mungkin. Lihat saja, pekerjaan manusia menjadi lebih mudah dan efisien dengan adanya berbagai penemuan para ilmuwan. Tapi secara tersirat, alangkah bijaknya jika kita tinjau dari berbagai sudut. Pemanasan global akibat emisi gas rumah kaca, menipisnya ozon, polusi di mana-mana, daerah serapan air yang semakin berkurang, akhir-akhir ini menjadi wacana serius bagi kelangsungan kehidupan damai kita di bumi. Akibatnya, muncul jenis penyakit baru, bencana alam di mana-mana, sampai merambah ke moral yang semakin merosot, di tengah tingkat pendidikan yang semakin tinggi. Hal yang jarang bahkan hampir tidak pernah dialami oleh manusia zaman dahulu. Itu disebabkan oleh apa? Ketamakan, kurang bersyukur dan selalu ingin lebih dan lebih dibanding orang lain. Padahal tingkat kebutuhan kita tak setinggi itu. Keinginanlah yang membuat kurvanya meningkat. Prestise, egois dan rakus. Tiga penyakit yang akhir-akhir ini menjangkiti sebagian kita, bahkan sampai menular. Ujung-ujungnya, alam menjadi sasaran empuk. Eksploitasi besar-besaran tak sebanding dengan tingkat pengamanan dan reboisasi. Dan akibatnya pun kembali ke manusia.

Sekali lagi, aku tak menyalahkan teknologi. Kitalah aktornya, kita yang mengarahkan ke mana teknologi tersebut bermuara, untuk kepentingan bersamakah atau hanya sebagai pemuas nafsu pribadi? Mengambil manfaat dari alam tak apa, tapi dampak ke depannya juga harus diperhatikan. Alam tidak akan pernah rusak jika kita bijak. Bagaimana mengelola semuanya di titik keseimbangannya. Itu semua untuk kita sendiri, untuk warisan kelak kepada anak-cucu kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

JURNAL 11 BULAN CAWA

Bismillahirrahmanirrahim Sabtu, 31 Agustus 24: Sekitar pukul setengah 9 malam, Cawa tidur setelah meminum susu dari botol susunya. Tapi, sek...