Senin, 08 September 2014

DISKRIMINASI, MASIHKAH DIBUTUHKAN?

10072014

Bapakku lagi ikut pelatihan, tapi karena beliau sakit saya ikut mendampingi. Kebetulan lagi bulan Ramadhan, jadi makannya cuma 2 waktu, sahur dan berbuka. Sebagai pendamping, saya juga ikut menikmati konsumsi dari dapur untuk peserta. Meskipun agak kurang enak juga, karena semua peserta membayar rata dan saya menikmati makanan yang sama dengan mereka, harusnya kan bayar double  yah atau makan di luar. Tapi karena peserta sendiri yang meminta saya untuk makan bersama mereka, saya pun ikut. Lagian juga saya paling 2 malam di sini, dari total 4 malam kegiatan. Karena di sini tak seperti di hotel yang selalu dihitung per kepala per keadaan.

Bukannya mau menjelek-jelekkan atau tidak bersyukur, tapi menurut saya peserta harusnya mendapatkan nutrisi yang cukup untuk kegiatan pelatihan mereka, apalagi di bulan puasa seperti ini dan mereka bayar pula. Menu yang diberikan paling tidak memenuhi standard 4 sehat dong yah. Menu saat buka puasa sih standard, masih bisa diterima akal sehat, perut lapar, dan hati nurani. Tapi, saat sahur itu lo. Hampir semua peserta mengeluh. Bagaimana tidak, menunya nasi, sayur sop, dan semacam pepes ikan, tapi tanpa daun dan warnanya hijau tua pula. Nggak good looking banget dah. Sementara, di meja lainnya (meja panitia), tersedia lauk yang lumayan “pantas”. Pertanyaannya, mengapa ada perbedaan menu antara panitia dan peserta? Apa karena kerja mereka lebih banyak? Entahlah, padahal mereka sama-sama manusia, kebutuhan akan makanan juga sama. Bukan hanya di tempat ini sih sering terjadi hal begini, tetapi di tempat lain, cerita-cerita serupa juga kadang mampir di telinga. Sekali lagi, saya tidak punya hak untuk protes atau apalah, tetapi sebagai manusia saya berhak mengemukakan apa yang saya rasakan. Untuk membangun bangsa, segalanya harus dimulai dari hal kecil, dari diri sendiri, dan dari sekarang (Aa Gym’s quote).

ILMU GOMBAL, EMANG ADA?

Pasti banyak yang bengkok pikirannya nih saat membaca judul postingan yang satu ini. Tapi, ini bukan kesalahan sama sekali, bukan akibat dari typo atau kesalahan pada mata anda. Ini karena judulnya memang seperti itu, dan maksudnya? Yah lanjut aja cin baca yah.

Gombal. Sebuah kata yang sudah tidak asing di telinga kita, apalagi anak muda kayak anda-anda ini. Sebuah kata yang menginterpretasikan kualitas seseorang. Emang iya? Menurutku iya, makanya judul postingan ini ilmu gombal. Bukan berarti mesti belajar gombal atau semua kalimat manis tak terbukti, tapi ini lebih kepada kemampuan kita menempatkan kata ini di waktu dan tempat yang tepat. Kepada siapa? Untuk siapa? Kapan? Dan seabrek pertanyaan lainnya yang bisa membuat satu kata ini memiliki banyak arti.

Pertanyaan selanjutnya dari mana saya mendapatkan inspirasi untuk membahas kata yang agak dihindari anak muda yang pernah mengalami patah hati ini? Ceritanya tadi pagi, saat asik-asiknya nonton TV, si Nana teman kost ku yang dulu nelepon dan curhat tentang kehidupannya di Pare Kediri. Setelah membahas sana-sini masalah Bahasa Inggris dan kursusnya di sana, pembicaraan pun beralih ke masalah anak muda yang takkan habis dibahas di satu masa. CINTA. Sekedar info nih, Nana adalah salah seorang pasien cinta yang kutangani saat patah hati dan berhasil (semoga) membuatnya menafikan kata “pacaran” di hidupnya. Pasien yang sama-sama saling menguatkan dengan dokternya, karena di saat yang hampir bersamaan, kami mengalami hal yang sama.

Dia cerita tentang seorang lelaki yang kini mendekatinya dan mengatakan bahwa tidak ada sedikitpun getaran yang timbul dari seringnya pembicaraan mereka di telepon. Sebenarnya kasusku saat ini lumayan sama dengannya, tapi aku tak curhat dahulu kepadanya. Selama masih bisa kuatasi, insya Allah akan kuatasi sendiri. Back to main topic. Aku pun geli dibuatnya karena dia cerita seolah-olah si lelaki ini amat sangat “bodoh” dalam mendekati wanita. Di sisi lain, aku lega, ternyata apa yang sama-sama kami tanamkan ketika masih di Makassar tumbuh sempurna, prinsip untuk tidak pacaran, insya Allah akan terus terjaga sampai Allah menunjukkan takdirnya akan siapa sosok lelaki yang akan menjadi pendamping kami masing-masing. Kata si Nana, lelaki itu tak punya ilmu “gombal”. Ilmu yang mesti dimiliki oleh lelaki manapun untuk menaklukkan hati wanita. Sederhananya aku menyebutnya “sense of gombal” haha.

Maksud kami berdua tentang “sense of gombal” bukan berarti saat mendekati seorang wanita, seorang lelaki harus menggombal, mengeluarkan semua kemampuannya dalam merangkai kata hingga menjadi puisi agar si wanita terkesan. Bukan sama sekali. Maksud kami adalah kemampuan seorang lelaki untuk menggunakan kemampuannya mendekati seorang wanita dengan cara yang wanita suka. Dan itu butuh ilmu, bukan dengan terus memberi perhatian berlebihan, komunikasi yang intens dan sebagainya. Bukan masalah kuantitas, tapi kualitas. Seorang lelaki harus tahu kapan mesti memberi perhatian dan kapan mesti menggunakan senjata “cool” nya. Sayangnya, tidak semua mengetahui dan tidak mau tahu ilmu tersebut. Karena itu, banyak wanita yang menyukai lelaki yang sama. Banyak wanita yang susah meninggalkan seorang lelaki. Saat ditanya orang lain, mengapa saya susah move on? Karena hanya si “mantan” itu yang memiliki ilmu tersebut, kalaupun ada orang lain yang memilikinya, mungkin bukan orang-orang yang selama ini mendekati kita setelah putus, entahlah. Apalagi jika seorang lelaki memaksakan kehendaknya padahal dia sudah tahu apa yang diinginkan wanita ini, makin minuslah dia. Maka, sebelum mendekati seorang wanita, pelajari caranya. Mendekati bukan berarti memaksanya langsung menyukai kita juga kan. Mendekati bukan berarti membuat kita harus menghilangkan respect kita kan. Kuncinya satu, buat dia penasaran. Caranya? Belajar dong. Katanya calon pemimpin rumah tangga. Ada yang belum ngerti? Yah, masalah masing-masing sih soalnya hal ini sebenarnya memang susah dijelaskan, apalagi bagi orang yang dari awal tidak sepaham.

TERIMA KASIH CINTA TULUSMU

Bahkan melihatku senyum pun kau sudah bahagia. Perasaan yang entah tumbuh karena apa, mungkin kebiasaan, mungkin kesempatan. Iya, kau mengenalku dan (tentu saja) aku mengenalmu saat 2 SMP. Kita akrab, saling berbagi cerita, bahkan tak jarang kau membuatku kesal hingga tercipta pertengkaran-pertengkaran kecil. Tapi justru itu yang membuat kita dekat, dekat sebagai saudara, dekat sebagai sahabat. Hingga tak terasa bangku SMA pun kita duduki. Masa putih abu-abu yang membuat hidupku demikian berwarna. Kita tetap saling bertegur sapa, tapi tak seakrab dulu lagi. Kau punya teman sendiri, aku pun begitu. Dan apapun tentangmu tak ada yang istimewa, hingga kita menginjak kelas 3 SMA. Entah mengapa ada gelagat aneh yang kutangkap darimu. Persahabatan yang dulu membuat kita dekat kini berlanjut kembali. Tapi, ada rona lain yang kutangkap dari wajahmu ketika kau memandangku, ada rasa yang tak sekedar sahabat. Dugaanku benar. Suatu hari, dengan hati-hati kau mengetuk apa yang kututup selama ini. Meski tak sepenuhnya tertutup. Sebagai manusia dan wanita normal, ada rasa yang tersimpan rapi di sudut sana, tapi sayang bukan untukmu, bukan kau lelaki itu.

Tapi kau tak pernah menyerah, kau mendekatiku dengan caramu. Dengan hal tulus yang tak pernah kuduga sebelumnya. Kau yang mengajarkan dan membuka mataku bahwa ternyata masih ada cinta yang sifatnya hanya memberi, tanpa sedikitpun kau memaksaku membalasnya. Hari itu, pagi kesekian di sekolah kita, kutemukan sebuah buku di atas mejaku. Mungkin tercecer, pikirku. Tapi otak manusiawiku jalan, aku pun membuka buku itu. Itu ternyata bukumu. Ada sehalaman puisi di sana. Indah dan dalam. Ungkapan perasaan yang selalu kau sembunyikan dan hanya berani mengatakannya pada lembaran kertas. Beberapa hari kemudian kau mengaku, buku itu sengaja kau tinggal dan puisi itu untukku. Meski sudah menduga dari awal, tak pelak aku pun kaget. Tiba-tiba, aku benci padamu. Benci yang timbul karena ketidakmampuanku membalas rasamu, benci karena kau tega mengubah persahabatan kita menjadi hubungan sekaku ini, benci karena aku tahu ada rasa itu untukku, orang yang memiliki rasa yang sama, tapi untuk orang lain. Sejak saat itu aku menghindarimu, meski itu kulakukan tanpa sengaja. Entah kebetulan atau apa, kita satu kelompok dalam salah satu tugas akhir sekolah.

Kau berusaha menampilkan yang terbaik yang kau punya. Kenapa, kenapa kau berubah? Kenapa mesti aku wanita itu? Kau tak seperti dulu lagi, kau selalu membuatku merasa bahwa kau lebih baik dari yang lain untukku. Tapi sayang, itu tak mengubah sedikit pun rasaku. Meski kuakui, kau cerdas. Kau mendekatiku dengan halus, tulus, tanpa ada kata-kata langsung. Kau mengaplikasikan dalam karya terbaik kelompok kita, karya terakhir yang kau persembahkan untukku, katamu saat kejadian itu sudah jauh di belakang. Ah, tapi tentu saja perasaanku tak mudah berubah. Aku tetap menganggapmu sahabat, tak lebih.

Apalagi yang harus kulakukan agar kau kembali ke perasaanmu yang dulu? Sungguh, aku tak suka rasa itu ada untukku dari orang baik sepertimu. Aku tak mampu mengecewakanmu. Aku pun pelan-pelan berusaha membuatmu benci padaku. Itu memang berhasil, kita sempat perang dingin, diam-diaman. Tapi itu hanya sementara. Karena kedewasaanmu, kita baikan kembali. Katamu apapun yang kulakukan, takkan membuatmu membenciku, lagi-lagi kau mengatakannya beberapa tahun setelah kejadian itu berlalu. Sebagai lelaki normal, kau pasti ingin mengetahui rasaku untukmu, dari mulutku sendiri. Hingga suatu hari, kau mengungkapkannya. Aku menangis, menangis karena terpaksa menyakitimu, mengatakan bahwa kau ada di pikiranku, tapi tidak di hatiku. Kau sahabatku, tak lebih. Rasaku buatmu sebatas itu.

Meski kecewa, kau tetap tersenyum untukku. Berdoa yang terbaik untukku. Merelakanku untuk siapapun yang bisa membuatku bahagia. Tapi ada satu hal yang tak kutahu saat itu, ternyata kau nyaris frustasi. Rokok, barang tak pernah kau sentuh sebelumnya dalam beberapa jam ludes sebungkus. Hingga tenggorokan dan mulutmu pahit. Tapi kau sempat berterima kasih padaku, kau tak mau mengenal rokok lagi setelah itu. Kapok katamu, haha.

Sampai saat ini kau tetap berusaha menyadarkanku arti dirimu buatku. Dan sampai saat ini pula, rasaku masih sama. Tenang sobat, jika aku memang rumah yang ditakdirkan sebagai tempat kembalimu, maka aku takkan kemana-mana dan tak ada yang dapat memasukinya selain kamu, karena kamu yang memegang kuncinya. Tapi jika bukan, maka akan ada rumah terbaik dari Allah untukmu, dan ada penghuni terbaik untukku. Just believe it. Satu kata-katamu yang selalu kuingat “Jangan salah pilih Una, karena jika kamu bersedih, kamu tak pernah sadar bahwa aku yang menangis dalam diam, menangisi ketidakmampuanku membuatmu menyayangiku.

Tulisan ini untukmu sahabatku, salah seorang guru kehidupan terbaik yang dikirimkan Allah untukku, yang sekarang lagi berjuang di pulau lain, 2 jam lebih cepat dari tempatku kini. Terima kasih, kau mengajarkan arti ketulusan sekaligus arti menyayangi. Terima kasih membuatku merasa berarti karena cintamu, menjadikanku orang pertama yang kau mintai pendapat jika ingin melakukan sesuatu, yang sampai saat ini hanya bisa kubalas dengan menyayangimu sebagai sahabatku. Doaku semoga kau selalu bahagia, baik-baik di sana, jangan pernah melupakan hakikat kita sebagai makhluk-Nya.

RINDU

Pernah tidak merindukan seseorang, begitu merindukannya sampai kadang terbawa mimpi bertemu? Pernah tidak memutuskan untuk hanya menikmati rindu tanpa sedikitpun berniat menyampaikannya ke si objek? Pernah tidak memikirkan wajah seseorang, tawanya, tingkahnya, dan semua hal yang ada pada dirinya sampai tak terasa ada genangan air yang menggenang di pelupuk mata? Pernah tidak menuangkannya dalam sebuah tulisan mengenai kombinasi semua rasa itu? Jika pernah, kita sama sobat.

Sekarang aku lagi merasakan semua kombinasi rasa itu dan menuangkannya lewat untaian kalimat ini. Iya, aku merindukannya, lagi dan lagi. Tapi, tak ada ruang untuk menyampaikannya dan memang, tak ada niat untuk mencari ruang itu. Aku percaya janji Tuhanku, janji yang pasti akan ditepati-Nya, janji yang tertuang mutlak dalam kitab-Nya, pun dititipkan melalui sabda Rasul-Nya, janji yang akan menjadi hadiah indah bagi orang yang sabar dan percaya, janji yang akan datang di waktu yang tepat. Karena tak ada hubungan halal, sebelum direstui oleh-Nya melalui ikatan yang diikrarkan karena-Nya dan disahkan negara. Semoga konsentrasi kita semata-mata untuk ibadah, penyempurna separuh agama, bukan hanya seremonial dunia. Ibadah yang akan kekal hingga hari akhir-Nya. Masih banyak hal yang mesti kita perbaiki, terus mendekatkan diri kepada-Nya. Mempersiapkan banyak hal untuk ibadah terlama.

Terakhir, aku kutip kirimanku di Radio Venus FM yang sempat dibacakan penyiarnya,
Dear diary, aku tahu rindu ini belum saatnya, rasa ini belum waktunya. Untuk itu, biarkan angin dan malam melalui lantunan doa yang menjadi saksi ungkapan hati yang tak mungkin kukatakan sekarang. Aku hanya berharap kamu selalu dalam lindungan-Nya. Aku tahu, aku hanya berhak merindukanmu tanpa kamu berkewajiban membalasnya.”

MENCOBA MOVE ON

Tidak terasa sudah 3 mingguan di Jogja. Dan minggu depan, perkuliahan insya Allah sudah dimulai. Dan sekarang, masa transisi yang dulu pernah menghantui, kini datang kembali. Apa yang pernah kualami di Makassar, kejadian dan orang-orangnya sungguh membuatku susah move on. Tapi yah itu, di sisi lain aku sadar bahwa ada saat di mana kita harus meninggalkan step hidup yang kemarin untuk mencapai tujuan hidup selanjutnya. Sekarang lagi mencoba mengakrabkan diri dengan mata kuliah, teman-teman dan lingkungan baru. Bukan berarti pula komunikasi dan hubungan dengan teman-teman lama terputus begitu saja. Mungkin ini hanya masalah kuantitas. Ada orang baru dan kesibukan baru yang mesti dihadapi dan dijalani. Demi mimpi-mimpi dan harapan yang selalu menjadi suguhan utama kami kala berbagi cerita di malam-malam kebersamaan.


Akhir-akhir ini, aku sering mimpi aneh pula. Sering hadir sesosok lelaki yang entah sejak kapan rajin menyambangiku lewat mimpi. Apa itu perasaanku saja atau jawaban Allah atas penantianku selama ini? Entah. Tetapi, aku tak dapat melihat dengan jelas siapa lelaki itu. Saat bangun pun, hanya 3 nama yang sering muncul di pikiranku, karena untuk saat ini hanya 3 nama itu yang sering berebut tempat di sana. Ini pula salah satu hal yang mesti membuatku move on. 2 lelaki yang pernah hadir di hari dan hatiku, yang sampai saat ini masih sering mengganggu meski gak berlebihan. Dan 1 lelaki yang baru saja kukenal, tapi mampu menjadikannya salah satu manusia yang patut kukagumi. Ya Allah, bimbing hati hamba untuk tak condong ke siapapun sebelum akad, sebelum Engkau ketuk palu siapa yang akan mendampingiku membangun surga dunia dan bersama dalam ketaatan kepada-Mu, partnerku dalam beribadah, melahirkan anak-anak yang sholeh dan sholehah serta menegakkan kalimat lailahaillallah di bumi-Mu tercinta, Aamiin.

MODERNISASI

Pernah tidak berpikir, apa yang kita nikmati sekarang merupakan simbol kemajuan atau justru kemunduran? Oke, aku persempit bahasannya. Mengenai teknologi. Sebelum lebih jauh, aku harus jujur bahwa aku bukanlah penentang teknologi. Bahkan kuliahku ujung-ujungnya untuk memajukan peradaban bangsa melalui teknologi. Terlepas dari itu semua, tulisan ini hanya menggambarkan opini yang tiba-tiba muncul (mungkin sudah lama tersembunyi), tanpa bermaksud memberikan penilaian langsung terhadap objek permasalahan. Aku selalu suka begitu, pertimbangan jauh lebih penting menurutku.

Oke, kita mulai dengan meninjau teknologi di masa lampau. Dulu, duluuuu banget, manusia hidup, bertahan dan bersahabat dengan alam. Segala kebutuhan hidup disediakan oleh alam. Mulai alat dari kulit kayu, batu yang dijadikan sumber api, kulit binatang sebagai pakaian, makanan berasal dari cadangan makanan tumbuhan hutan, dll. Sebenarnya tak ada bedanya dengan masa sekarang, segala kebutuhan kita dipenuhi oleh alam. Bedanya, mereka yang kita sebut kaum primitif, mengambil haknya secara tak berlebihan, tanpa merusak dan tetap “menyambung silaturahmi” dengan alam. Sedangkan zaman sekarang, makhluk modern, di saat teknologi dan peradaban menanjak popularitasnya, justru berbanding lurus dengan keserakahan dan naluri merusak (salah satu sifat manusia yang telah disebutkan dalam Al-Qur’an) manusia. Keseimbangan alam dan cadangan untuk anak cucu kelak tak diperhatikan lagi. Padahal, peradaban modern hampir memenuhi semua kebutuhan manusia. Kemajuan di berbagai bidang, termasuk substitusi tenaga manusia ke mesin yang otomatis meringankan pekerjaan manusia, membuat benda yang sebelumnya tidak mungkin, dan berbagai keuntungan lainnya.

Zaman dahulu, metamorfosis penerangan yang awalnya menggunakan obor, berlanjut ke lampu minyak, petromaks, hingga listrik ditemukan dan membuat terang seluruh dunia. Sumbernya pun awalnya hanya generator listrik yang dibantu putaran kincir yang digerakkan oleh air terjun, uap yang didapatkan dari hasil pemanasan, angin, sumber energi dari matahari, tenaga nuklir, dll. Di bidang transportasi, awalnya perpindahan dari satu tempat ke tempat lainnya ditempuh dengan jalan kaki, paling mewah dengan berkuda dan bersepeda, hingga mesin ditemukan, yang menjadi cikal-bakal hadirnya motor, mobil, pesawat, dll. Dalam hal kecantikan, bedak yang berasal dari bubuk beras adalah kosmetik alami yang sangat bermanfaat untuk kulit. Tak puas sampai di situ, berbagai racikan alami hingga menggunakan tambahan bahan kimia diproses untuk memenuhi kebutuhan manusia akan kecantikan. Disadari ataupun tidak, semua transformasi itu dipengaruhi oleh teknologi. Anugerah kecerdasan dari-Nya. Jarak dan waktu semakin menyusut, mungkin mendekati kecepatan cahaya, hehe.

Terlepas dari berbagai fasilitas yang menguntungkan manusia, banyak hal yang menjadi pertanyaan. Salah satunya, apakah benar zaman sekarang lebih maju dari zaman dahulu? Secara fisik, mungkin. Lihat saja, pekerjaan manusia menjadi lebih mudah dan efisien dengan adanya berbagai penemuan para ilmuwan. Tapi secara tersirat, alangkah bijaknya jika kita tinjau dari berbagai sudut. Pemanasan global akibat emisi gas rumah kaca, menipisnya ozon, polusi di mana-mana, daerah serapan air yang semakin berkurang, akhir-akhir ini menjadi wacana serius bagi kelangsungan kehidupan damai kita di bumi. Akibatnya, muncul jenis penyakit baru, bencana alam di mana-mana, sampai merambah ke moral yang semakin merosot, di tengah tingkat pendidikan yang semakin tinggi. Hal yang jarang bahkan hampir tidak pernah dialami oleh manusia zaman dahulu. Itu disebabkan oleh apa? Ketamakan, kurang bersyukur dan selalu ingin lebih dan lebih dibanding orang lain. Padahal tingkat kebutuhan kita tak setinggi itu. Keinginanlah yang membuat kurvanya meningkat. Prestise, egois dan rakus. Tiga penyakit yang akhir-akhir ini menjangkiti sebagian kita, bahkan sampai menular. Ujung-ujungnya, alam menjadi sasaran empuk. Eksploitasi besar-besaran tak sebanding dengan tingkat pengamanan dan reboisasi. Dan akibatnya pun kembali ke manusia.

Sekali lagi, aku tak menyalahkan teknologi. Kitalah aktornya, kita yang mengarahkan ke mana teknologi tersebut bermuara, untuk kepentingan bersamakah atau hanya sebagai pemuas nafsu pribadi? Mengambil manfaat dari alam tak apa, tapi dampak ke depannya juga harus diperhatikan. Alam tidak akan pernah rusak jika kita bijak. Bagaimana mengelola semuanya di titik keseimbangannya. Itu semua untuk kita sendiri, untuk warisan kelak kepada anak-cucu kita.

CURAHAN HATI SANG CALON FISIKAWAN

Hai teman, lagi apa kalian? Kalo aku sedang menulis, ingin menumpahkan sedikit kerisauanku malam ini. Oh iya, tak apa yah jika malam ini aku ingin mengganggu sedikit? Bertanya tentang hal yang tak kutahu jawabannya? Pertanyaan pertama, kalian tahu atah kenal Fisika? Iya, itu dia. Salah satu mata pelajaran wajib dari SMP sampai kuliah (untuk eksak) yang jadi syarat kelulusan. Saya yakin kalian pasti kenal, eh tidak, mungkin tahu lebih tepatnya. Dan mungkin juga ada di antara kalian yang pura-pura tidak kenal dia, berpaling, berlari, meringis, bergidik ngeri, terjatuh dan tak bisa bangkit lagi saat mendengar namanya. Iya, aku maklum. Sebagian besar dari kita, memang tak menyukainya. Bahkan sering mengeluh karenanya. Barisan angka tidak jelas, rumus yang mengalami penurunan berulangkali, benda yang ditinjau yang itu-itu saja, membosankan. Mana gurunya bikin ngantuk, nyaris ngomong sendiri saat mengajar, tatapannya yang tajam saat memberi tugas mengerjakan soal di papan tulis, dan berubah jadi monster saat memberi tambahan PR. Uhhh, dunia serasa tak berwarna karenanya.

Tapi, ada satu hal yang mungkin tidak kalian tahu, atau tak mau tahu. Tapi mumpung malam ini kalian mau mendengarkanku, baiklah akan kutuntaskan cerita ini. Yang kumaksud adalah kalian tak tahu kan kenapa masih ada orang sepertiku misalnya yang masih tertarik mendalami ilmu ini? Ilmu yang saking umumnya, sering menimbulkan pertanyaan orang “Mau jadi apa nanti kalo lulus?”. Tentu saja kami punya alasan. Bukan karena kami sudah menguasai semua rentetan rumus yang sekilas tak berarti itu hingga mau menyaingi Newton, Einstein hingga Scrodinger, bukan pula karena kami tidak punya pilihan jurusan lain, pun bukan kurang kerjaan sampai-sampai mau mengerjakan hal yang menurut kalian sia-sia. Kami sama dengan kalian, kami juga awalnya tak menyukainya. Tapi berbekal pengetahuan yang didapat dari berbagai literatur dan pengalaman, kami memutuskan menjalani ini. Karena kami sadar, berbagai bidang ilmu yang kalian tekuni sekarang sangat berhubungan dengan Fisika. Rumus, persamaan, bidang kajian dan objek yang itu-itu saja tak kalian sadari telah melahirkan banyak kontribusi di berbagai lini kehidupan. Kemajuan teknologi yang kalian rasakan, adalah buah yang ditanam para pendahulu kami. Tapi kalian hanya ingin tahu buahnya kan. Tanpa ingin mengetahui akarnya serabut atau tunggang. Kalian tahu udara? Yah, kami layaknya dia. Tak terlihat dan kadang tak dianggap, tapi ada di sekitar kita, dirasakan dan tak ada kehidupan tanpanya. Kontribusi nyata kami? Kontribusi nyatanya udara apa? Yah, itu jawabannya. Bukannya kami ingin sombong dan merasa hebat, kami hanya ingin belajar banyak. Mempelajari hakikat alam dan mendekatkan kami kepada pencipta kita, melalui ilmu kami. Bukankah itu tujuan kita diciptakan di bumi ini?


Kami tidak peduli apapun penilaian kalian tentang kami. Kami hanya minta, biarkan kami tenang mendalami apa yang sudah dirintis pendahulu kami, tanpa ada pandangan dan pertanyaan sinis lagi untuk kami. Lebih bijaknya lagi jika kita bisa bekerjasama menggabungkan ilmu kita, karena segala sesuatu dibangun oleh banyak unsur untuk sama-sama menjadi makhluk yang memberi manfaat bagi diri dan sesama, menjadi sebaik-baiknya manusia.

Selasa, 05 Agustus 2014

Aku dan Kalian_Rizkyta Crew_

Pagi ini begitu hangat, sehangat kepalaku yang mulai dijejali kembali rumus masa lalu yang pernah hadir, dan harus kuhadirkan kembali demi masa depan yang lebih baik (iklan beettt). Baiklah, di hari Rabu yang selalu spesial, 6 Agustus 2014 ditemani segelas air putih dan sari roti cokelat, inspirasi menulis tiba-tiba muncul. Mungkin karena kemarin habis baca kata pengantar skripsinya Nana yang begitu sadis, sampe-sampe hampir air mata ini tumpah di depan publik. Tiba-tiba aku ingin membuat tulisan ini di detik-detik terakhir diriku di Makassar, meninggalkan kebersamaan kita di kost tercinta ini, meninggalkan malam-malam yang selalu ceria atau galau mengikuti alur hidup si empunya cerita. Galau karena skripsi, masa depan, dan tentu saja CINTA.

Di antara tumpukan buku mekanika, fismat, fisika zat padat merayap, dan embel-embel lain tentang Fisika, aku ingin menulis ini. Berjuta terima kasih untuk kalian yang ditakdirkan Tuhan untuk dekat denganku, manusia berbagai karakter unik, pelajaran tersendiri untukku, hidupku, dan masa depanku. Terima kasih sudah mau repot hadir di hari dan hatiku, sahabat sekaligus saudara buatku (edisi mewek). Buat tetangga terdekat, Jayen (Jayanti, si Sunda berdarah Batak), si misterius dan introvert di bulan-bulan awal aku mengenalnya. Si peri teknologi informasi dan komunikasi (anak Ilmu Komunikasi UNHAS kok), penolong pertama (selain Google) saat aku tersesat di lembah kegaptekan. Makasih Jayen, kau menyadarkanku bahwa dunia maya juga penting, apalagi di masa depan karierku kelak. Tapi jangan keseringan di sana yah, walau bagaimanapun dunia kita tetap disini, di tempat kita berpijak. Sehebat apapun kita di dunia maya, kita tetap gak ada apa-apanya tanpa aplikasi nyata di dunia nyata. Yah, karena manusia makhluk konkrit, bukan abstrak. In addition that, cepat-cepatlah kau selesaikan skripsimu, desain kebayanya aja sudah ada ;).

Lompat ke kamar no 1, Nana ajaib. Kombinasi manja, dewasa, galau, bijak, keras, dan beberapa sifat yang agak kontradiktif. Si motivator, penasehat, dan buku berjalan, my twin dalam proses dan pengalaman hidup. Meski beda usia 3 tahun, dia tetap bisa mengimbangiku. Semangat Nana, kita berjuang di tempat berbeda, tapi Alhamdulillah satu pulau. Biarlah cerita apapun tentang hidup tetap mengalir menjadi rangkaian kenangan, tetap berkreasi di sana, masa depan lebih keren menanti kita. Terima kasih juga karena darimu aku belajar banyak, mengenal Tuhan dan berbagai kejadian melalui pemahaman logika meski terbatas. Dan satu lagi, jangan pernah memanjakan perasaan, karena sekali dia mendapat ruang maka seperti gas dia akan menyebar dengan cepat, memenuhi segenap ruangan hati, bahkan bisa menembus tempat lain. Dan kau sudah tahu bahayanya. Kecuali, memang untuk seseorang yang dikirimkan Tuhan saat kau sudah siap.

Kakak Anni, bu dokter dan bu dosen. Nama ketiga yang amat sangat banyak membantuku. Kalo mereka berdua membantuku lebih ke hal abstrak, maka bu dokter membantuku di teknisnya. Mulai dari meminjam properti yang kubutuhkan, mengantar ke sana ke mari, sampai mentraktir ini itu. Terima kasih banyak kak, semoga tahun ini milikmu bersamanya, Allah melancarkan hingga jenjang selanjutnya. Aamiin. Terakhir, tetaplah berdiri menjadi Kakak Anni yang tangguh, meski banyak duri di luar sana, jika kau yakin itu yang terbaik maka pertahankanlah. Anggaplah mereka masih kurang memahami apa yang kita lakukan. Masih kurang dewasa untuk menyikapi, meski kita tetap harus terus belajar. Bagiku kau salah satu inspirasi dan kakak terbaik.

Dan, pada akhirnya kita harus berjuang di tempat berbeda, meski jarak dan waktu memisahkan kita untuk saat ini, tapi mereka jugalah yang pernah dan akan menjadi penyatu kita. Terima kasih atas semua kenangan indah itu, salah satu puzzle di episode hidupku. Maaf jika pernah terbersit kata tak pantas dan tingkah tak wajar dariku, itu karena aku menyayangi kalian. See you in the next part,,,

KARENA TAK ADA YANG KEBETULAN DAN SIA-SIA _Edisi Lanjut S2_


Rabu, 23 Juli 2014 (habis sholat magrib)
Hari deg-degan kesekian kalinya buatku. Bagaimana tidak, nasib S2 dan beasiswaku sedikit banyak ditentukan hari ini, pengumuman kelulusan Program Pascasarjana UGM. Tapi yah itu, mau tidak mau mesti dibuka. Bismillah saja. Akupun meraih handphone dan membuka situs web tempat pengumumanku. Engan tangan gemetar dan jantung yang nyaris copot, aku mengetikkan nomor pendaftaran dan tanggal lahirku di kolom yang sudah disediakan. Saking gemetarnya, CAPTHA yang aku ketikkan salah, huffftttt try again. Kecepatan jantung ini makin bertambah. Setengah menutup mata, aku mengintip layar handphone. Dan . . . Ya Allah, mungkin inilah jawaban atas sebagian besar pertanyaanku dari tahun lalu sampai hari ini. Mungkin ini yang dimaksud nasib, rejeki gak tertukar, jodoh pasti bertemu *eh. Mungkin ini garis takdir yang mesti kujalani 2 tahun ke depan, yah Alhamdulillah aku lulus. Tepat seperti perkiraan salah seorang temanku, Nana Listianah, tempat menumpahkan segala apa yang kurasakan.
Jadilah, universitas yang kusubmit di LPDP sebelumnya (ITB), harus diubah ke UGM. Tapi berhubung LPDP dan semua instansi libur sampai tanggal 3 Agustus, email perpindahan universitas yang akan kukirim ke LPDP ditunda dulu. Aku coba-coba buka website tentang UGM dan menemukan sebuah artikel yang mengatakan bahwa jurusanku, Fisika ada ujian matrikulasinya dan itu dilaksanakan sebelum masuk semester I. Jadwalnya pun gak ada di internet. Jadi, mesti siap-siap dari sekarang supaya gak ngulang, hehe. Mana ada 7 mata kuliah lagi, hhhmmmm anggap saja the next surprise, hehe...
Okelah, kita tinggalkan dululah sejenak tentang UGM, matrikulasi dan beasiswa LPDP. Kita mengarah ke hikmah dan pelajaran yang dapat dipetik dari sini; ala-ala motivator cuuyyy. Saya rangkum dalam bentuk tanya-jawab saja yah, pertanyaan yang muncul dari hati dan pikiranku setahun lalu, okelah here we go...
-          Kenapa saya gak lulus ITB?
Karena insya Allah saya akan menjadi lebih baik dalam segala hal di UGM, buktinya Allah menunjukkan itu dengan predikat “lulus”, bukannya mau menjelek-jelekkan ITB, walau bagaimanapun aku pernah “mupeng” masuk ITB, tapi itu semata-mata dari personalku saja, tak ada maksud mengeneralkannya. Kan belum tentu sesuatu yang cocok bagi seseorang cocok juga bagi orang lain.
-          Apa sertifikat TOEFL dan TPA yang kuperjuangkan dari Kediri dan tes di ITB sia-sia?
Tentu saja tidak. Kedua sertifikat itulah yang kugunakan mendaftar di UGM. TOEFL malah memiliki peran di luar dugaanku, salah satu syarat administrasinya LPDP terpenuhi gara-gara “dia”, Alhamdulillah.
-          Kenapa lulus UGM nya baru sekarang bukan tahun lalu?
Haha, pertanyaan lumayan bodoh. Ya iyalah, karena daftar UGM nya juga baru tahun ini kan? Tambahan, karena Allah menakdirkan aku menikmati waktu satu tahun untuk mengkaji ilmu melalui pelajaran hidup yang diberikan. Ada banyak hal yang kudapat dalam masa setahun ini, mungkin abstrak, tak terlihat tapi bisa kurasakan. Insya Allah menuju arah yang lebih baik. Aamiin. Dan aku bersyukur untuk itu, pengalaman dan pelajaran itu bisa kudapatkan di usiaku yang relatif muda serta bisa membaginya baik dengan adik, seusia, maupun kakakku.
-          Kenapa mesti UGM?
Beberapa hari yang lalu, ada kabar gembira buatku dan mama. Mama yang awalnya khawatir mau ke mana aku pas sampai Jogja, mendapat jawaban indah dari Allah. Anak dari mantan kepala sekolahnya memiliki rumah di Jogja, dan beliau menawarkan aku untuk tinggal di sana. Alhamdulillah, dan ternyata beliau juga punya 2 anak yang kuliah di UGM, satu jurusan kedokteran (S1) dan satunya lagi jurusan Teknik Sipil (S2). Yang S2 bersamaan denganku masuk tahun ini.
Selain itu, sepertinya Allah ingin mengajarkanku menjadi wanita lembut nan ayu. Dari mereka aku tahu banyak budaya orang Jogja yang penuh sopan santun dan berbudaya. Aku juga lagi progress naik motor. Karena di Jogja, mobilitasnya susah jika mengandalkan kendaraan umum, makanya 2 hari ini motor adalah barang yang tiba-tiba akrab denganku.
-          Apa-apa pelajarannya?
Banyaklah, aku merasa lebih tenang dan lebih dekat kepada-Nya. Secara fisik, saya insya Allah dan Alhamdulillah ditakdirkan kuliah di UGM, ditakdirkan mendapat beasiswa LPDP, bukan yang lain. Dan saya yakin selalu ada kebaikan terhadap apapun yang ditakdirkan Allah. Melalui satu tahun itu juga, aku lebih dekat dengan orang-orang unik dan berbeda yang memberikan nuansa baru dalam hidupku.
Dan saya yakin akan ada kejutan lainnya siap menanti dan siap kujalani, insya Allah. Asalkan aku selalu berpikiran positif, berusaha, berdoa, sabar. Karena Allah sesuai dengan persangkaan hamba-Nya.

PERCAYA


Bagaimana mungkin kita bisa menguatkan saat kita juga butuh dikuatkan
Bagaimana mungkin kita dituntut tersenyum saat mata tak sanggup menyembunyikan bulir
Bagaimana mungkin kita mampu menasehati ketika jiwa juga butuh dinasehati
Bagaimana mungkin kita dijadikan sandaran saat pundak lemah dan justru butuh topangan
Tapi ternyata jawabannya bisa
Yah, kita ternyata bisa menjadi me- saat keadaan menggiring kita mengalami di-
Kekuatan besar apa yang kita punya
Darimana asalnya
Siapa yang memberinya
Dialah sang pemberi hidup
Sang Maha Sempurna atas segalanya
Tempat segala penat dicurahkan
Tempat segala keluh dikesahkan
Tempat segala ketidakberdayaan ditumpahkan
Hanya satu yang kita butuhkan
Percaya
Percaya bahwa Dia tidak akan meninggalkan kita
Takkan membiarkan kita sendiri
Takkan memberi ujian di luar batas kemampuan
Takkan menyia-nyiakan segala percaya kita
Percaya bahwa saat kita berbagi
Saat kita memberi, justru saat kita pun butuh diberi
Kasih sayang-Nya berkali lipat
Memberi kekuatan lebih besar
Kekuatan yang tak pernah kita duga sebelumnya
Kekuatan yang akan menjadikan kita dan orang lain lebih baik

Senin, 07 Juli 2014

AKU MENJADI (EDISI BANTARGEBANG) WITH PK13 LPDP


Bantargebang. Sebuah daerah yang jika mendengar namanya maka yang terbayang adalah kotor, penyakit, pemulung, dan semua yang berhubungan dengan sampah. Memang, tak ada yang dapat menyalahkan persepsi itu, masing-masing punya pendapat, meski kita juga tidak adil jika hanya melihat satu sisi saja. Ada hal lain yang mesti kaji dari sana. Ada sisi berbeda yang harus kita ketahui dari sekadar pemahaman dangkal. Bersyukur. Ya, sebuah kata yang jarang diingat. Bersyukur karena Bantargebang menjadi tempat pembuangan sampah akhir bagi warga sekitarnya, bersyukur karena ada pemulung menjadikannya mata pencaharian, bersyukur karena kita masih diberi kesempatan untuk hidup berkecukupan, tanpa harus mengalami hal itu.
Bantargebang. Sebuah daerah yang menjadi destinasi kegiatan sosial LPDP di hari ke-7 Pelatihan Kepemimpinan Angkatan 13 (PK13). Jadilah, hari Jumat tanggal 20 Juni 2014 menjadi hari bersejarah bagi kami peserta PK13. Dengan 3 bus besar, 7 kelompok beriringan menuju Bantargebang. Sesampainya di sana, kami dibagi dalam 58 kelompok kecil, masing-masing beranggotakan 2 orang yang didampingi 1 pemulung. Tugas kami adalah terjun langsung menemani mereka bekerja selama 2 jam. Saya sendiri sekelompok dengan Mas Haris dan bapak Syarki. Bapak yang sederhana, murah senyum, dan sangat baik dalam kata dan tingkah.
Kami berdua diajak oleh Pak Syarki ke salah satu tempat pembuangan akhir sampah tersebut. Hal yang pertama kali saya rasakan adalah bau, jijik, dan ngeri (belatung di mana-mana). Tetapi, melalui percakapan akrab dan hangat di antara kami, pekerjaan pun lama-kelamaan menjadi lebih ringan dan terbiasa. Pak Syarki menginstruksikan bahwa kami harus mencari sampah plastik, karena semua pemulung ada jatah masing-masing. Tidak boleh mengambil barang yang bukan menjadi hak pembagian kita. Sebuah pelajaran berharga untuk calon pemimpin masa depan bangsa.
Sambil bekerja, kami bertanya mengenai kehidupan Pak Syarki. Beliau mengatakan bahwa pekerjaan ini sudah 7 tahun dilakoninya, pindah dari daerah asalnya Karawang bersama anak dan istrinya. Sebelumnya, beliau bekerja sebagai petani ikan bandeng. Tetapi karena penghasilannya yang kurang, beliau memutuskan pindah ke tempat ini. Anaknya 3, yang paling sulung adalah perempuan, sementara kuliah semester 2 dan sangat membanggakan orang tua. Dari SMP, anak itu mendapatkan beasiswa dari salah satu yayasan.  Dan itu berlaku hingga sekarang. Pak Syarki mengatakan bahwa tidak mungkin anaknya bisa kuliah jika mengharapkan biaya dari beliau. Penghasilannya hanya cukup untuk makan sehari-hari. Sampah plastik yang dikumpulkan oleh Pak Syarki disimpan kurang lebih 2 minggu agar padat. Setelah itu baru ditimbang dan dijual, harganya Rp. 40.000 per kwintal. Meski begitu, tak pernah sekalipun terdengar keluhan darinya. Saya memang sering mendengar dan melihat dari media, tapi dengan merasakan dan terjun langsung ke daerahnya serta melakoni kegiatan Pak Syarki, semakin menambah rasa syukur dan rendah hati.
Saya sempat menanyakan apakah ada puskesmas di daerah ini. Beliau mengatakan bahwa puskesmas jaraknya beberapa kilometer dari sini dan untuk sekali periksa, mereka harus merogoh kocek yang lumayan dalam. Kebetulan, selain tugas individu, ada pula tugas kelompok yaitu Social Creative Contribution dengan pilihan tema (untuk kelompokku) “Penyuluhan Dan Pemeriksaan Kesehatan Gratis”. Pak Syarki sangat antusias mendengar hal tersebut. Satu lagi yang membuat saya kagum kepada bapak ini, beliau mengarahkan kami untuk mencuci tangan dan kaki yang kotor di rumahnya, meski air juga terbatas, bahkan merelakan sabunnya digunakan bersama. Dalam keadaan hidup susah, betapa banyak ladang amal yang ditanaminya. Pelajaran berharga lainnya untuk kami.
Beberapa gunungan sampah yang semakin lama semakin bertambah di Bantargebang, telah ditimbun tanah sehingga menciptakan bukit hijau. Masih banyak hal yang perlu dibenahi di sini, dan sebagai calon pemimpin bangsa, kami harus turut berkontribusi untuk membuat kehidupan warga Bantargebang menjadi lebih baik sesuai dengan bidang ilmu masing-masing dan tentu saja kerjasama berkelanjutan di antara kami, khususnya peserta PK13. Saya sendiri memiliki cita-cita untuk membuat pembangkit listrik tenaga sampah, semoga dapat terlaksana dengan bantuan moril dan materiil dari berbagai pihak. Untuk sekarang, fokus menuntut ilmu sebanyak-banyaknya dan menyelesaikan S2 dahulu.



Jumat, 27 Juni 2014

DARI SELEKSI HINGGA THE FIRST MEETING PK


Niat untuk mendaftar beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) sebenarnya sudah ada sejak tahun lalu, tahun 2013. Tetapi, berbagai kendala baik dari hal internal sampai pengaruh eksternal sukses membuatku melupakan cita-cita besar itu. Dari kekurang-PD-an sampai tercekik sendiri melihat nilai TOEFL yang dibutuhkan dan syarat lainnya. Ditambah lagi belum dapat LoA dari universitas tujuan. Dengan terpaksa, mimpi itu dikubur. Memasuki tahun 2014, niat dan semangat untuk melanjutkan pendidikan semakin menggebu. Dan aku sadar, harus ada pendukung baik dari segi moril maupun materiil. Tidak mungkin merepotkan orang tua kembali dengan biaya pascasarjana yang lumayan tinggi. Itu sudah menjadi janjiku dari dulu. Artinya, aku harus mengusahakan sendiri biayanya, salah satu solusinya adalah mengurus beasiswa. Dan kembali, LPDP menjadi pilihan. Alhamdulillah nilai TOEFL sudah 513, tinggal memacu semangat diri untuk menulis esai dan rencana studi plus mencari orang yang tepat untuk memberi surat rekomendasi. Pilihanku adalah Bu Nurlaela Rauf, dosen sekaligus pembimbing skripsiku. Karena belum mendapat LoA dari universitas tujuanku yaitu Institut Teknologi Bandung, maka pengurusan administrasi beasiswa LPDP kulakukan bersamaan dengan pengurusan kelengkapan berkas pascasarjanaku.
            Dengan bekal berkas yang dibutuhkan dan semangat meraih kehidupan serta masa depan yang lebih baik, kuberanikan diri mendaftar online di situs LPDP. Merupakan suatu keberuntungan karena tanpa sepengetahuanku, hari itu merupakan H-2 pendaftaran untuk batch Maret. Artinya, hampir saja proses seleksi berkasku dialihkan ke batch selanjutnya. Selama menanti pengumuman hasil seleksi administrasi, aku menjadi stalker grup facebook “Beasiswa LPDP”. Sore tepat tanggal 10 April 2014, penantian itu berakhir. Bagai menemukan oase, aku melihat namaku terpampang jelas di urutan ke-4 dari bawah (menurut abjad) untuk Program Magister Dalam Negeri. Jadilah sore itu merupakan salah satu momen terindah dalam hidupku, menjadi calon awardee LPDP. Tinggal menunggu undangan resmi jadwal wawancara dan Leaderless Group Discussion (LGD) dari LPDP via email.
            Dua hari kemudian, aku kaget membaca jadwal seleksi wawancara dan LGD untuk daerah Makassar dan Surabaya yaitu tanggal 15-16 April, dan belum ada email apapun dari LPDP. Aku pun mengonfirmasinya di grup facebook dan ternyata banyak yang bernasib sama denganku. Salah satu dari calon awardee memberikan solusi untuk mengirimkan email ke LPDP. Alhamdulillah, kurang dari 24 jam undangan untuk menghadiri seleksi wawancara dan LGD pun tiba. Pada hari yang ditentukan, bertempat di Gedung Phinisi Universitas Negeri Makassar, aku memaksimalkan seluruh kemampuan yang kumiliki di meja interviewer dan meja bundar LGD. Keluasan pengetahuan akademik dan ujian mental merupakan hal yang ditekankan. Pertanyaan-pertanyaan interviewer kujawab dengan tenang, hingga interviewer ke-3 menanyakan sepak terjang organisasiku di kampus. Mulai dari proses hingga hasil pengkaderan mahasiswa baru. Meski agak keras, apa yang dinyatakannya kuakui benar adanya. Aku hanya tersenyum dan mengatakan bahwa segala sesuatu memiliki kekurangan dan masih butuh penyempurnaan. Di ruang LGD, saya dan 3 teman lainnya masing-masing diberi sebuah artikel dengan tema yang sama “Pro dan Kontra Kurikulum 2013”. Kami diberi kesempatan 10 menit untuk membaca dan menyimpulkan, 35 menit berikutnya digunakan untuk diskusi. Pengalaman tak kalah mengharukan pun kualami. Artikel tersebut ternyata bolak-balik dan aku baru menyadarinya di detik-detik terakhir. Alhasil, aku hanya membaca bagian belakang artikel. Dengan modal percaya diri, diskusi berlanjut. Aku pun berhak bernapas lega ketika kedua seleksi itu berhasil kulewati.
            Kurang lebih dua minggu kemudian, penetapan hasil seleksi wawancara dan LGD pun keluar. Dan takdir lulus pun berpihak kembali kepadaku. Artinya, tinggal satu tahap menuju awardee LPDP, Pelatihan Kepemimpinan (PK). Menurut hipotesis awalku, bagian ini akan sangat berkesan. Setelah dilakukan voting usulan tanggal dan bulan PK, namaku masuk ke dalam jajaran peserta PK angkatan 13 (PK13) yang akan diadakan di Wisma Hijau 15-21 Juni 2014. Dimulailah hari-hari sibuk menjelang PK (pra-PK). Kami dibagi dalam beberapa kelompok dan harus berkoordinasi melalui mailing list. Tugas I adalah pemilihan ketua angkatan pra-PK. Melalui musyawarah dan voting, dari 3 kandidat, terpilihlah Amry Fitra tapi belum disahkan oleh pihak LPDP. Sebelum Amry fix menjadi ketua, pihak LPDP memanggil perwakilan dari PK13 untuk menghadap ke kantor LPDP di Jakarta. Ada kekeliruan dalam tugas I kami. Karena Amry saat itu posisinya di Malang dan dikhawatirkan tidak dapat menghadap tepat waktu, maka teman yang berdomosili di Jakarta, Rendy Dalimunthe siap menggantikan Amry. Ternyata, ketua kami ini sangat bertanggung jawab, dia berangkat ke Jakarta saat itu juga dan mendapat apresiasi luar biasa dari Pak Kamil, PIC LPDP, yaitu dijemput di bandara.
            Setelah tugas I beres, menyusullah tugas-tugas berikutnya yang meskipun tidak terlalu susah, tapi deadline yang sempit membuat kami ketar-ketir. Bahkan, cobaan berikutnya adalah sebelum satu tugas selesai, tugas lainnya menyusul bak aliran air. Disinilah koordinasi dan kekompakan kelompok dibutuhkan. Kelompok awal dirombak dan terbentuklah 7 kelompok resmi dari LPDP dengan nama-nama pahlawan. Saya sendiri tergabung dalam kelompok 7, Halim Perdanakusuma. Kelompok yang kelak akan menjadi maskot PK 13, kelompok yang muda, berani, dan tangguh, kelompok ter-PD yang pernah ada. Dan saya bangga menjadi bagian mereka. Hari-hari baruku diisi oleh kumpulan tugas dan keceriaan mereka. Meski belum pernah bertemu, tapi kami merasa sudah saling mengenal sejak lama. Raga tak bertemu, tapi jiwa senantiasa terpaut. Setelah berkutat dengan tugas selama 2 minggu, hari yang dinantikan pun tiba, hari keberangkatan kami ke Wisma Hijau, hari yang merupakan start point kami menjadi calon pemimpin masa depan Indonesia.
            Pukul 17.32 di tanggal 14 Juni 2014, aku bersama 2 orang lainnya sampai di Bandara Soekarno-Hatta setelah menempuh perjalanan ±2 jam dari Makassar. Sempat bingung juga mau nginap di mana, meski ada beberapa pilihan. Tapi, jarak dan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai Wisma Hijau hari Ahad pukul 08.00 menjadi pertimbangan. Akhirnya, kami memutuskan menuju hotel tempat menginap salah seorang peserta PK 13 juga. Sebelumnya kami sudah saling kenal saat wawancara di Makassar. Esoknya, kami dijemput oleh teman PK 13 menuju Wisma Hijau. Meski sempat nyasar, kami akhirnya sampai juga di TKP. Dan perkenalan pun dimulai. Aku langsung bergabung dengan teman kelompokku dan teman-teman yang lain. Aktivitas baru pun dimulai. Banyak kejadian lucu dan mengharukan di sana, semuanya akan terangkum di ceritaku selanjutnya.

Senin, 02 Juni 2014

SYUKUR PART 2

Ditulis pada tanggal 01062014

"Baru na senggol angin, flumi seng. Hahaha". Kalimat yang sering kuucapkan (disertai tawa) kepada 2 temanku yang antibodinya sangat lemah menghadapi musim pancaroba.Mereka tak marah, bahkan ikutan ngakak. Dan sungguh, kalimat yang kuciptakan sendiri itu tak lucu lagi ketika aku di posisi mereka. Flu, demam, batuk. 3 kombinasi sakit yang bagi sebagian orang yang tak "menikmatinya" terdengar ringan, tapi tidak bagi yang mengalaminya, hehe selalu begitu. Salah satu nikmat Allah yang seringkali diabaikan, tak disyukuri, tapi baru terasa jika sementara waktu dicabut sama Allah, kesehatan. Nikmat yang diberikan selain keimanan dan kesempatan.

Belakangan ini, daya tahan tubuhku menurun. Nda bisa disalahkan juga sih, karena memang cuaca lagi galau, pancaroba nda selesai-selesai hehe.... Dan bukan hanya saya yang mengalaminya, beberapa teman juga dapat "jatah". Tapi kali ini, saya mencoba untuk melihatnya dari sisi lain, bukan dari segi medis. Pertanyaan dasarnya, ini cobaan atau teguran Allah buatku? Wallahu A'lam. Jika memang ini cobaan, bisalah saya tenang. Manusia kan takkan pernah lepas dari yang namanya cobaan. Dalam Al-Qur'an pun Allah sudah tegaskan "Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan saja mengatakan : ‘ Kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi. Dan sesunggunya KAMI  telah menguji orang2 yang sebelum mereka, maka sesungguhnya ALLAH mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya DIA mengetahui orang-orang yang dusta.” (Al-Qur’an, Surah Al – Ankabuut (29), ayat 2-3).

Selain itu, dalam sebuah hadits Rasulullah SAW, “Apabila seorang hamba mukmin sakit, maka Allah mengutus 4 malaikat untuk datang padanya. Allah memerintahkan :
1. Malaikat pertama untuk mengambil kekuatannya sehingga menjadi lemah.
2. Malaikat kedua untuk mengambil rasa lezatnya makanan dari mulutnya
3. Malaikat ketiga untuk mengambil cahaya terang di wajahnya sehingga berubahlah wajah si sakit menjadi pucat pasi.
4. Malaikat keempat untuk mengambil semua dosanya , maka berubahlah si sakit menjadi suci dari dosa.

Tatkala Allah akan menyembuhkan hamba mukmin itu, Allah memerintahkan kepada malaikat 1, 2 dan 3 untuk mengembalikan kekuatannya, rasa lezat, dan cahaya di wajah sang hamba.
Namun untuk malaikat ke 4 , Allah tidak memerintahkan untuk mengembalikan dosa-dosanya kepada hamba mukmin. Maka bersujudlah para malaikat itu kepada Allah seraya berkata : “Ya Allah mengapa dosa-dosa ini tidak Engkau kembalikan?”
Allah menjawab: “Tidak baik bagi kemuliaan-Ku jika Aku mengembalikan dosa-dosanya setelah Aku menyulitkan keadaan dirinya ketika sakit. Pergilah dan buanglah dosa-dosa tersebut ke dalam laut.”
Masya Allah, sabar dan ikhlas kita takkan disia-siakan dan akan diganjar pahala berkali lipat.

Tapi, jika ternyata ini teguran? Maka perlu ada introspeksi dan perbaikan diri. Mungkin selama ini ada hati-hati yang terluka karena ucapan maupun perbuatan yang disengaja ataupun tidak, atau hubungan vertikal dengan Allah yang bermasalah, ada peringatan agama yang dilanggar. Bisa juga karena kurang bersyukur dengan nikmat sehat itu sendiri. Wallahu A'lam.

Apapun itu, cobaan ataupun teguran instrospeksi diri tetap harus dilakukan.

HATI

Ditulis pada tanggal 17052014 (sekedar catatan basa-basi yang semoga nda basi)

Pagi menyapa, seperti biasa tiba-tiba muncul inspirasi untuk nulis. Kali ini tentang hati.
Yah, hati. Salah satu organ vital makhluk hidup, termasuk manusia. Secara fisik, fungsinya banyak sekali (cek deh buku Biologi). Tak terkecuali dalam agama, hati memegang peranan yang tak bisa dianggap sepele. buktinya, dia menjadi salah satu isi hadits Nabi SAW "Sesungguhnya dalam diri manusia itu ada segumpal daging. Jika daging itu baik, maka baiklah seluruh anggota badannya tetapi seandainya daging itu rusak dan kotor, maka kotor dan rusaklah seluruh anggota badannya. Daging yang dimaksudkan ini adalah hati." (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim). Saking pentingnya hati, dia dapat berpengaruh pada akhlak si empunya.

Dalam kehidupan sehari-hari, kosakata hati pun paling sering digunakan dibandingkan organ lainnya:
1. Dalam masalah hijab, jika seseorang ditanya mengapa belum mengenakannya, seringkali jawaban yang keluar dari mulutnya yaitu "jilbabin hati dulu".
2. Dalam perbuatan, jika ditanya mengapa melakukan itu, kadang jawabannya yaitu "ikutin kata hati".
3. Dalam hal putus cinta, frase penggantinya adalah "patah hati"
4. Ada satu "alarm" yang dititipkan Allah kepada manusia, yaitu "hati nurani"
5. Frase pengganti jatuh cinta yaitu "jatuh hati"
6. Jika mau berangkat ke suatu tempat, pesannya "hati-hati di jalan".
dan kayaknya masih banyak yang lain deh, hehehe...

Maka sebagai penutup dari tulisan agak, mungkin, dan cenderung ngaco ini adalah jaga dia, jagalah hati kita (kalo ini pesannya Aa Gym). Jangan pernah biarkan ada setitik noda yang menutupinya dan menjadikannya penyakit hati. Baik secara fisik maupun tersirat. Karena sekali dia ternoda, maka perlu usaha keras untuk membersihkannya kembali.

Minggu, 01 Juni 2014

Kenangan Kecilku

Tadi malam aku scan beberapa file yang mau dikirim ke UGM. Iseng-iseng buka album foto masa kecil, ya sekalian aja discan. Mau liat hasil-hasilnya? Gas semuanya juga sih, yang paling bikin kangen aja, hehehe... Check!!!!
Gemes sendiri, ini di Malino

At the 3rd Birthday, with Mom and the only one Bro

Ini waktu di Pelabuhan Bajoe, Bone
Happy 3rd Unha


Foto sama om yang seumuran



Kamis, 29 Mei 2014

GWS Kakak Cantikku

Aku selalu iri padanya, dalam hal positif tentu saja. Dia pintar, baik, dan cantik. Sifat sombong juga jauh darinya. Dia memberikan inspirasi tersendiri buatku. Dia sepupu jauhku, sebut saja namanya Kak I. Aku kenal dia dari kecil, tapi karena lama nda ketemu, aku sempat melupakannya. Suatu hari, saat aku kelas 6 SD Kak A (sekampungku), menanyakan sesuatu yang mengingatkanku lagi padanya. Ternyata, Kak A dan Kak I sekelas (waktu itu mereka sudah 3 SMP). Ternyata mereka berdua bertemu dengan bapakku di salah satu tempat fotokopian dan sempat ngobrol sama Kak I. Kak A pun bertanya, kenapa Kak I bisa mengenal bapakku. Dan dia jawab kalo bapakku itu omnya. Hal itu pun diceritakan Kak A kepadaku, and I tried to reminder her, then ahhaaa I got the answer, Kak I itu sepupu jauhku tadi. And I made up my mind, i was going to send mail for her by Kak A.

Ternyata surat itu dibalas oleh Kak I. Sempat malu juga saat itu, kertas surat dan tulisanku jelek dan dia membalasnya dengan kertas dan tulisan yang cantik. Kebetulan saat itu aku mendaftar di SMP (ditemani Kak A) yang sama dengannya, jadi saat pengambilan formulir, aku bertemu. Sempat ditraktir malah. Dan ada satu prinsipnya yang baru kutahu saat itu, dia belum mau pacaran, padahal cowok-cowok keren nan tajir pada antri. Tambah kagum dah. Tapi sayang, ini tahun terakhirnya di SMP tersebut. Aku tak pernah lagi berhubungan sampai tamat SMA.

Kami kontekan kembali ketika aku mendaftar di universitas yang sama dengannya. Aku juga lupa dapat nomor HP nya darimana. Akhirnya, aku beranikan diri menghubungi untuk minta tolong ditemani saat pengisian formulir. Tapi sayang, saat itu dia ada kuliah. Kabar baiknya, aku lulus di universitas tersebut. Kebetulan, fakultas kami tetanggaan, jadi frekuensi ketemunya akan sering. Di hari pertama kami bertemu (di mushola), aku kaget. Ternyata Kak I sudah menutup aurat dalam artian sebenarnya (bukan membungkus).

Waktu terus berlalu dan mengantarkanku pada gelar sarjana. Dari kabar yang kudengar, Kak I kerja di apotek dekat rumahnya di Makassar. Kami jarang berhubungan, hingga suatu hari ada kabar mengejutkan dari bapakku. Kak I sakit, dan sakitnya bukan medis. Dia sempat kehilangan kesadaran, mengamuk, dan membuka jilbabnya. Astagirullah. Saat aku menjenguknya, airmataku hampir jatuh. Lihatlah, sosok yang kukagumi sejak dulu, cantik, berprestasi, sekarang berjuang menghadapi takdirnya. Kecantikannya masih sama, hanya saja ingatan, perilaku, dan cara bicaranya sudah sangat berbeda. Tapi, ada setitik kebahagiaan yang muncul ketika ibunya mengatakan Kak I sudah berangsur sembuh, buktinya dia mengenalku. Meskipun kepalanya masih sering sakit.

Sembuhkan dia ya Allah, kakakku yang baik hati, sabar, pintar, dan cantik itu. Semoga melalui cobaan ini, dosa-dosanya berguguran, menjadi manusia yang lebih baik insya Allah. Memberi hikmah baginya dan orang-orang di sekitarnya. Satu peristiwa lagi yang menyadarkanku, tak pernah ada yang abadi.

AYO MEMILIH (terkhusus untuk yang "masih" idealis)

Saya sengaja memilih jargon Pemilu 2014 sebagai judul agar menarik perhatian, tema pembicaraan yang lagi trending topic tahun ini. Sebagai warga negara yang baik, hak dan kewajiban memilih pemimpin harus dilakukan. Seburuk apapun sistem yang ada sekarang, tetap tak ada alasan untuk golput. Jangan sampai kita hanya menjadi penonton dengan teriakan protes sana sini tanpa ada kontribusi. Itu hanya menunjukkan jiwa kepengecutan yang awalnya bermaksud "baik". Dan memilih wakil rakyat adalah salah satu titik awal kontribusi untuk negara ini.

Jika ditanya masalah setuju atau tidaknya saya dengan pemerintahan saat ini, jawaban saya adalah fifty-fifty. Fifty yang pertama, setuju. Karena saya selalu yakin, dalam sebuah perkumpulan, pasti ada kaum mayoritas. Dan meski kecil, selalu pula ada kaum minoritas. Namanya juga minoritas, tertutupi oleh suara besar kaum mayoritas. Teringat kutipan dari salah seorang teman "kuantitas menentukan kualitas". Dalam situasi ini, saya setuju. Image yang terpampang pasti dikuasai kaum mayor, mau tidak mau image itu (baik/buruk) akan menempel pula pada kaum minor. Selalu seperti itu dalam sebuah tim, kesalingterkaitan gelombang emosi masing-masing pihak. Termasuk dalam hal pemerintahan, di tengah image yang terlanjut tercoreng di mata masyarakat, terdapat suara-suara kecil yang masih menggunakan nurani dan kebaikan. Bukankah Allah sendiri yang berfirman takkan diazab suatu wilayah jika masih ada yang beristigfar?

Fifty kedua, saya tidak setuju. Alasan masuk akalnya sudah saya paparkan di fifty pertama. Kerusakan sistem yang entah dimulai darimana, sudah menyebar ke berbagai sisi. Mirisnya, penyebaran hal buruk selalu lebih cepat dibandingkan hal baik. Menyalahkan satu sama lain bukanlah sikap yang tepat. Kerusakan ini bak lingkaran, entah di mana titik awalnya.

Kita kembali ke Pesta Rakyat yang sebentar lagi akan diadakan. Saya tidak terbiasa memaksakan pendapat kepada orang lain, tapi setelah pengungkapan secara retorika, biasanya banyak yang ikut. Dan pendapat saya adalah jika kita berada dalam suatu lingkaran, maka kewajiban kita mengikuti segala aturan dalam sistem itu, termasuk memilih tadi. sebagai bangsa yang berlandaskan hukum, ada UUD yang salah satu pasalnya mewajibkan kita memilih. Kalaupun kita belum bisa memperbaiki sistem, paling tidak kita sudah memberi kontribusi sebagai warga negara yang baik. Sabar saja, cepat atau lambat tanggung jawab negara akan jatuh di tangan kita, generasi muda. Dan saat itulah, siapa kita sebenarnya akan terkuak, mampu tidak menjadikan realitas yang dulunya sebatas idealitas.

Oke, kita masuk ke pembahasan kekurangan jika golput. Pertama, pelanggaran terhadap hukum yang jelas-jelas mengatur kita sebagai warga negara. Kedua, timbulnya dilema jika pemerintahannya berhasil dan dilema juga ketika pemerintahannya kurang berhasil. Jika berhasil, malu dong menikmati hasilnya. Jika kurang berhasil, kita tidak punya amunisi apa-apa untuk memprotes kebijakan pemerintah, kan gak dipake waktu Pemilu. Kecuali, kalo kita termasuk orang munafik. Intinya, setiap pilihan akan dipertanggungjawabkan, termasuk juga tidak memilih. Gunakan hak kita pada tempatnya, ini kan pestanya kita, jadi mari sama-sama dirayakan...

Rabu, 28 Mei 2014

Mama



Ada satu masa
Ketika saya mengatakan “tidak bisaka”
Kau berucap “nda akan pernah bisa orang kalo nda dicoba”
Ketika saya mengatakan “tidak mungkin”
Kau berucap “nda ada yang tidak mungkin”
Ketika saya mengatakan “bagaimana menurutta?”
Kau berucap “apapun keputusanmu, itulah yang terbaik”
Ketika saya mengatakan “mauka begini”
Kau berucap “silakan, selalu ada resiko di setiap perbuatan”
Tapi, di masa yang lain
Ketika saya menangis karena gagal
Ketika saya sakit karena jatuh
Ketika saya salah dalam melangkah
Ketika saya terpuruk akibat keras kepala
Kau jadi orang pertama yang memelukku
Kau jadi orang pertama yang mendoakanku
Kau jadi orang pertama yang menarikku bangkit kembali
Dan kau pula yang terakhir menyerah untukku
Sumber kekuatan sekaligus kelemahlembutan
Terima kasih telah menjadi madrasah pertamaku
Atas bekal ilmu terbaik
Saling mengingat di kala jauh
Saling mengingatkan di kala dekat

JURNAL 11 BULAN CAWA

Bismillahirrahmanirrahim Sabtu, 31 Agustus 24: Sekitar pukul setengah 9 malam, Cawa tidur setelah meminum susu dari botol susunya. Tapi, sek...