Senin, 10 Februari 2014

CINTA BRONTOSAURUS

Ini bukan tentang romantika dua binatang yang hidup di zaman dulu itu. Ini judul buku keduanya Raditya Dika yang difilmkan. Tulisan ini juga bukan sebagai resensi atau bersifat persuasive, karena aku yakin akan ada banyak pandangan subjektif di sini, namanya juga nge “fans”, haha. Masih mau baca gak?? Yang mau, tetap stay dan yang sudah bosan di baris ke-5 ini, silakan cari kesibukan lain, haha.
Beda dengan buku “Kambing Jantan” nya yang juga difilmkan (nda jelas juga kenapa semua judul bukunya pake nama hewan), buku “Cinta Brontosaurus” ini lebih ke kumpulan cerpen, meskipun masih tentang kesehariaannya Dika dan sekitarnya. Kalo “Kambing Jantan” kan lebih berupa diary nya dia, namanya juga diadaptasi dari blognya beliau. Nah, karena berupa kumpulan cerpen, awalnya aku juga berpikir, cara menyambung ceritanya bagaimana yah, kalau semua bagian mau diambil, otomatis waktu 2 jam nonton nda akan cukup. Bukan karena kepanjangan, tapi menemukan benang merah antar cerita itu lo bagaimana caranya (sok mengerti saja), pasti ada beberapa Bab yang nda diambil. Ternyata, setelah melihat filmnya, that’s right. Mungkin cuma sekitar 40 % lah dari bukunya (maaf kalo persentase nya nda akurat). Meski begitu, keluguan acting Dika (sama dengan karya-karyanya) dan pemain lainnya membuat film ini menjadi film ringan, mudah dicerna, and of course very funny. That was entertaining.
Ceritanya tentang Dika yang berjuang dalam karya dan cinta. Karyanya berupa buku yang baru saja diterbitkan dan ternyata minim pembeli. Berbagai cara yang dia dan agennya (Kosasih) lakukan agar buku itu bisa dikenal masyarakat dan mereka sudi membeli dan membacanya, yaitu melakukan berbagai talkshow. Beberapa kali dan beberapa kali pula gagal. Bukannya disambut baik, bukunya malah belum laku-laku. Sampai akhirnya ada produser film horor yang menawarinya untuk mengadaptasi buku tersebut jadi film. Hal ini nda disia-siakan sama Dika dan Kosasih. Tapi setelah mendengar bukunya akan diadaptasi jadi film horror “Hantu Cinta Brontosaurus”, Dika pun menolak. Jumlah nominal yang tidak sedikit membuat Kosasih_yang sudah menikah dan memiliki istri yang sangat konsumtif_ tidak setuju dengan Dika, akhirnya mereka ngambek-ngambekan. Di samping itu, masalah Dika lainnya adalah hubungan asmaranya yang terus kandas. Akhirnya, dia punya keyakinan bahwa cinta itu punya batas kadaluwarsa dan hebatnya saking seringnya menjalin hubungan dan putus, Dika tahu bagaimana cara putusnya seorang cewek dalam sekali pertemuan. Dia pun memutuskan jomblo sebelum menemukan cewek yang nda bisa ditebak cara putusnya. Keyakinan itu terus dipegang Dika hingga akhirnya bertemu Jessica, cewek manis yang beda dari mantan-mantannya. Singkat cerita, mereka pun pacaran. Meski banyak tantangan dan sempat break, hubungan mereka pun akhirnya membuat Dika yakin kalo cinta itu nda punya batas kadaluwarsa. Karena kekuatan persahabatan pulalah, Kosasih akhirnya mau menerima prinsip dan alasan Dika membatalkan bukunya diadaptasi. Cerita dalam film ini ringan, cocok untuk kita yang ingin refresh sejenak dari kepenatan, karena gaya humornya yang apa adanya. Hanya saja, ada beberapa adegan dalam film ini yang nyaris garing dan sebaiknya dihilangkan atau lebih divariasikan dengan sesuatu yang lebih berbobot. Tentu saja itu hanya pandangan subjektif saya, biar tambah asyik, mending nonton sendiri, hehehe. Kalo nda bisaki nonton di bioskop, sabar mi saja menunggu sampe filmnya beredar di laptop-laptop terdekat. . .

SEKILAS TENTANG FISIKA

Saat liburan semester kemarin, aku menyempatkan diri ke rumah tanteku. Aku kebetulan suka main ke sana karena anaknya_yang otomatis sepupuku_masih kecil, imut & lucu (kayak aku, tapi minus kecilnya, hehehe). Sesampainya di sana, dia langsung mendekat dan dengan polosnya berkata “Kakak Unha, cantiknya baju ta, kasi’ma. . .” Walah, anak ingusan ini tahu juga ya cara meminta yang baik dan benar. “Iya, nanti kalo besar meko, ambilmi” kataku kemudian. Tanteku pun tidak mau kalah, dia langsung berujar “Tenangmi Tri, na belikan ji itu nanti kalo kerjami Kakak Unha, mmmm tapi kalo lulus nanti apa itu kau kerja nak? Kalo jurusan A kan jelas jadi ttttiiiitttt, jurusan B juga jelas kerja di ttooottt”
Dengan muka bingung (nyaris blo’on), aku menjawab seadanya “Kalo jurusanku juga banyakji tante, bisa ji juga kerja di ttooottt, atau nambah kuliah 1 tahun dan jadi tttiiiitttt” sambil tersenyum (juga seadanya alias nyengir domba).
Bagi saudara seperjuanganku di jurusan yang sama, mungkin kata-kata di atas sudah tidak asing lagi mampir, bersarang, dan tumbuh berkembang di telinga (maaf, gak bermaksud jorok, cuma saking seringnya didengar). Atau mungkin kita sendiri yang sering mengucapkannya. Baiklah, saya tidak punya hak untuk menghakimi apapun pendapat anda tentang FISIKA, tapi saya hanya berniat (sumpah cuma niat, syukur2 kalo berubah) untuk meluruskan paradigma sebagian dari kita yang masih beranggapan seperti itu.
  
Seperti halnya dengan yang lain, kami pun agak jengkel (mencak-mencak maksudnya) jika ada yang meremehkan jurusan kami (baca:Fisika), karena setiap orang pasti memandang apa yang menjadi pilihannya atau yang sedang dijalaninya itulah yang terbaik, tidak terkecuali jurusan, baik yang ikhlas dipilih sendiri maupun pilihan orang lain. Dan itu benar, semua jurusan itu bagus (kalo gak bagus buat apa dijadikan jurusan coba), tergantung dari disiplin ilmu masing-masing. Misalnya bagian kesehatan, kalo gak ada dokter and partnernya, siapa yang mau nyuntik plus merawat kalo kita sakit, meracik obat dll. Kalo jurusan Arsitek gak ada, yang mau memperindah dunia ini dengan bangunan mewah siapa??? Jika jurusan Fisika ditiadakan, dosen-dosennya mau ke mana??? (Hehehe, yang ini bercanda). 
 
Coba deh, kita sempatkan waktu untuk berpikir sejenak. Tidak usah jauh-jauh, dalam kehidupan sehari-hari kita bisa amati fenomena fisika. Misalnya, mobil nih. Mobil didesain mudah penyok dengan tujuan memperbesar waktu sentuh pada saat tertabrak. Waktu sentuh yang lama menyebabkan gaya yang diterima mobil atau pengemudi lebih kecil dan diharapkan keselamatan pengemudi lebih terjamin. Pernah dengar sawah terasering? Itu lo yang berbentuk tangga dan tersusun secara rapi, sehingga air dapat mengalir dengan mudah ke daerah-daerah sawah yang kering. Kenapa dibuat begitu coba? Selain mempermudah kerja bagi petani, juga itu untuk mengurangi tingkat kecuraman tanah yang bermanfaat untuk mengurangi laju air (ingat!!! Air itu mengalir dari tempat tinggi ke rendah), mencegah mengalirnya pupuk dan unsur hara, dan mencegah erosi. Trus, di dunia medis, proses persalinan juga dibantu sama fisika loo. Jadi, gravitasi bumi akan menarik kepala bayi turun ke mulut rahim sehingga mempercepat proses persalinan. Begitupula saat dokter mau nyuntik kita nih, dia mengeluarkan cairan terlebih dahulu dari jarum suntik sebelum menyuntik kita, ini mencegah agar tidak ada udara di dalam jarum suntik, sehingga tidak terjadi gesekan antara udara dan pembuluh darah karena jika udara masuk ke pembuluh darah, beresiko terkena stroke. Dan masih banyak contoh lainnya (cari sendiri yaa!!). Selain itu, di universitas-universitas (fakultas eksakta), diwajibkan memprogram mata kuliah Fisika Dasar (plus Lab nya). Itu karena bidang ilmu mereka kebanyakan terapan, dan membutuhkan ilmu dasar untuk pendalaman teorinya. Kayak kue tart, bagaimanapun cantiknya, tetap butuh terigu sebagai bahan utamanya. Yang paling penting ini nih, dari 100 tokoh dunia yang paling berpengaruh, orang ke3 nya adalah Sir Issac Newton (yang 2 teratas itu Nabi), bapak Fisika yang paling berpengaruh dalam sejarah ilmu pengetahuan, penulis buku Philosophiæ Naturalis Principia Mathematica yang menjelaskan hukum gravitasi dan tiga asas (hukum) pergerakan, yang mengubah pandangan orang terhadap hukum fisika alam selama tiga abad ke depan dan menjadi dasar dari ilmu pengetahuan modern.
Dari beberapa fakta di atas, sepertinya & seharusnya kita tidak perlu mengemukakan pertanyaan seperti tante saya. Meskipun ilmu fisika itu luas & tak berbatas (kayak lagu ABG), tapi masih sangat banyak yang membutuhkannya, karena kami memang dicetak untuk jadi ilmuwan (Riset & Development), dan bukankah itu jauh lebih mulia? (ngutip kata bijaknya Khalifah Ali bin Abi Thalib Ra “keutamaan ilmu dibanding harta”). Tapi, tidak munafik juga kalo memang “life needs money”, tentunya karena hidup sekarang segalanya serba susah kalo gak punya duit, hehehe… Dan saya yakin, anda cukup cerdas menyimpulkan sendiri profesi yang tepat untuk anak fisika. Yang paling penting dari semua itu adalah bagaimana kita dapat bermanfaat untuk orang lain. Rasulullah SAW dalam hal ini bersabda, " Sebaik-baik manusia diantaramu adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain " (HR. Bukhari).

MOTIVASI S2 ITB

Keinginan melanjutkan S2 berasal dari diri saya sendiri, tentunya dengan dukungan keluarga. Keinginan ini sudah ada sebelum saya menamatkan pendidikan S1. Saya sadar bahwa manusia yang berkualitas sangat dibutuhkan bagi bangsa yang sedang berkembang ini dan meraih pendidikan yang setinggi-tingginya adalah salah satu faktor yang dapat menunjang kemajuan suatu bangsa. Oleh karena itu, saya sebagai salah satu bagian dari bangsa ini memiliki tanggung jawab untuk terlibat langsung dalam memajukan negara Indonesia melalui bidang ilmu saya yaitu Fisika (Riset dan Pengembangan). Meskipun sarana dan prasarana di Indonesia belum selengkap di luar negeri, khususnya di negara yang ilmu Sainsnya sudah maju, saya yakin bisa mengejar ketertinggalan dengan mendayagunakan segenap potensi dan sarana yang ada.
            Saya memilih bidang ilmu Fisika Material karena saya tertarik dengan bidang ilmu ini dan ingin melanjutkan riset S1 (skripsi) saya yang bertemakan material. Di Indonesia, masih jarang lulusan Fisika khususnya bidang Material dan saya ingin menemukan serta mengembangkan ilmu material dalam berbagai segi kehidupan. Dengan mengetahui material suatu bahan, hal itu dapat menjadi penentu dalam meminimalisasi dampak negative yang ditimbulkan. Misalnya, dalam bidang industri semen yang saat ini membutuhkan bahan ketiga berupa fly ash yang memiliki tingkat polusi yang masih tinggi. Dengan mensubstitusi fly ash dengan material sama tapi berdampak mengurangi polusi, maka hal itu dapat membantu dalam menjaga kelestarian lingkungan yang sudah semakin rusak oleh polusi.
            Harapan saya ke depan dengan melanjutkan pendidikan S2 adalah untuk meraih cita-cita sebagai tenaga pengajar (dosen) yang berkualitas dan mampu mendidik generasi penerus bangsa agar lebih baik dari hari ke hari. Dengan mendidik tunas bangsa, saya yakin kemajuan negara Indonesia akan semakin cepat, mengingat dari tangan-tangan merekalah nasib bangsa ditentukan. Selain itu, saya juga berminat menjadi seorang peneliti di bidang saya dan mampu mengembangkan penelitian tersebut di dunia pendidikan umumnya, dan di bidang ilmu Fisika khususnya.

KRITIKAN

Kemarin tuh ya ada satu peristiwa yang kayaknya perlu dipikirkan. Bukan saya sih yang terlibat di dalamnya, cuma jadi penikmat dan penonton, sekaligus ambil hikmahnya. Jadi gini, ketika lagi asyik-asyiknya duduk di ruang tamu kostku, terdengarlah suara ribut-ribut yang asalnya dari luar. Karena penasaran (kepo), akhirnya saya memberanikan diri menempelkan kuping di pintu dan melihat keluar. Apa yang terjadi? Nda ada piring pecah, sandal dilempar atau muka ditonjok. Hanya ada 2 orang yang lagi memperdebatkan suatu hal. Apa itu? Nanya mulu. Tapi baiklah karena kalian penasaran, saya akan memberi sedikit gambaran percakapan mereka. Anggap saja namanya Sisuka dan Sisayang (saya lebih suka pake nama ketimbang abjad A, B, sampe Z). Supaya lebih original, accent and language style nya pake yang asli. Yang nda ngerti, tanyakan pada teman terdekat. Kalo gak ada yang ngerti juga, baca aja dulu siapa tau ntar dapat pemahaman sendiri. Ok, here we go. . .
Sisuka        : Biarmi, kenapa kau yang mau pusing kah? Urusanku ini, biar itu bertemanki, nda berhakko atur-atur hidupku.
Sisayang     : Lah, saya kan cuma kasi tau, justru karena bertemannya ki’ na nda tegaka kalo dibilangiko begitu sama orang. Lagian, kan nda baek memang kalo cewek na jam 12 malam masih ada ki di kostnya cowok.
Sisuka            : Edd, urusannya orang mau bilang apa, nda pedulika’. Nda ngapa-ngapainja juga sama pacarku.
Sisayang          : Iya, tapi jelek di dengar, nanti didatangiki kostnya sama pak RT, bagaimanami…
Sisuka              : Aisss, tidak bakalan itu, kecuali kalo ada mulut ember kayak kau yang bocorkanki.
Dan blablablablablablablabla….
Cukup sampai di situ, saya sudah malas mendengarkan lanjutannya. Paling kayak sinetron Indonesia, endingnya mudah ditebak. Lagian nda baek curi-curi dengar pembicaraannya orang (yang tadi terlanjurmi).
Di dunia ini, banyak sekali peristiwa sejenis itu. Dikasi tau yang baik, diberi kritikan eh malah ngotot, balik ngata-ngatain, padahal kita kan maksudnya baik. Jadi gimana dong? Mau dibiarkan, nanti ikutan dosa. Dikasi saran, kritikan, atau apalah yang sifatnya perhatian, eh malah dimarahin balik plus dikata-katain pula, kepolah, GU lah. Yah, mungkin nda semuanya seperti itu. Okelah, mungkin hal-hal ini dapat membantu:
1.      Liat situasi. Kalo orang yang mau dikasi kritikan lagi dalam keadaan mood nda stabil (kentara kok dari mukanya yang terlipat), lebih baik jangan dulu deh. Soalnya dalam keadaan seperti ini, bukannya dapat ucapan terima kasih, dimarah-marahi balik sangat berpotensi besar, kayak peristiwa di atas.
2.      Tempatkan diri pada posisinya. Coba pikir deh kalo kita yang ada di posisinya dia, mungkin sudah terlalu banyak orang yang memberi kritikan, bahkan cenderung menyalahkan. Bisa saja dia cuma butuh didengar, bukan malah diceramahi.
3.      Tahu sifat aslinya. Ini yang paling penting. Ada orang yang bisa dikasi kritikan langsung, adapula yang mesti didekati dengan cara berbeda (nda suka digurui). Pendekatannya bisa dengan ngarang cerita yang similar dengan peristiwa yang terjadi (niatnya kan baik). Yah kreatif-kreatifnya kitalah. Meskipun dia teman kita, bukan berarti kita berhak secara gamblang menjudgenya.

AKU INGIN JADI GURU

Sore itu begitu sulit baginya, dia harus menempuh perjalanan di antara pematang-pematang sawah yang padinya baru saja habis dipanen. Kaki yang telanjang tanpa alas, teriknya matahari yang masih saja setia memberikan panasnya ditambah seragam sekolah dasar yang masih menempel di badannya memberikan rasa gerah luar biasa. Apalagi, sepulang sekolah tadi dia belum sempat makan siang karena keburu mendengar percakapan yang membuatnya harus kabur dari rumah. Dia duduk di salah satu sisi pematang yang agak teduh dan memiliki sumber mata air sejenis sumur kecil, sekedar melepas lelah dan menghapus dahaga. Dia minum beberapa teguk sampai puas. Si gadis yang baru berumur 11 tahun menghela napas panjang, matanya berkaca-kaca. Dia tidak habis pikir, mengapa keluarganya mengambil keputusan sepihak seperti itu. Mereka sama sekali tidak peduli dengan cita-cita dan masa depannya. Iya, dia kabur dari rumah karena keluarga besarnya ingin menikahkannya dengan seorang pemuda. Terlalu dini? Untuk ukuran usia 11 tahun mungkin iya, tapi bagi masyarakat di kampungnya tidak. Rata-rata anak mereka dinikahkan di usia segitu. Beda dengan gadis seusianya, dia punya cita-cita, dia punya impian, dia punya tujuan masa depan, ingin mencerdaskan bangsa, menjadi salah satu pendidik generasi, seorang guru. Dan untuk mencapainya, dia harus masuk SPG (Sekolah Pendidikan Guru, setara dengan SMA, tapi khusus untuk guru). Di zaman itu, menjadi guru benar-benar membutuhkan ketangguhan dan kesabaran, tidak banyak yang bercita-cita seperti itu. Tentu saja, gajinya belum segede sekarang, bahkan biasanya malah tidak digaji. Kalau sekarang bejibun yang mendaftar jadi guru, dulu malah sebelum lulus sekolah, SK (Surat Keputusan) untuk menjadi guru sudah keluar, saking kurangnya tenaga pendidik. Tapi si gadis kecil tidak peduli, dia tetap mempertahankan cita-citanya, baginya gaji nomor sekian. Yang dia tahu, dia mau jadi guru, pahlawan tanpa tanda jasa, ingin mengabdi kepada negaranya, sesimple itu. Menjelang magrib, dia memberanikan pulang, tapi ke rumah neneknya.
“Kamu kemana saja? Semua orang khawatir mencarimu” sambut sang nenek sambil memeluknya.
“Saya ke sawah, sengaja kabur. Saya tidak mau dinikahkan sebelum jadi guru, titik.”
“Iya, kan kamu bisa bicara baik-baik.”
“Tapi om pasti memaksaku, dia kan sok berkuasa. Segala yang dia inginkan harus terjadi.”
“Hushhh, nda boleh begitu. Mandilah dulu, sholat, terus makan sama nenek. Habis itu kamu istirahat. Besok harus pulang, semua masalah harus diselesaikan. Kabur nda akan menyelesaikan masalah."
Dia akhirnya menurut. Saat tubuhnya siap istirahat, samar-samar terdengar suara omnya di ruang tamu. Pasti dia datang ingin menjemputku, pikirnya. Saya harus cepat-cepat tidur. Dia pun terlelap. Di ruang tamu, Omnya ngotot ingin membawanya pulang, tapi si Nenek mengatakan besok saja. Biar dia istirahat malam ini di rumahnya. Akhirnya, si Om mengalah.
Esok paginya sesudah sarapan, dia diantar neneknya pulang. Setelah melalui musyawarah yang agak alot, si gadis boleh bernapas lega, keluarga besarnya setuju tidak menikahkannya sebelum jadi guru. Hari-harinya pun berlalu seperti biasa. Diapun harus menjalani kesehariannya sebagai pelajar. Pagi-pagi buta sekali dia harus bangun, mengangkat air dan menjerangnya, membantu ibunya menanak nasi, membakar ikan kering untuk sarapannya. Hampir semua masyarakat di desanya berprofesi sebagai petani, begitu pula ibunya. Ibu yang membesarkannya sendiri, menjadi single parent untuknya, memutuskan tidak akan menikah lagi setelah ditinggal suaminya saat si gadis masih dalam kandungan. Seorang wanita tangguh, tak kenal lelah, tak kenal kata menyerah untuk menghidupi dirinya dan anaknya. Bekerja membanting tulang di sawah orang, mencari nafkah untuk sekolah sang anak. Saat liburan, si gadis tidak segan-segan turun membantu mencari nafkah. Kehidupan yang sulit itu tidak menyurutkan niatnya untuk meraih cita-cita. Karena kemiskinan, dia hanya punya sepasang sepatu dan sepasang sendal. Sepatu tersebut harus dijaga agar tidak mudah rusak, padahal jarak sekolah ke rumahnya sangat jauh, belasan kilometer dan ditempuh dengan jalan kaki dan medannya pun luar biasa, jalanan terjal berbatu dan melalui sungai. Kalaupun ada kendaraan, itu adalah kuda atau mobil truk yang sekali-sekali datang. Untuk mengakalinya, dia menggunakan sendal ke sekolah dan menggantinya dengan sepatu ketika sampai. Begitu terus setiap hari. Sepulang sekolah pun, dia harus langsung mengganti pakaian, memasak sendiri_jika pun ada lauk_karena ibunya masih di sawah. Sebenarnya perjodohan kemarin bukan keinginan ibunya, tapi keluarga besar terutama omnya. Bukan sekali itu dirinya ingin dijodohkan, tapi ketangguhannya mempertahankan prinsip membawa keluarganya akhirnya mengalah.
Setelah lulus dari SMP, dia pun harus merantau ke kota untuk melanjutkan sekolah ke SPG. Dia harus menumpang di rumah orang lain, ipar tantenya. Kehidupan barunya lebih sulit, kebayanglah bagaimana kalau menumpang. Meski jarak ke sekolahnya lebih dekat dibanding saat SD dan SMP, dia tetap harus bangun pagi buta untuk mengerjakan pekerjaan rumah. Pulang sekolah pun begitu. Tetapi, dia tidak pernah mengeluh dan menyerah, dia menganggap apa yang dialaminya saat ini adalah bayaran untuk cita-citanya di masa depan. Tak terasa waktu semakin menunjukkan kuasanya untuk berlalu. Hari-hari menjelang ujian kelulusan pun dilalui. Dalam masa itu ada pendaftaran menjadi guru, profesi yang diimpikannya sejak dulu, tapi ijazahnya belum keluar. Beruntung untuknya, semua yang sekolah di SPG bisa mendaftar sebelum lulus. Akhirnya dia dan teman-temannya mendaftar dan berhasil lulus. Bahkan SK penempatan sudah ada di tangan. Dia ditugaskan mengajar di tempat terpencil, beberapa kilometer dari kampungnya. Dia bisa bolak-balik rumah, pikirnya. Dan perjuangan belum berakhir, the next journey menanti.
Untuk menuju tempatnya mengajar, beberapa kilometer kembali harus dilalui. Dia pun tinggal di perumahan sekolah dan pulang ke rumah hanya saat weekend. Gaji? Jangan ditanya. Itu bahkan tidak cukup memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Dia harus berhemat, uangnya harus ditabung. Setelah beberapa tahun, dia berhasil mencicil motor bebek, kendaraan yang ngetrend saat itu. Masalah baru muncul, dia belum bisa mengendarai motor ditambah lagi dia memiliki teman seprofesi yang otomatis harus boncengan ke sana. Waduh, ribet juga yah. Tidak ada pilihan lain, dia harus memberanikan diri belajar otodidak sekaligus membonceng temannya. Dan terjadilah kelucuan itu, setiap beberapa meter dia harus jatuh dan bangun lagi. Hal itu terjadi berulang-ulang sampai akhirnya dia pun lancar. Just fight and spirit.
Setelah dimutasi ke sekolah-sekolah lain, akhirnya dia menetap membagi ilmu di SD kampungnya. Dia juga menjalin asmara dengan seorang pria dari kampung seberang, tapi sayang seorang lelaki seprofesi dengannya diam-diam telah melamarnya. Dan dia sudah tidak punya alasan lagi, cita-citanya sudah tercapai. Setelah melalui proses yang alot, akhirnya dia pun menikah dengan lelaki tersebut. Waktu pun berlalu dan tingkat kesejahteraan seorang guru mulai diperhatikan pemerintah. Kehidupannya berangsur membaik, mampu membangun rumah, membeli sawah dan menunaikan rukun Islam ke 5. Dan yang turut merasakan kebahagiaan itu adalah anak-anaknya, meski dia tetap tidak mau memanjakan dengan segala fasilitas yang hanya membuat mereka bermental kerupuk. Dengan pengalaman agak terkekang dan diatur sana-sini saat kecil, dia memberi kebebasan kepada anak-anaknya untuk memilih masa depannya sendiri.
Demikianlah, apakah cerita ini fiktif? Tentu saja tidak. Ini nyata, pure. Hebat? Berhasil menerima nobel atau apalah piagam penghargaan sejenisnya? Jawabannya tidak, masih banyak cerita yang jauh lebih hebat dari ini yang dapat menjadi motivasi kita, tak ada nobel dan semacamnya. Tapi bagiku, cerita inilah yang paling hebat dari apapun, cerita yang dialami sendiri oleh wanita terdekat dalam hidupku. Cerita yang kelak menjadi inspirasi hidupku, kekuatanku dan semangatku. Perjuangan meraih cita-cita yang tidak mudah. Saat fasilitas belum selengkap sekarang. Apalagi zaman serba instan dan mudah seperti sekarang, tentu saja lebih banyak hal yang bisa kita capai. Tapi apa? Semakin teknologi maju, semakin dimanjakan pula sebagian dari kita, terperangkap dalam zona nyaman yang kita buat sendiri, menghasilkan inersia tak terbatas. Padahal jika kita ingin bergerak, hal yang lebih nyaman akan kita dapatkan. Dengan kekuatan impian dan tekad, segala yang dicita-citakan insya Allah akan tercapai.

WHEN MY FATHER WAS GETTING SICK

Tahun 2010. Saat itu adalah saat yang paling menyedihkan buatku. Pasalnya, orang yang sangat kusayangi yaitu bapakku sakit. Kejadiannya sih mendadak. At the moment that, bapak kurusan, semua orang heran dengan keadaannya. Tapi kami tidak terlalu memperdulikan karena sama sekali tidak ada tanda-tanda sakit dari beliau. Tapi lama-kelamaan, bobot badannya semakin turun. Mama pun menyarankan beliau ke rumah sakit kampungku dan ternyata ditemukan bahwa beliau mengidap penyakit diabetes. Kami pun kaget dan agak panik. Akhirnya atas saran nenekku yang kerja di rumah sakit, bapak pun dirujuk ke rumah sakit Makassar, kebetulan saya juga kuliah di sini. Sesampainya di Makassar, mereka nginap di rumah nenekku.
Pagi itu saya, mama, dan bapak ke rumah sakit di mana nenekku kerja untuk menjalani pemeriksaan di lab dan rontgen. Hal mengejutkan kedua kalinya harus kami dengar. Bapak menderita penyakit TBC, artinya penyakit beliau komplikasi. Jika kami semua tertekan, bapak kelihatannya santai-santai saja, meski kami tidak tahu apa yang sedang dipikirkan beliau sebenarnya. Dan inilah awal mula penyakitnya semakin parah. Bapak orangnya pemendam. Beliau sangat sedih dengan penyakit yang tiba-tiba saja divoniskan kepadanya. Beliau yang selalu sehat, baik-baik saja, dan tidak pernah masuk rumah sakit tentu saja sangat tertekan dengan semua ini. Dan sungguh ini yang kami tidak tahu. Setelah menjalani berobat jalan, suatu hari bapak tiba-tiba mengamuk dan tidak bisa dikendalikan. Yang ada di tempat itu hanya mama, saya dan omku yang seumuran denganku. Kami kaget, om dan mama langsung menenangkan bapak sementara saya menelfon tante yang lagi dinas. Tanteku pun pulang dan hari itu juga bapak dibawa ke rumah sakit Dadi, Rumah Sakit Jiwa di Makassar. Sedih banget, saya tidak menyangka bapak yang begitu kuat di hadapanku ternyata memiliki jiwa serapuh itu.
Sesampainya di rumah sakit, saya tidak bisa membendung airmata lagi. Kalian tahu? Bapak terus meronta hingga akhirnya diikat di salah satu ranjang dan satu ruangan dengan orang tidak waras lainnya. Ya Allah, saya benar-benar tidak tega melihat penderitaan bapakku. Peristiwa itu terjadi kurang lebih 15 menit. Setelah diberi obat penenang, beliau mulai bisa dikendalikan meski suaranya masih mengigau tidak jelas. Hati ini benar-benar tercabik. Saya tidak sanggup, tidak mampu melihatnya seperti ini. Kuatkan bapakku ya Allah, beri kesadaran padanya, itu doa yang selalu kulantunkan saat itu.
Keesokan harinya bapak dipindahkan ke ruangan di samping ruangan yang beliau tempati semalam. Tapi ruangannya tidak lebih bagus dan memadai, sama saja. Bedanya hanya karena beliau sendiri menempati ruangan itu. Sebenarnya bapak mau dipindahkan ke VIP, tapi karena ada sedikit masalah administrasi, proses kepindahan beliau ditunda. Nenekku yang kerja di rumah sakit pun mengurus semuanya. Di point inilah kesedihanku semakin bertambah. Kalian tahu? Saya harus menyaksikan bapak yang terbaring lemah seakan sudah tidak bernyawa, hanya detak jantung dan hembusan napas sesekali yang menandakan bahwa beliau masih satu alam dengan kami. Tidak hanya itu, akibat keribetan pengurusan administrasi, bapak harus dipimpong dari ruangan satu ke ruangan lainnya. Penyakitnya semakin parah dari hari ke hari. Nyesek banget. Beliau seolah-olah hanya onggokan tubuh tak berdaya yang pasrah akan diapakan. Bapak nyaris koma. Jeritan rasa sakit yang tidak henti keluar dari bibirnya, mengisyaratkan agar kami siap menerima kemungkinan terburuk sekalipun. Bahkan mama sudah menelfon orang di kampung untuk menyiapkan perlengkapan jenazah. Astagfirullah, inikah bentuk keputusasaan kami ya Allah? Atau bagian dari rasa kasihan dan pasrahnya kami akan takdir-Mu? Kami tidak pernah mau kehilangan beliau tapi kami lebih tidak tega melihatnya tersiksa setiap detik untuk setiap sakit yang dirasakannya. Tapi ya Allah, di samping itu saya sangat bersyukur, dukungan dari keluarga dan sahabat kami menjadi obat mujarab untuk jiwa kami yang mulai lelah. Mereka rela mengantarkan makanan, nginap bareng, bahkan menghibur kami sekeluarga, termasuk Halimah. Sahabat baru kami di sana, dia salah satu pasien Rumah Sakit Jiwa tersebut yang sudah agak menunjukkan kabar baik ke arah kesembuhan. Dia menjadi teman berbagi cerita dan ceria kami di sana. Selain itu nikmat-Mu yang berupa materi Alhamdulillah lebih dari cukup untuk biaya bapak, makasih ya Allah. Di saat seperti ini, Engkau selalu menunjukkan kasih sayang-Mu yang sangat luar biasa.
Tapi takdir-Mu sungguh tidak ada yang bisa menebak. Berangsur-angsur setelah dipindahkan ke ruangan VIP keadaan bapak mulai membaik. Itu adalah kabar yang sungguh menggembirakan buat kami, meski tidak berlangsung lama. Sakit bapak parah lagi hingga akhirnya harus dipindahkan ke ruang ICU. Hal ini sekali lagi menguji mental kami. Di ruangan tersebut, detak jantung bapak labil. Kadang baik kadang drop. Hingga akhirnya koma. Ya Allah kami benar-benar merasa shock untuk kesekian kalinya. Hari-hari di ruang ICU adalah hari-hari berat untuk kami. Kami tidak bisa sembarangan menjenguk bapak. Ada jam tertentu yang sudah menjadi peraturan. Silih berganti kami menunggui beliau. Kedatangan kerabat dan orang-orang yang menunjukkan kepeduliannya kepada kami merupakan spirit tersendiri untuk kami. It was a moment which was examining our patience.
Engkau menunjukkan kasih sayang-Mu lagi dan lagi ya Allah. Setelah berkutat di ruang ICU, kabar baik dari dokter bahwa bapak boleh kembali ke ruang perawatan memberi nyawa baru untuk kami. Saat itu menjelang bulan puasa. Kami berharap kesehatan bapak berangsur membaik sehingga kami bisa pulang menyambut Ramadhan di kampung kami tercinta. Alhamdulillah keadaan beliau membaik, tetapi kami harus menyambut hari pertama puasa di rumah sakit. Meski sedih, tapi keadaan bapak yang mengalami banyak kemajuan merupakan hiburan kami. Rasa syukur tak terhingga untuk-Mu ya Allah. Kami akhirnya dapat pulang ke rumah setelah bapak sudah mendingan. Peristiwa sakitnya bapak adalah salah satu momen paling menyedihkan sekaligus memberi pelajaran yang sangat berharga untuk kami khususnya saya. Pertama, kehadiran keluarga sangat berarti untukku, semenjak itu saya selalu bertekad untuk peduli dan memberi bantuan sebisanya buat siapapun, sikap egois yang dulunya harus dihilangkan. Kedua, rajin-rajinlah bersedekah untuk siapapun. The last but not least, takdir Allah hanya Dia yang tahu. Bayangkan bapak yang awalnya diprediksikan tidak akan bertahan hidup, ternyata masih diberi kesempatan menghirup udara dunia, Alhamdulillah. Semoga semuanya memberi hikmah untuk kami, karena kami yakin tidak ada yang sia-sia dari-Mu ya Allah. Terima kasih untuk keluarga, sahabat, dan semua yang sudah memberi dukungan dalam bentuk apapun sehingga bapak bisa sembuh.

SEDIKIT TENTANG GALAU

Galau, Galau, Galau. . .
Jangan ganggu ya, lagi galau nih.
Aku galau mamah, papah, tolong aku.
Kalo esok lusa aku gak ada lagi di dunia ini, tolong sampaikan ke orang yang bikin aku bunuh diri gara-gara galau, aku sayang dia, aku lakukan ini karena aku ingin liat dia bahagia, jangan khawatir, aku masih bisa datang di mimpinya (yang ini kayaknya kelewat galau atau gila).
Yapp, guys banyak sekali ekspresi galau yang belakangan rajin mampir di telinga kita. Mulai dari yang masih bisa dimaafkan hingga yang sudah melewati ambang batas pendengaran manusia (ultrasonic kaliii). Tapi apapun itu, kalo yang namanya galau mulai mendekat dan menggerogoti hidup kita, mestinya kita bangga. Kenapa?? Mulai dari penulis macam bang Raditya Dika sampe motivator terkenal kayak Mario Teguh, menghalalkan yang namanya galau. Katanya, galau justru menandakan kita akan naik tingkat 1 semester, eh maksudnya 1 step menuju kedewasaan, yah begitulah kira-kira maksudnya. Belum ngerti? Okelah, kita gunakan dulu sejenak otak kiri untuk berpikir. Bayangkan ketika kita masih bayi, belum bisa ngomong, cuma bisa menangis untuk mengungkapkan isi hati dan apa yang akan terjadi. Misalnya nih, bayi yang baru tumbuh gigi, dia menangis, dari merangkak ke berjalan dia juga nangis, sampe akhirnya dikasi anugerah sama Allah buat ngomong, nah begitu terus sampe gede. Begitupula kaum remaja (ababil.red). Sikap dan sifat dominan saat mengalami masa ini memang indah, hampir gak ada aturan. Bahkan dulu saya pernah berpikir untuk gak dewasa-dewasa saking asyiknya masa-masa remaja. Makanya, saking adilnya Allah, beliau mau mengatakan sama saya pribadi, kalo waktu itu terus berjalan, sama kayak peredaran bumi. Bumi aja berotasi ditambah lagi berevolusi, dan apapun keadaan kita, bumi tidak akan pernah menyalahi kodratnya. Kalo kita gak gerak (inersia=lembam=malas), maka Good Bye. So, gak mungkin kita stuck di masa remaja itu soalnya banyak kejadian, peristiwa berbeda yang kita hadapi setiap hari, gak mungkin kan menghadapi masalah berbeda dengan cara yang sama (ngutip, hehehe). Nah, pengalihan masa remaja ke masa dewasa adalah masa peralihan yang lebih trend dengan masa galau. Wah kayaknya rata-rata orang mengalami masa ini sekarang soalnya status di FB, twitter, maupun kehidupan nyata nih dihiasi sama kata “galau” (atau mungkin digalau-galaukan, sekedar ikut trend, hehehe). Memang masa ini sulit banget, namanya juga peralihan, ibarat bayi dari merangkak ke berjalan, tertatih. Tapi di sisi lain, justru banyak pelajaran berharga yang didapat dari masa ini, kalo kita memang niat belajar, atau masa ini akan berlalu tanpa sedikitpun hikmah yang kita dapat, sayang banget kan. Karena kalo gak bisa ambil pelajaran, kelihatannya saja kita sudah lulus dari kegalauan, padahal kalo masalah yang sama kita hadapi untuk kedua kalinya, kembali lagi deh galau (bagaimana kalo masalah berbeda yaa,,). Dan kata pepatah ni yaa, keledai saja gak akan jatuh ke lubang yang sama. Ini keledai loo, hewan paling (maaf) bodoh. Kalopun dia jatuh, jatuhnya ke lubang lain. Wah parah dong kalo yang melakukannya manusia. Makanya guys, jangan sia-siakan masa galau ini, sedih bisa, nangis boleh, tapi jangan berkepanjangan. Jatuh, bangkit, dan ambil pelajaran.
Etss, bukannya saya cuma pintar ngomong lho, tapi masa-masa itu sudah saya lewati, dan semoga masa yang sudah saya lewati itu juga dapat memberi pelajaran buat saya dan sekitar saya. Apapun itu, mari sama-sama belajar. Karena hidup kadang gak ketebak. Tidak menutup kemungkinan galau itu datang lagi, tapi semoga untuk masalah berbeda. Terus belajar, perbaiki diri, baik dari pengalaman sendiri maupun pengalaman orang lain. Dan betapa beruntungnya kita jika belajar dari pengalaman orang lain, tanpa harus mengalaminya terlebih dahulu.

BOSAN

Terkadang dalam hidup, ada yang namanya jenuh, bosan, atau apalah namanya. Yang pastinya itu adalah keadaan di mana kita mau melakukan hal-hal baru tapi gak tahu mau ngapain. Itu normal kok, itu manusiawi, paling gak itu membuktikan kalo kita ini manusia. Yah, begitulah. Dan saat seperti ini kasih sayang Allah begitu besar ke kita. Bagaimana gak, aku malah pernah berpikir rasa bosan ini bisa membunuh kita perlahan-lahan. Ini sejenis penyakit yang gak ditau apa penyebab dan obatnya. Andaikan Allah gak menyayangi kita, mungkin sudah ada orang yang bunuh diri gara-gara itu. Lebay??? Gak juga. 

Bayangkan saat kita ada di posisi gak enak ini, pikiran kosong, gak tau mau ngapain, apa-apa serba salah, sekeliling kita juga gak banyak membantu, sendiri dalam keramaian, dan perasaan gak enak lainnya. Dan itu adalah alasan yang lebih dari cukup untuk melakukan hal-hal gak bener. Tapi, meski banyak yang melakukan hal-hal yang gak bener ini, masih ada juga kok orang yang selamat dari rasa bosan ini. Resepnya apa? Intinya bersyukur. Dengan begitu, kita akan lebih menghargai hidup ini. Banyak orang-orang yang lebih di bawah kita. Malah mereka sudah lupa yang namanya bosan, mereka lebih disibukkan oleh hal lain seperti sibuk mencari makan untuk melanjutkan hidup. Dan di sisi lain, adapula yang bahkan menginginkan tambahan waktu lebih dari 24 jam sehari, saking sibuk bekerja dan sudah tidak punya waktu untuk istrahat, apalagi bosan.
Jadi, selama kita diberi anugerah untuk istrahat, syukuri dan gunakan sebaik-baiknya, paling tidak itu suatu bukti bahwa kita adalah manusia dan perasaan kita masih jalan, hehehe. Itu berarti juga bahwa kita perlu melakukan inovasi baru dalam hidup. Mungkin apa yang kita lakukan selama ini mesti dikreasikan dengan sesuatu, atau metode yang diubah. Yah, ada banyak hal yang dapat kita lakukan dan segalanya adalah pilihan kita, pilihan hidup kita.

SYUKUR

Kadang saya berpikir
Mengapa harus saya
Mengapa bukan mereka yang mengalaminya
Mengapa bukan mereka yang jadi pilihan-Mu, mereka yang kelihatannya kuat
Mereka yang sepertinya mampu
Mengapa harus saya
Di saat berbagai cobaan menghampiri, cobaan berikutnya datang kembali
Mengapa harus saya, ketika kecil saya sudah harus memiliki tanggung jawab sendiri
Mengapa harus saya, ketika remaja harus berperang menghadapi keadaan adaptasi yang sungguh sulit saya rasakan
Mengapa harus saya, ketika dewasa harus menghadapi masalah keluarga yang belum saatnya saya alami
Harus merasakan bagaimana kesenjangan 2 keluarga yang seolah-olah meletakkan tanggung jawabnya ke saya untuk menyatukannya
Iya Tuhan, mengapa harus saya
Tiap saat saya menanyakannya
Sampai pada satu titik jenuh yang membuatku tak sanggup lagi
Engkau datang dengan segala keMaha Sempurnaan-Mu
Engkau memberikanku sedikit demi sedikit pemahaman
Engkau menyadarkanku bahwa setiap cobaan yang datang sesuai kadar kemampuanku
Artinya, saya lebih mampu dari yang saya kira
Saya lebih kuat dari yang saya bayangkan
Tapi sungguh, dari semua kejadian itu saya merasakan kasih sayang-Mu
Meski menyakitkan, meski beda dengan mereka
Meski harus menjalani hal yang kadang tak saya sukai
Saya baru menyadarinya ini semua jalan-Mu untuk mendewasakanku
Membuatku setingkat lebih baik untuk setiap kejadian
Membuatku mengingat-Mu dengan syukurku
Dan bukankah segala nikmat dan rahmat-Mu justru lebih banyak menghampiriku
Engkau tidak pernah meninggalkanku sedetikpun
Bahkan saya yang seringkali melupakan dan menjauhimu
Engkau yang selalu siap jadi tempatku berkeluh-kesah ketika tak ada yang mengertiku
Engkau memperkuat benteng kesabaranku
Engkau menganugerahkan orang-orang yang mencintaiku
Engkau memberikan rezeki yang tak henti-hentinya
Engkau memberikan kepekaan sosial
Engkau memberikan anugerah kesabaran yang dulu tak kumiliki
Bukankah itu semua rahmat yang tak bisa didapatkan semua orang???
Di mana rasa syukur dan terima kasihku???
Ya Allah, maafkan kekhilafan hamba-Mu ini
Ampuni kesalahanku
Sayangi hamba, keluarga, saudara semuslim
Kirimkanlah malaikat yang dapat membimbing hamba di jalan-Mu
Orang yang senantiasa mendampingi di kala suka maupun duka
Dia yang menjadi imam dunia akhiratku
Yang menyayangi dan hamba sayangi karena-Mu
Dia yang bergelar suami
Amin

KETIKA KAU KEMBALI

Tak dapat kupungkiri tentang perasaan yang sebenarnya masih berpihak ke kamu
Ketika ada signal yang kau kirimkan, aku tak munafik aku bahagia
Entah ini perasaan yang salah atau benar
Yang pastinya aku bahagia, hanya itu yang kutahu
Janjiku yang semula tidak akan pacaran lagi kecuali dengan suamiku pun sudah kuungkapkan padamu
Dan kamu mengerti atau pura-pura mengerti
Mengapa aku berkata demikian?
Iyalah, karena kamu kembali
Kembali memperbaiki dan menjalin hubungan dekat denganku
Meski tak ada kata terikat
Tapi aku yakin ini akan jadi sebentuk hubungan kedewasaan
Yang tidak perlu dikatakan
Yang membuat kita sama-sama mengerti perasaan masing-masing dalam diam
Hanya satu harapanku, aku ingin rasaku padamu utuh dan suci
Meski sekarang kita lebih nyaman dari yang dulu
Tetap saja kita bukan siapa-siapa
Kau bukan milikku dan aku bukan milikmu
Kita milik-Nya
Tolong jangan hancurkan lagi tembok pertahanan dan prinsipku
Untuk menuju Ridho-Nya
Jangan beri aku zona nyaman yang Bisa membuatku terlena bahkan jauh dari-Nya
Jika memang kau menyayangiku, tolong halal kan hubungan kita
Alangkah indahnya jika hubungan kita direstui oleh-Nya
Maaf juga, untuk saat ini kamu tidak akan mendengarkan ucapan cinta dariku
Ini belum saatnya
Kumohon ya Allah, jika memang dia jodohku satukan kami di jalan-Mu
Tapi jika bukan, bantu kami untuk saling melupakan perasaan masing-masing
Dan berikan pasangan terbaik untuk kami
Meski di lubuk hatiku aku ingin dia yang menjadi pendampingku
Aku menyayanginya ya Allah, tapi aku lebih menyayangi Engkau
Ridhoi dan restui kami
Amiiinnnnn

ELEKTRON CINTA

Seringkali kudengar keluhan tentangmu
Tak jarang kau diabaikan
Banyak yang menganggapmu tak berarti
Hanya kumpulan kata tanpa makna
                        Tapi, di sisi lain ada yang begitu mencintaimu
                        Di tempat berbeda, mereka sangat menghargai keberadaanmu
Seluruh hidup bahkan didedikasikan demi namamu
Untuk kebesaran dan kejayaanmu
Dua keadaan yang menggelitik rasa ingin tahuku
Ya, aku putuskan mengenalmu
Kutitipkan masa depanku di tanganmu
Tak ada bakat, tak ada keahlian
                        Denganmu, ku menjadi pribadi baru
                        Bersamamu, ku coba menemukan hakikatku
                        Meski otakku tak sekritis Newton
                        Diri ini pun tak sespektakuler Planck
Ketika kecepatan cahaya takkan berubah
Ketika seluruh dunia bergerak patuh pada hukummu
Ketika itu pula kuakui,
Kemampuanku hanya serelatif hukum Einstein
                        Aku bukan inti atom
                        Yang dengannya kehancuran bumi dipertaruhkan
                        Aku hanya elektron, setia mengelilingi inti
                        Berharap tak terpental oleh serangan foton
Keinginanku sederhana
Aku hanya ingin mengenalmu
Mengenalkanmu pada mereka, sambil mengatakan
“Maka nikmat Tuhan-Mu yang manakah yang kau dustakan?”

MALAIKAT CINTAKU

Dia gagah, dia perkasa

Dia rupawan, dia teladan
Dia wujud cinta tanpa kata
Dia ayah. . .
Wajah lembut nan menenangkan
Tak ada beban jika di depan
Perasaan halus bukti kasih
Dia ibu. . .
Dua samudera cinta
Dua telaga kasih
Menyatukan irama
Mengalun simfoni penuh nada
Alangkah indah cinta-Nya
Betapa luas kasih sayang-Nya
Menganugerahkan dua malaikat penjaga
Mengajarkan cinta tanpa pamrih
Ibu, Ayah
Terima kasih atas segalanya
Atas sinar kasih bak mentari
Yang tak henti menyinari kami
Hanya doa ikhlas sebagai bakti
Bukti cinta tanpa henti
Dari anakmu setulus hati
Semoga kelak menyejukkan hati

SURAT CINTA PERNIKAHAN

Cinta itu suci, sesuci titisan pertama embun pagi
Cinta itu hidup, seperti hembusan napas ketika menyambut pagi
Cinta itu indah, serasa berdiri di puncak tertinggi
Cinta itu sederhana, cukup merasakan tanpa harus menjelaskan
Cinta itu memiliki,
ketika dia mengatakan “Will You Marry Me?”
Jawaban yang kemudian keluar adalah “ Yes, I will”
Sahabatku, sekarang kuyakin itulah yang kau rasakan
Kebahagiaan yang tak mampu dilukiskan dengan lukisan pelangi dan indahnya senja
Ikatan suci yang kemudian akan menjadi perekat hingga takdirnya pun berlaku
Sunah Nabi yang insya Allah selamanya
Hanya doa tulus dariku selalu menyertaimu
Setulus doa Nabi ketika Sayyidina Ali menikahi putri kesayangannya,
Semoga dapat menjadi wanita setegar Khadijah,
sesuci Maryam, sesoleh Asiah dan seindah Aisyah
Selamat menempuh hidup baru sahabatku
Selamat kembali ke pemilik tulang rusukmu,
calon ayah dari anak-anakmu, calon imam abadimu
Semoga cinta kalian diberkahi, hingga mautpun menghampiri

YOUR GRADUATION

Pagi ini begitu special, untukmu dan yang menyayangimu
Senyuman manis tak henti terukir
Akhirnya, anak yang selama ini mereka banggakan
Yang berjuang tanpa henti mengukir pena ilmu
Kini berdiri mantap tegas dan gagah di hadapan mereka
Membawa nama almamater sekaligus nama keluarga besar
Menuju satu langkah pasti, hari pelepasan menuju dunia baru
“Perjalananmu masih panjang Nak, genggam tekad melebihi baja, agar tantangan ke depan dapat kau hadapi hanya dengan kekuatan kedua tanganmu” Sorot mata Ayah begitu tajam.
“Gunakan ilmu yang sudah kau dapat untuk bekal mendapatkan yang lebih baik, tak ada gunanya Iptek tanpa Imtaq, maka seimbangkan keduanya, Anakku” Suara lembut Ibu mengalun.
Aku, sebagai orang yang mengenalmu dari SMP hingga sekarang, yang pernah hadir dan mengukir kisah, hanya bisa berpesan “Dengarkan dan turuti pesan Ayah dan nasehat Ibu, sang pemilik surgamu”
Aku yakin kau mampu, aku percaya bekalmu sudah lebih dari cukup untuk melangkah
Kini hanya keberanian dan tekad yang dapat menjadikan nyata yang dulu hanya mimpi
Terakhir, jangan pernah lupa pada Sang Pemegang Hidupmu, tetap tawadhu’, gunakan ilmu untuk hal-hal yang bermanfaat, selamat yah atas title barunya. . .

LOTENG

Ahad, 16 September 2012 . “Hai, nama saya Wahyuna Nur dan saya takut ketinggian, hehehe” dengan tegas dan tanpa cengar-cengir. Ya, itu adalah kalimat perkenalan singkat yang mungkin saya ucapkan saat berkenalan dengan anak-anak yang menyukai petualangan di tempat tinggi, misalnya gunung. Yang pastinya jika yang saya ajak berkenalan adalah teman dari temanku di PHYSICS 08, sepertinya itu adalah kalimat yang tepat. Bagaimana tidak, mereka menjadi saksi bisu, saksi hidup, bahkan saksi maccalla saat 4 tahun lalu kami sama-sama dikader di Taddeang, Maros. Hal memalukan (bagi orang biasa) atau mempopulerkan (bagi artis karbitan) tersebut saya alami saat hiking, tepatnya di pos terakhir. Panitia menyediakan sebuah permainan (yang mulai saat itu kuanggap musuhku), yaitu flying fox. Tau kan? Bagi yang belum tau, ya cari tau dong. Kebetulan kelompok 1 yang maju adalah kelompokku. Kalo gak salah ingat, aku ketiga dari terakhir. Dan tibalah saat mendebarkan itu (hiks, memalukan tepatnya). Aku naik tangga untuk menuju garis start flying fox. Aku enjoy saja naik tangga. Tapi, rasanya lama-kelamaan kakiku agak keram, mungkin karena capek habis hiking tadi. Maka kulanjutkan perjalananku. Kudengar teriakan dari bawah, tentunya dari teman dan seniorku yang menyemangati, karena langkahku memang lambat, padahal kan masih banyak yang ngantri, aku melirik mereka dan tersenyum. Dari sanalah semuanya bermula. Setelah pandanganku kualihkan kembali ke atas, entah kenapa kakiku keram kuadrat, tubuhku bergetar, semua pakaianku terasa sempit, dunia gelap, dan aku takut. Di saat genting itu, aku pun menyadari ternyata raga ini phobia ketinggian. Ya ampun, padahal aku sudah setengah perjalanan. Aku sempat berpikiran untuk menjatuhkan diri saja, toh ada tali pengaman. Setelah berpikir dan menimbang (otak masih jalan), aku pun memutuskan melanjutkan perjuanganku ke titik tertinggi bumi ini (tentu saja menurutku, ilmuwan manapun tak akan mengiyakan) dengan berbekal “atas nama harga diri pribadi dan angkatan”. Tapi, rasanya susah sekali. Dan yang paling menyebalkan, semua orang yang ada di bawah menyadari ketidakberdayaanku. Reaksinya pun menyebalkan kuadrat, ada yang mengabadikannya dengan foto, video, tertawa, menangis dan meringis (yang ini untuk teman angkatanku).
Usaha terakhirku terletak di tangan. Tangan inilah yang membantu kakiku untuk naik, kakiku seperti lumpuh, tak bisa sedikitpun digerakkan, sedangkan tangan lainnya memegang tangga. Setelah berjuang mengatasi rasa takut kurang lebih 1 jam, akupun berhasil sampai ke atas (plus airmata juga). Tantangan kedua pun harus kujalani, meluncur dari atas ke bawah pake tali. Hmm, bismillah aja deh. Akupun melakukannya. Setelah sampai di bawah, senior dan teman-teman menyelamati (kayak dari perang saja, tapi iya sih perang melawan ketakutan #eeaaa). Tapi, 1 konsekuensi harus kudapat, aku dan teman 1 kelompok harus dihukum untuk kesalahanku (bagiku sih itu bukan kesalahan), tidak enak juga sih sama teman-teman, tapi namanya juga kebersamaan (belakangan kukenal sebagai tolo-tolo). Semenjak itulah langit dan seisi bumi tahu, bahwa aku takut ketinggian.
Terlepas dari cerita di atas, ada 1 kisah di hidupku yang juga berhubungan dengan ketinggian, tapi agak kontras, anggaplah analogi saja. Ini tentang loteng di pondokanku yang sekarang. Jika mau dibandingkan dari segi jaraknya dari permukaan bumi, gak ada apa-apanya dibanding flying fox. Tapi, yang mau saya tekankan bukan ketinggiannya, tapi keindahannya. Entah sejak kapan aku menikmatinya. Satu-satunya titik tinggi yang aku betah berlama-lama di sana. Kenapa? Saat malam tiba dan kagak ada kerjaan, aku pun menghabiskan waktu di loteng (gak mungkin siang hari, panas taukk). Di sana aku tahu, bagaimana indahnya malam dengan bintang dan bulan sebagai pengawalnya, di tempat ini aku dapat melihat sekelilingku dengan lebih bebas, kubah mesjid, atap gereja, SPBU, kampusku tercinta, para pejalan kaki yang berharmoni dengan pengendara kendaraan bermotor, anak kecil yang berkejaran, pemuda pemudi yang kasmaran, hhhmmm itu semua bagaikan satu kisah kehidupan yang sayang untuk dilewatkan. Kalau bukan di tempat ini, di bawah misalnya, mungkin semua kejadian ini hanyalah rutinitas harian membosankan yang tidak penting untuk diamati, sama tidak pentingnya menghabiskan waktu di loteng (bagi orang tidak penting). Di tempat inilah semua kenangan pahit jadi indah, segala keresahan hilang lenyap, penglihatan dan penilaian terhadap sesuatu juga berbeda, semuanya dilihat dari sisi positifnya. Aku suka tempat ini dan akan selalu suka. Satu-satunya tempat tinggi yang membuatku betah berlama-lama. Menyaksikan banyak hal, merenungkan berbagai kejadian, merangkai kenangan menjadi kekuatan untuk bekal menjadi manusia lebih baik di masa depan. Cobalah, semoga kalian juga dapat menemukan tempat favorit untuk saat ini. Tempat yang jauh lebih berharga dibandingkan kegalauan.

JURNAL 11 BULAN CAWA

Bismillahirrahmanirrahim Sabtu, 31 Agustus 24: Sekitar pukul setengah 9 malam, Cawa tidur setelah meminum susu dari botol susunya. Tapi, sek...