Ini bukan tentang
romantika dua binatang yang hidup di zaman dulu itu. Ini judul buku keduanya
Raditya Dika yang difilmkan. Tulisan ini juga bukan sebagai resensi atau
bersifat persuasive, karena aku yakin akan ada banyak pandangan subjektif di
sini, namanya juga nge “fans”, haha. Masih mau baca gak?? Yang mau, tetap stay
dan yang sudah bosan di baris ke-5 ini, silakan cari kesibukan lain, haha.
Beda dengan buku
“Kambing Jantan” nya yang juga difilmkan (nda jelas juga kenapa semua judul
bukunya pake nama hewan), buku “Cinta Brontosaurus” ini lebih ke kumpulan
cerpen, meskipun masih tentang kesehariaannya Dika dan sekitarnya. Kalo
“Kambing Jantan” kan lebih berupa diary nya dia, namanya juga diadaptasi dari
blognya beliau. Nah, karena berupa kumpulan cerpen, awalnya aku juga berpikir,
cara menyambung ceritanya bagaimana yah, kalau semua bagian mau diambil,
otomatis waktu 2 jam nonton nda akan cukup. Bukan karena kepanjangan, tapi
menemukan benang merah antar cerita itu lo bagaimana caranya (sok mengerti
saja), pasti ada beberapa Bab yang nda diambil. Ternyata, setelah melihat
filmnya, that’s right. Mungkin cuma sekitar 40 % lah dari bukunya (maaf kalo
persentase nya nda akurat). Meski begitu, keluguan acting Dika (sama dengan
karya-karyanya) dan pemain lainnya membuat film ini menjadi film ringan, mudah
dicerna, and of course very funny. That was entertaining.
Ceritanya tentang
Dika yang berjuang dalam karya dan cinta. Karyanya berupa buku yang baru saja
diterbitkan dan ternyata minim pembeli. Berbagai cara yang dia dan agennya (Kosasih)
lakukan agar buku itu bisa dikenal masyarakat dan mereka sudi membeli dan
membacanya, yaitu melakukan berbagai talkshow. Beberapa kali dan beberapa kali
pula gagal. Bukannya disambut baik, bukunya malah belum laku-laku. Sampai
akhirnya ada produser film horor yang menawarinya untuk mengadaptasi buku
tersebut jadi film. Hal ini nda disia-siakan sama Dika dan Kosasih. Tapi
setelah mendengar bukunya akan diadaptasi jadi film horror “Hantu Cinta
Brontosaurus”, Dika pun menolak. Jumlah nominal yang tidak sedikit membuat Kosasih_yang
sudah menikah dan memiliki istri yang sangat konsumtif_ tidak setuju dengan
Dika, akhirnya mereka ngambek-ngambekan. Di samping itu, masalah Dika lainnya
adalah hubungan asmaranya yang terus kandas. Akhirnya, dia punya keyakinan
bahwa cinta itu punya batas kadaluwarsa dan hebatnya saking seringnya menjalin
hubungan dan putus, Dika tahu bagaimana cara putusnya seorang cewek dalam
sekali pertemuan. Dia pun memutuskan jomblo sebelum menemukan cewek yang nda
bisa ditebak cara putusnya. Keyakinan itu terus dipegang Dika hingga akhirnya
bertemu Jessica, cewek manis yang beda dari mantan-mantannya. Singkat cerita,
mereka pun pacaran. Meski banyak tantangan dan sempat break, hubungan mereka
pun akhirnya membuat Dika yakin kalo cinta itu nda punya batas kadaluwarsa.
Karena kekuatan persahabatan pulalah, Kosasih akhirnya mau menerima prinsip dan
alasan Dika membatalkan bukunya diadaptasi. Cerita dalam film ini ringan, cocok
untuk kita yang ingin refresh sejenak
dari kepenatan, karena gaya humornya yang apa adanya. Hanya saja, ada beberapa
adegan dalam film ini yang nyaris garing dan sebaiknya dihilangkan atau lebih
divariasikan dengan sesuatu yang lebih berbobot. Tentu saja itu hanya pandangan
subjektif saya, biar tambah asyik, mending nonton sendiri, hehehe. Kalo nda
bisaki nonton di bioskop, sabar mi saja menunggu sampe filmnya beredar di
laptop-laptop terdekat. . .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar